BAB I
BERKENALAN DENGAN SENI
RUPA
SEBAGAI SENI SUCI DALAM
GEEREJA
(Oleh: Vitalis
Letsoin)
Keindahan dalam dirinya sendiri
bersifat universal, seperti kebijaksanaan Konfusius
bahwa segala sesuatu itu indah. Pernyataan ini selaras dengan filosofi mazhab
Skolastik, “omne ens est pulcharum”.
Namun keindahan sesuatu hanya dapat ditangkap oleh manusia bila sesuatu itu
memancarkan semacam energi kepada indra manusia. Energi dari keteraturan ini
memancar kepada indra dan pancaran ini oleh St. Agustinus disebut “Splendor ordinis” :semarak dari harmoni.
Dengan ini dapat dimengerti bahwa alam semesta ini sungguh indah, menampilkan
keindahan natural, yang menurut Plotinos
bersumber pada LOGOS, Sang Maha Pengatur[1].
Pada kenyataannya,
kehidupan manusia pasti mendambahkan estetika atau keindahan dan keteraturan,
sebab itulah yang menghantar manusia untuk merasahkan sebuah kegembiraan yang
mengalir dari jiwa dan raga setiap insan. Hal ini menggambarkan dua unsur
hakiki yang terkandung dalam pribadi setiap orang yaitu unsur jasmani dan
rohani sebagai hakikatnya. Dari unsur jasmani atau fisik seni dirasa sebagai
satu kepuasan badaniah yakni untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari demi
kesejahteraan badaniah (ekonomi). Sementara dari perspektif psikis atau rohani
manusia merasahkan kebutuhan seni sebagai satu kepuasan mental, esteti, arsitik
yang diukur melalui rasa senang, gembira dan anggun demi keseimbangan
kesejahteraan badaniah dan rohaniah. Seni sebagai karya ekspresif, manusia
mulai mengkonkritkan jiwanya atau imannya melalui karya seni yakni keagungan
Tuhan yang dapat dilihat dan dirasahkan dalam pengalaman iman. Maka dengan
seni, manusia dapat menggambarkan sifat-sifat Tuhan yang baik, agung, indah dan
teratur dalam setiap karya seni. Tujuannya tentu untuk mengagumi dan memuliakan
Tuhan sendiri dalam hidup sebagai orang beriman.
Dari berbagai cabang seni, seni rupa
merupakan salah satu cabang seni yang dapat memberikan keindahan dari rupa atau
bentuk yang tampak pada karya seni.[2]
Setiap cabang seni mempunyai ciri khas dan memiliki keunikan tersendiri. Oleh
karena itu, untuk menciptakan sebuah karya seni diperlukan kemampuan, keahlian,
kelebiahn dan ciri khas serta keunikan tersendiri pada penciptanya. Setiap seni
mempunyai unsur keindahan yang berbeda. Beberapa keindahan yang dapat dinikmati
dari karya seni dapat berbentuk Rupa,
Gerak dan Bunyi. Pada umumnya
semua hal yang berkaitan dengan seni menunjuk pada arti kata bahasa Latin ars[3], artinya keahlian dalam mengekspresikan
ide-ide dan pemikiran estetika, termasuk mewujudkan kemampuan imajunasi penciptaan
benda, suasana yang dapat menimbulkan rasa indah. Unsur keindahan, karena
dikerjakan dengan keahlian estetika yang unik dan menarik.
Dalam skripsi ini saya hanya
membahas bagian seni yang dapat ditampilkan dengan bentuk dan rupa yang
memiliki tiga dimensi (karya seni yang didasarkan atas ukuran panjang, lebar dan tinggi atau dalam) maupun
dua dimensi (karya seni yang didasarkan atas panjang dan lebar),
itulah yang disebut Seni Rupa. Penulis sendiri membagi
pembahasan seni rupa ke dalam beberapa bagian, di antaranya yaitu pengertian
Seni Rupa, Sejarah Munculnya Seni Rupa, Perkembangan
Seni Rupa Kalsik Barat (Yunani dan Romawi), Sejarah Seni Rupa di Indonesia,
Cabang-Cabang Seni Rupa, Unsur-Unsur Seni Rupa, Cabang dan Fungsi Seni Rupa,
Media Seni Rupa, Seni dan Agama dan diakhiri dengan sebuah Kesimpulan.
I. APA
ITU SENI RUPA
I.1. Pengertian
Seni Rupa
Seni Rupa terdiri dari dua kata yang
memiliki arti dan makna tersendiri. Pertama,
arti kata seni:[4]
Secara populer kata seni sering diidentik dengan keindahan, mengandung nilai estetis
(indah, permai. menawan, mempesona), yang disukai oleh manusia dan
mengandung ide-ide yang dinyatakan dalam bentuk aktivitas atau rupa sebagai
lambang. Indah merupakan nilai yang berkaitan dengan perasaan sehingga sangat
subjektif sifatnya. Seni sebagai bagian dari estetika (tentang keindahan, berada di luar lingkup logika ataupun
etika). Menurut Imanuel Kant keindahan
seharusnya ditinjau dari dua sisi yang
berbeda, oleh karena itu ia menegaskan:
Keindahan dapat ditinjau dari dua sisi: secara objektif keindahan adalah
keserasian suatu objek terhadap tujuan yang dikandungnya, sejauh objek tersebut
tidak ditinjau dari segi fungsi. Secara
subjektif, keindahan adalah sesuatu yang tanpa direnungkan dengan logika
dan konsep dan tanpa disangkut-pautkan dengan kegunaan praktis dapat
mendatangkan rasa senang pada si penghayat.[5]
Tentang hal yang sama Thomas Aquinas menekankan:
keindahan
akan terbentuk jika memenuhi tiga syarat, yaitu adanya integritas (kesatuan) atau kesempurnaan, proporsi yang tepat dan harmonis dan kalaritas (kejelasan). Unsur-unsur inilah yang akan membentuk
sesuatu menjadi indah sehingga orang mengerti bahwa itu adalah karya dari suatu
seni.[6]
Kedua, arti kata rupa:[7]
rupa adalah sebuah kata yang menunjuk pada satu keadaan yang terlihat dari luar
saja. Atau secara nyata segala sesuatu (benda) yang nampak pada
panca indra penglihatan sehingga memberikan satu gambaran tertentu pada bentuk dan wujud yang tertangkap. Dalam
arti itu, seni rupa adalah segala hal yang dapat dibuat menjadi indah (sebuah
karya manusia) dan dapat memberikan ketertarikan tertentu bagi subyek yang
menikmati. Oleh karena itu, seni rupa adalah cabang seni yang
membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan dengan
rabaan, atau satu karya seni yang bisa dinikmati dan dihayati dengan indra
penglihatan. Karena itu setiap karya seni rupa dapat memberikan keleluasaan di
dalam memvisualisasikan atau
mewujudkan ekspresi ke dalam bentuk karya fisik secara dwimatra (dua dimensi) dan trimatra
(tiga dimensi) yang memuat unsur estetik dan artistik. Dilihat dari konsep
pembuatan seni rupa, setiap karya seni rupa dimgerti dari mengubah materi atau benda berdasarkan hasil renungan atau
pemikiran hingga membentuk sebuah karya benda yang menyenangkan, baik untuk
dinikmati maupun dimanfaatkan sesuai kegunaannya tanpa mengesampingkan
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Dilihat dari bentuknya,
karya seni rupa dapat diwujudkan atau ditampilkan melalui beberapa unsur: Pertama unsur fisikoplastis (wujud fisik) yang di dalamnya terdapat unsur garis,
bidang,
bentuk,
volume, warna,
tekstur,
dan pencahayaan
dengan acuan estetika.
Kedua, unsur ideoplastis (psikis atau jiwa) yang di dalamnya memuat unsur
ekpresivitas, kreativitas, dan keindahan.
Pada
saat ini para pelaku seni rupa berusaha mengembangkan dan menemukan cara-cara
baru dalam berkarya baik di dalam mempergunakan teknik tradisional, modern,
atau membuat kolaborasi teknik dalam berkarya seni rupa sehingga dapat
menghasilkan karya seni yang unik dan kreatif. Beberapa karya seni rupa yang
menggunakan teknik tradisional di antaranya adalah teknik menganyam, mengukir,
memahat, dan membatik tanpa memakai alat bantu mesin. Adapun cara membuat karya
seni rupa dengan teknik modern adalah mengubah kebiasaan, aturan, atau adat
istiadat orang terdahulu menjadi cara yang baru, mengubah dan memperbaiki,
serta mengembangkannya sesuai dengan kemajuan teknologi dalam menciptakan
sebuah karya seni secara ekspresif, kreatif, dan estetik. Contohnya, terdapat
karya gambar dalam media kaca, ukiran dari besi, membuat patung dengan bantuan
mesin dan komputer, membuat karya reklame dengan bantuan komputer dan mesin
cetak, dan lain sebagainya.
I.2.
Sejarah Munculnya Seni Rupa
Perkembangan seni rupa merupakan bagian dari perkembangan
budaya manusia maka, pada bagian di bawah ini dijejaki sejarah munculnya seni
rupa di Barat (Yunani dan Romawi) dan di Asia (Mesir dan Indonesia). Adapun perkembangan karya seni rupa itu dapat
dibahas sebagai berkut:
I.2.1.
Di Mesir
Pengenalan karya seni rupa dapat
melalui sejarah, asal-usul bentuk-bentuk dari benda seni atau melalui hasil
karya seni rupa yang ada pada saat sekarang. Di Mesir, bentuk hasil karya seni
rupa yang ditemukan seperti, seni bendungan irigasi, seni bangunan, dan seni
pematungan.
Seni bendungan: jika ditinjau dari zaman
4000 SM dalam pengenalan karya seni rupa melalui sejarah dunia bahwa di lemba
Sungai Nil di Mesir telah terdapat hasil karya seni rupa seperti: bendungan
Sungai Nil yang merupakan pengairan irigasi bagi pertanian sepanjang Sungai Nil
yang berguna bagi kesuburan rakyat Mesir pada zaman itu. Bendungan tersebut
dikerjakan dengan satu kemahiran gaya
seni sehingga terlihat indah dan teratur.
Seni bangunan arsitektur: bentuk seni
rupa lain ditemukan dalam bentuk Pyramida yang dibangun dari bahan-bahan batu
dan sebagainya merupakan bentuk yang megah kebesaran bangsa Mesir. Hasil karya
seni rupa tersebut mau memperlihatkan betapa besar pengaruh serta wibawa seorang
kaisar. Hasil karya seni Pyramida itu terdapat pemakaman bagi kaisar-kaisar
Mesir seperti; kaisar Ramses II, Cleopatra dan pembesar lainnya. Selain itu, bentuk
karya seni dalam rupa Spinks yaitu suatu bentuk bangunan dari bahan batu dan
lain-lain yang oleh para seniman arsitektur pada zaman itu dibentuk menyerupai badan
singa (harimau besar atau lodaya) dengan berkepala manusia terhormat atau
kepala seorang tokoh. Makna yang mau ditekankan pada bangunan itu adalah
menggambarkan besarnya kekuasaan seorang Kaisar yang sedang memimpin. Ada juga bentuk karya seni
rupa bangunan Oblinsk, merupakan bangunan kubustis (bentuk bangunan raksasa).
Di atas bangunan Oblinsk berbentuk bujur sangkar yang lebar. Bangunan tersebut
digunakan sebagai tempat ibadat atau pemujaan terhadap Dewaning Ra seperti orang Jepang menyemba Shinto atau dewa
Matahari.[8]
Seni
patung: bentuk seni patung Mesir kuno dikembangkan
untuk merepresentasikan dewa-dewa Mesir kuno, juga para Fir'aun, dalam bentuk
fisik. Aturan-aturan yang sangat ketat diikuti ketika menciptakan karya patung;
patung laki-laki dibuat lebih gelap daripada patung perempuan; dalam patung
berposisi duduk , tangan harus diletakkan pada lutut dan aturan-aturan tertentu
dalam menggambarkan para dewa. Peringkat artistik didasari atas kesesuaian
dengan aturan, dan aturan tersebut diikuti secara ketat selama ribuan tahun,
sehingga penampilan patung tidak banyak berubah kecuali selama periode singkat
semasa pemerintahan Akhenaten dan Nefertiti,
diperbolehkan penggambaran secara naturalistik.[9]
I.2.2.
Di Yunani
Bangsa Yunani adalah bangsa yang
sangat mengutamakan keindahan dalam segala hal. Oleh karen itu, bangsa Yunani
banyak menghasilkan karya-karya seni yang bermutu tinggi terutama pada seni
bangunan dan seni patungannya. Secara garis besar, perkembangan sejarah seni
rupa Yunani dapat dibagi menjadi tiga zaman, yaitu zaman Pra Sejarah Yunani,
zaman tengah Yunani, dan zaman gemilang Yunani. Perkembangan yang sangat
menonjol dalam bidang seni adalah dalam bidang seni bangunan dan seni patung
yang meninggalkan karya-karya yang indah dan bermutu tinggi.
I.2.2.1. Seni Bangunan Yunani
Seni bangunan Yunani memakai teknik
arsitrap, yaitu bangunan yang disangga oleh tiang. Bentuk bangunan khas Yunani
ini terdapat di bukit Acropolis berupa kuil parthenon yang didirikan untuk
menghormati Dewi Pallas Athena dan kuil Erechtheum yang mempunyai jenis tiang
caryatids, yaitu tiang dengan bentuk patung wanita.
Selain
kuil, didirikan juga bangunan profan (bangunan yang bersifat keduniawian), di
atantaranya stadion tempat penyelenggaraan Olympiade, seperti yang terdapat di
bukit Olympus untuk menghormati Dewa Zeus dan
theatron (tempat pertunjukan teater dengan berbentuk kepala kuda).
I.2.2.2. Seni Patung Yunani
Seni
patung Yunani terdiri atas tiga zaman, yaitu zaman Achaea,
zaman Klasik, dan zaman Helenisme. Awal seni patung Yunani dimulai pada zaman Achaea. Pada zaman ini, karya seni patung merupakan
peniruan karya seni dari Mesir. Karya-karya pada zaman ini masih terlihat kaku,
karena pengusungan tekni belum begitu mahir.
Pada
zaman Klasik, pengusungan teknik telah begitu mahir. Zaman ini diwakili dengan
hadirnya seniman mazhab Athis Lama (490 SM-430 SM), yaitu Phidias, Myron, dan
Polyclitus. Kemudian lahirnya mazhab Athis Baru (390 SM-330 SM) ditandai dengan
lahirnya tiga seniman yaitu, Praxiteles, scopas dan Lysippus. Kedua mazhab ini
mempunyai perbedaan-perbedaan: ciri khas mazhab Athis Lama adalah patung yang
dibuat kepalanya lebih kecil dari pada badan yang tinggi dan besar, sedangkan
ciri khas mazhab Baru bersifat realistis, dan selalu menampilkan patung para
tokoh-tokoh terkemuka. Pada zaman Helenisme,
tidak ada lagi kesulitan dalam menguasai batu. Para seniman mulai
mempertunjukkan kebolohannya dalam berkarya sampai akhir gaya
yang aneh-aneh, yaitu gaya
sandiwara atau pathetis[10].
I.2.2.3.
Seni Lukis Yunani
Seni lukis Yunani yang ada, sebagian
besar hanya dapat ditemukan pada benda-benda yang keras, seperti vas bunga,
gerabah dan keramik.[11]
Banyak peninggalan ini terlihat lukisan-lukisan seperti manusia yang sedang
berdi atau kerja lebih dari satu, binatang buas seperti harimau dan singa dan
juga hewan peliharaan seperti domba dan lembu. Dari jenis lukisan ini dapat
mengetahui ketinggian mutu lukisan yang menampilkan cara hidup dan berelasi
dengan lingkungan hidup pada zamannya.
I.2.3.
Di Romawi
Bangsa Romawi mempunyai kepribadian
yang baik dalam perkembagan karya seni rupa karena mereka memang menyenangi
keindahan dan kemegahan yang berdasar dari falsafah hidupnya yang mengautamakan
keduniawian sehingga melahirkan seni bangunan profan (seni bangunan
keduniawian). Sehubungan dengan itu maka lahirlah anti vandalisme (perilaku
rusak yang sudah ada), sehingga karya seni bangsa Yunani yang dikalahkannya
tetap lestari bahkan kemudian dikembangkannya sehingga menemukan gayanya
sendiri, yaitu gaya
bangsa Romawi.
I.2.3.1.
Seni Bangunan Romawi
Banyak
bangunan yang didirikan oleh bangsa Romawi, di antaranya adalah:
- Bangunan Phantheon; bangunan ini memiliki atap kubah 43 m di tempat penyimpanan patung dewa. Atap kubah itu dibuat oleh kaisar Handrianus, sedangkan bagian depan ditambah oleh kaisar Agrifa.
- Bangunan Triumphal Aches (gapura kemenangan), yaitu suatu momen yang khusus dibangun untuk mengabadikan suatu kemenangan. Bentuk gapura ini ada beberapa variasi tergantung pada kebutuhannya (bentuk kemenangan).
- Bangunan Theater Romawi-Amphi Theater (Colosseum), bangunan ini didirikan di lapangan terbuka dan menjadi bangunan untuk memanjakkan kesenangan raja (kaisar) sekaligus sebagai sarana hiburan rakyat Romawi dalam pertunjukan kesatriaan, yang di sebut gladiator (pendekar). Ketika awal perkembangan agama Kristen, colosseum ini pulalah yang menjadi tempat para penganut Kristen dihidangkan pada singa-singa yang buas dan kelaparan untuk menakuti dan mencegah berkembangnya ajran Kristen.
- Bangunan Basilika, yaitu bangunan paling sederhana karena hanya menggunakan kontruksi kayu. Bangunan ini merupakan jenis awal bangunan gereja di Romawi yang kemudian sangat berpengaruh untuk pembuatan bangunan gereja pada masa berikutnya.
- Bangunan Thermae, adalah bangunan profan berupa tempat pemandian umum yang dilengkapi dengan fasilitas tempat pemandian air panas (caldarium), bak pemandian air hangat (tepidarium) dan dingin ( frigidarium).
- Bangunan Aquaduct, yaitu bangunan terowongan air (gorong-gorong saluran air) berawal dari sumber mata air yang sangat jauh melewati bukit, lembah bahkan menerobos pegunungan dan berakhir di istanah kaisar.
I.2.3.2.
Seni Patung Romawi
Seni patung bangsa Romawi, cenderung melanjutkan seni
patung bangsa Yunani, bahkan banyak patung hasil seniman Yunani yang
direproduksi (dibuat ulang) dengan bahan dari pualam, sedangkan originalnya
dari seniman Yunani terbuat dari perunggu. Karya seni rupa Romawi yang paling
menonjol adalah dalam seni patung potret dengan gaya realistis Yunani yang khas Romawi.
Patung-patung yang bergaya realistis itu terungkap dalam patung model para
tokoh seperti kaisar Agustus dari Prima Porta dan kaisar Constantine dari Bizantium.
I.2.3.3.
Seni Lukis Romawi
Seni lukis bangsa Romawi ditemukan pada bekas sisa-sisa
reruntuhan istana atau rumah bangsawan yang terbatas jumlahnya. Bentuk
lukisannya berupa fresco yaitu lukisan dinding atau langit-langit dengan cat
air atas kapur yang masih basah, yang pada wujudnya lebih menyerupai
pemandangan alam secara realistis daripada lukisan hiasan yang merupakan dasar
fresco.[12]
Salah satu bentuk lukisan fresco ditemukan pada Villa Al-Bani, yaitu berupa
lukisan dinding gaya
Romawi dilengkapi dengan pemandangan alam yang realistis. [13]
I.2.4. Perkembangan Seni Rupa
Kalsik Barat (Yunani dan Romawi)
Seni rupa Yunani dan Romawi disebut sebagai seni rupa
kalsik barat karena pada zamannya telah mencapai puncak keemasannya.[14]
Kelahiran Seni Rupa Klasik Barat, berawal di Yunani. Dewa-dewa Yunani dibuat
patung dalam wujud manusia yang sempurna dalam ukuran yang lebih besar.
Proporsi bentuk manusia dan anatominya dijadikan titik tolak perwujudan. Selain
itu, mereka juga membuat patung tokoh-tokoh sejarah, pahlawan, filsuf, dan olah
ragawan. Adapun lukisan-lukisan Yunani banyak ditemukan dalam benda-benda pakai
yang keras, seperti vas bunga, gerabah dan keramik.
Ketika
Iskandar Zulkarnain menguasai Yunani, maka diciptakannya perpaduan seni timur
dan barat dan kemudian diberi nama seni Hellenisme
yang menyeber ke seluruh daerah taklukannya, di antaranya ke India.
Dari tanah India inilah gaya seni hellenisme kemudian sampai ke Indonesia.
I.2.5.
Sejarah Seni Rupa di Indonesia
Pada zaman Animisme tahun 100-san Masehi, terdapat banyak
benda-benda karya seni rupa dari batu-batu kasar, tulang hewan dan kayu seperti
tombak, pentung, landasan, sanggurdi dan lain-lain. Lain dengan hasil karya
pada zaman Dynamisme tahun 200 Masehi, hasil karya seni rupa sudah meningkat.
Pada zaman itu hasil karya seni rupa seperti: keris, tombak, tameng, bokor,
pentung dan lain-lain.
Pada
tahun 400 Masehi di kerajaan Tarumanagara, Jawa Barat, pada waktu raja Prabu
Purnawarman, agamanya Budah Mahayana-Hinayana, ajaran dari seorang Biksu
Tiongkok, Fa Hien. Terdapat karya seni rupa di antaranya “ Batu tulis” dengan
huruf Pallawa yng menerangkan bahwa:
Pada tahun 400 terdapat di situ arah
Bogor-Cisadane Gn. Salak-Gn. Gade-Gn. Pangrango-Ciaruteun ada kerajaan besar
yng menjadi rajanya ialah Maha Prabu Purnawaman. Terdapat pahatan skral yang
merupakan bentuk telapak kedua kaki raja dan kedua kaki gajah putih, kendaraan
raja pada zaman itu (zaman kerajaan Taruma).[15]
Perkembangan selanjutnya bentuk seni rupa sangat besar
sehingga pada tahun 800 (abad ke-8),
terdapat peninggalan dari kerajaan-kerajaan di Indonesia seperti: Candi
Brobudur, dan Mendut. Pala candi-candi lainnya seperti; candi Kalasan, Sewu,
Jago, Prambanan, Jangrang, Seloka. Selain itu terdapat Candi di Dieng, candi
Harjuna, candi Bima, candi Nakula, candi Sadewa dan candi dilengkapi dengan perkakas,
keraton, benda-benda hiasan, pakaian kerajaan, pakaian kerajaan pakaian
keprajuritan, payung Agung keprabonan, dan lain sebagainya. Semua benda seni
rupa dalam candi dibuat dalam konteks ritus keagamaan Hindu-Budha yang
berkembang di Indonesia.
I.3. Cabang-Cabang Seni Rupa
Charles batteaux (1731-1780) seorang
ahli estetika dapat mengelompokan karya seni rupa ke dalam dua kelompok atau
cabang seni;[16]
pertama, seni murni/Fine Art atau
beaux-arts, atau Pure art yaitu karya seni yang menghasilkan estetis belaka
atau karya seni yang tidak memperhatikan unsur praktis. Karya seni rupa murni diciptakan
khusus berdasarkan kreativitas dan ekspresi pribadi pembuatnya. Kedua, seni berguna atau Usefel Art atau
disebut juga seni terapan atau applied art yaitu cabang seni rupa yang mengkhususkan
penciptaannya pada nilai praktis karya yang dihasilkan. Salah satu cabang seni rupa
terapan yaitu desain. Desain merupakan aktivitas seni rupa yang mengutamakan
unsur, guna, ekonomi, promosi dan kebutuhan masyarakat.
I.3.1.
Seni Rupa Murni
Sesuai dengan fungsi dan
pemanfaatannya, hasil karya seni rupa yang digolongkan dalam seni rupa murni
yaitu, seni lukis, seni grafis, seni patung dan seni keramik. Fungsi seni yang
dimaksudkan adalah sebagai pemuas unsur estetik, humanis, dan kebutuhan
ekonomis[17].
I.3.1.1.
Seni Lukis
Seni lukis adalah salah satu cabang dari seni rupa dengan dasar pengertian
yang sama, yaitu sebuah pengembangan yang lebih utuh dari menggambar.
Sedangkan kegiatan melukis biasanya dilihat dari mengolah medium dua dimensi
atau permukaan dari objek tiga dimensi untuk mendapat kesan tertentu. Medium lukisan bisa
berbentuk apa saja, seperti kanvas, kertas, papan, dan bahkan film di dalam fotografi
bisa dianggap sebagai media lukisan. Alat atau sarana yang digunakan juga bisa
bermacam-macam, dengan syarat bisa memberikan imaji tertentu kepada
media yang digunakan[18].
I.3.1.2.
Seni Grafis
Seni grafis merupakan cabang seni
rupa murni yang karyanya berwujud dua dimensi. Proses
pembuatan karyanya menggunakan teknik cetak, biasanya di atas kertas[19].
Poster atau plakat adalah karya seni atau desain grafis yang memuat komposisi
gambar dan huruf di atas kertas berukuran besar. Pengaplikasiannya dengan
ditempel di dinding atau permukaan datar lainnya dengan sifat mencari perhatian
mata sekuat mungkin. Karena itu Poster biasanya dibuat dengan warna-warna
kontras dan kuat.
I.3.1.3.
Seni Patung
Seni patung merupakan cabang seni rupa murni
yang karyanya berbentuk tiga dimensi (panjang, lebat dan tinggi/dalam). Bahan
yang di gunakan untuk membuat patung diantaranya; kayu, batu, atau logam, besi,
emas pasir semen dan lain sebagainya, . Biasanya diciptakan dengan cara
memahat, modeling (misalnya dengan bahan tanah liat) atau kasting (dengan
cetakan). Karya patung yang besar biasa disebut seni monumental. Bentuk karya
patung seringkalai dibuat dengan menyerupai gambar aslinya (naturalistik) dan
bentuk abstrak sesuai dengan apa yang dipikirkan pematung (patung dewa-dewa).
I.3.1.4. Seni Keramik
Seni keramik berwujud tiga dimensi. Seni
keramik digolongkan dalam cabang seni rupa yang
mengolah material keramik untuk membuat karya seni dari yang bersifat
tradisional sampai kontemporer. Keramik dari awal sangat populer dengan fungsinya
sebagai benda dekoratif, sehingga mendefinisikan keramik sebagai suatu hasil
seni dan teknologi untuk menghasilkan barang dari tanah liat yang dibakar,
seperti gerabah, genteng, porselin, dan sebagainya. Selain itu dibedakan pula
kegiatan kriya keramik berdasarkan prinsip fungsionalitas dan produksinya.[20]
I.3.2.
Seni Rupa Terapan
Hasil karya seni rupa yang termasuk
dalam jenis seni rupa terapan ini dibedakan atas beberapa bagian yaitu:
I.3.2.1.
Desain Produk
Desain
produk merupakan suatu kegiatan yang berusaha memecahkan masalah kebutuhan
manusia untuk memperoleh peralatan dan benda yang menunjang kegiatan
sehari-hari. Karya desain produk, di antaranya alat transportasi, alat rumah
tangga, mebel, alat makan, perhiasan, pakaian, sepatu, cindera mata, mainan,
dan kerajinan.
I.3.2.2. Desain Grafis atau Desain
Komunikasi Visual
Desain
grafis merupakan kegiatan yang berusaha untuk memecahkan kebutuhan media
komunikasi masyarakat yang dicetak. Karya desain grafis, di antaranya: buku,
brosur, undangan, majalah, surat
kabar, dan logo perusahan.
I.3.2.3. Desain Arsitek
Desain
arsitek merupakan kegiatan yang berusaha memecahkan kebutuhan dalam masalah
hunian masyarakat yang indah dan nyaman. Karya desain arsitektur di antaranya:
rumah tempat tinggal, perkantoran, sarana rekreasi, dan rumah sakit
I.3.2.4. Desain Interior
Desain
interior merupakan suatu kegiatan yang berusaha memecahkan kebutuhan manusia
untuk mempunyai ruangan yang nyaman dan indah. Karya desain interior di
antaranya: ruangan museum, restoran, hotel, kafe, mesjid gereja dan pusat
hiburan.[21]
I.4. Unsur-Unsur Seni Rupa
Sebuah karya seni rupa tersusun dari paduan berbagai unsur
fisik yang rerlihat, terabah, sekaligus memberi kesan tertentu kepada
penikmatnya. Oleh karena itu karya seni rupa dapat dinikmati karena adanya
unsur-unsur yang membentuknya menjadi satu karya yang berguna[22].
I.5. Media
Seni Rupa
Yang dimaksud dengan media seni
adalah materi atau bahan dan peralatan yang digunakan dalam membentuk atau
menggubah suatu karya seni.
I.5.1. Media Dasar
Yang dimaksud dengan media dasar
adalah materi atau bahan yang menjadi wujud atau bentuk karya seni, yang tampak
atau terdengar. Media yang sering digunakan dalam membuat karya seni rupa
antara lain; kertas, kanvas, kain, benang, kulit, kayu, tripleks, bambu, tanah
liat, gibs, semen, lilin, plastik, batu, logam, gading, dan lain sebagainya.
I.5.2. Media Peralatan
Peralatan adalah benda khusus yang
digunakan dalam proses pembuatan karya seni, baik yang tidak habis terpakai
maupun yang habis terpakai karena menjadi bagian dari karya seni. Antara lain:
pensil, konte, krayon, cat air, cat minyak, cat poster, akrilik, mata pena,
kuas, semprotan, pisau dan piring palet, kamera foto, klise, gunting, pahat,
pisau, gergaji, obeng, kunci pas tang, bor, serut, martil, peralatan tata rias
dan busana, dan lain sebagainya.[23]
I.6. Fungsi Seni Rupa dalam agama
- Fungsi seni ialah membawa penikmat mencapai keadaan jiwa yang damai dan menyatu dengan keabadian dari Yang Abadi.
- Fungsi seni sebagai pembebasan jiwa dari alam benda melalui sesuatu yang berasal dari alam benda itu sendiri. Misalnya suara, bunyi-bunyian, gambar, lukisan dan kata-kata.
- Fungsi seni yang lain ialah, untuk menyampaikan hikmah, yaitu kearifan yang dapat membantu kita bersikap adil dan benar terhadap Tuhan, sesama manusia, lingkungan sosial, alam tempat kita hidup dan diri kita sendiri.
- Seni juga berfungsi sebagai sarana efektif untuk menyebarkan gagasan, pengetahuan, informasi yang berguna bagi kehidupan beragama, pengetahuan dan informasi, sejarah peradaban, geografi, hukum, politik, ekonomi.
- Karya seni juga dicipta untuk menyampaikan puji-pujian kepada Yang Satu, Sang Pencipta. Dari fungsi seni ini, agama merupakan medan yang tepat untuk kedudukan karya seni rupa sebagai ekspresi iman manusia kepada Tuhan. Manusia sadar bahwa hubungan insani dan rohani harus dijembatani dan dihadirkan melalui peran seni, maka fungsi dan peran seni adalah menyatakan dan menghadirkan yang transenden kedalam tingkat pemahaman indra manusia. Tuhan digambarkan dan melaluinya segala puji-pujian di panjatkan kepada kehadiran-Nya.
I.7. Jejak-Jejak Seni Rupa Dalam Agama Purba Dan Agama Wahyu
I.7.1. Keyakinan keagamaan masyarakat purba dilihat sebagai
dasar asal-usul seni
Bentuk kepercayaan agama
purba adalah tentang animisme dan dinamisme. Suatu keyakinan dasar tentang
adanya yang rohani selain insani dalam alam semesta, dan yang rohani itu
memiliki kekuatan yang lebih tinggi. Binatang buas, pohon besar, batu, sungai,
gunung dan hal-hal yang besar dan kuat itu tidak lain suatu manisfestasi dari
yang rohani itu. Dengan demikian saat itu mereka mulai menciptakan karya seni
rupa seperti melukis/menggambar binatang yang bertanduk, pohon, batu air dan
lain-lain untuk menunjukkan adanya kekuatan itu[24].
Ada tiga sifat
mendasar yang diyakini masyarakat purba dalam berelasi dengan makhluk yang
rohani: pertama dalam diri yang rohani, ada satu kekuatan yang bersifat baik
dan menghidupkan. Kedua, sebaliknya ada satu kekuatan yang bersifat jahat dan
bisa mematikan/membinasakan. Ketiga, ada
kekuatan yang baik tetapi bisa menjadi jahat, atau sebaliknya yang jahat
bisa menjadi baik tergantung relasi manusia terhadapnya.
Dari ketiga kekuatan supra natural ini dipahami bahwa
makhluk yang bersifat baik dan menghidupkan itu diberi tempat dan
disembah/dihormati. Sementara makhluk yang bersifat jahat, harus dihindari atau
diatasi dengan menggunakan kekuatan yang baik itu. Unsur yang ketiga ini
merupakan bentuk aturannya dalam menjaga keseimbangan berelasi dengan hal-hal
rohani[25].
Keseimbangan perlu dijaga melalui aturan atas hal-hal yang dianggap, tabuh, tempat pemali, keramat, kudus atau sakral. Hal-hal yang digambarkan dalam
istilah ini perlu dimasuki/dihubungi dengan satu ritus keagamaan karena
memiliki kekuatan magis. Karya seni rupa seperti patung, lukisan/gambar yang
dibuat dalam bentuk apapun dilihat sebagai simbol-simbol yang merepresentasikan
roh-roh yang ada. Oleh karena itu simbol-simbol itu sendiri terkandung
unsur-unsur magis. Misalnya, lukisan-lukisan di tempat yang gelap/goa, rupanya
dibuat sebagi penangkal dan pengusir roh jahat. Dan memang seni rupa memegang
peranan penting dalam membangun kepercayaan magis manusia purba[26].
Salah satu
contoh bentuk lukisan hewan (kuda) yang terdapat dalam gua, menjadi bahan
penelitian para arkeolog dan ilmuan.
I.7.1.1. Pemahaman Seni
sakral dalam agama purba
Filsafat memandang seni bukan hanya sekadar pada segi
keterampilan, teknik atau bagaimana permainan emosi itu menjadi serba mungkin
dalam penciptaan estetik. Lebih tepat seni dilihat sebagai sebuah pola atau
“modus pemikiran/hayalan,” tentang sesuatu yang meta inderawi. Seni adalah azas
perwujudan dalam bentuk yang dapat dipahami oleh indera terkait dengan
ketepatan pemahaman, karena itu seni tradisional memiliki kaidah yang
menerapkan hukum kosmis dan universal. Dibalik aspek lahiriahnya yang umum,
tersingkaplah pola peradaban tentang aspek batinia atau rohani
Seni sakral adalah, satu bentuk pengejawantahan seni
yang berkorelasi dengan alam rohani sehingga disebut sakral/kudus. Tentang alam
roh telah diberikan penjelasan filosofi dalam kaitannya dengan alam insani, “kehidupan
di alam dunia ini merupakan bayangan dari kehidupan yang sesungguhnya yang ada
di alam atas (dunia ide-ide =Plato). Kehidupan di alam semesta ini terdiri dari
tiga tatanan wujud: (1) Alam roh, yang terdiri dari dua lapis yaitu alam
ketuhanan dan alam kalbu/alam roh dari makhluk-makhluk. (2) alam khayal (alam
imajinasi) manusia dan (3) alam jasmani atau disebut penampakan lahiria. Alam khayal
merupakan perantara atau penghubung
antara alam roh dan alam jasmani. Pemahaman makna seni dalam arti ini
merupakan karya imajinatif yang berperan sebagai penghubung antara rohani dan
insani. Maka, seni yang digunakan dalam ritus penyembahan agama purba atas
roh-roh/dewa-dewi sifatnya sakral. Sebab seni tradisional yang sakral, dapat memberi
adanya hubungan simbolis yang memadai antara tatanan Ilahi dan tatanan kosmik
di satu pihak, dan tatanan manusiawi dan artistik di pihak lain. Seni sakral tradisional
dalam arti yang luas mencakup segala sesuatu yang termasuk dalam bidang ritual.
Karena itu, seniman tradisional tidak membatasi dirinya hanya pada meniru alam,
melainkan “meniru alam dalam konteks penghayatan terhadap yang ilahi.
I.7.2. Perkembangan Seni rupa
dari agama purba/tradisional ke dalam Agama Wahyu
Agama Yahudi, Kristen dan
Islam, adalah tiga agama monoteisme atas dasar Wahyu Allah yang berkembang di
Timur Tengah. Ketiga agama ini sangat menekankan Keluhuran Allah Yang Maha Esa,
Sang Pencipta langit dan Bumi. Konsekuensinya, segalah bentuk penyembahan atas
dewa-dewi dan roh-roh alam harus disingkirkan. Semua hasil karya seni rupa
dalam bentuk patung dan lukisan apapun bentuknya dilenyapkan sebagai bentuk
penolakan atas adanya dewa/dewi disamping Allah (Kel. 20:3-6). Maka,
perkembangan seni rupa dalam kebudayaan Yahudi mulai menurun, walaupun masih
ada perhiasan tempat-tempat ibadat suci, kaligrafi dan keindahan pakaian
sehari-hari, pakaian kenegaraan, pakaian peribadatan dan alat-alat ibadat suci[27].
Perkembangan
selanjutnya, keberadaan karya seni rupa dalam kebudayan Yahudi muncul kembali
dengan pemahaman yang baru melalui peristiwa pembuangan Babilonia. Peristiwa
pembuangan menjadi masa pencerahan, bangsa Yahudi merefleksikan karya seni yang
profan dan bernuansa agama tradisional bangsa asing (Helenis) ke dalam pemahaman
agama Wahyu. Kesadaran baru ini menunjukkan bahwa keterlibatan Allah tidak
terlepas dalam sejarah manusia. Maka, hal ini membuka peluang bagi pengharapan
terhadap karya seni rupa sebagai sarana pemujaan kepada Allah[28].
Bait Allah menjadi pusat perhatian karya seni rupa untuk menampilkan takhta dan
kehadiran Allah. Raja Salomo menjadi tokoh kepercayaan Allah untuk mendirikan
Bait Allah dengan segala perabotnya [29].
Iman
kepercayaan akan Allah yang dihayati dalam agama Yahudi mendapat dimensi baru
di dalam Kekristenan yang berpangkap pada peristiwa Yesus Kristus. Karya seni
rupa dalam lingkungan Kekristenan mulai mendapat tempat sebagai bentuk
pengekspresian iman akan Yesus Kristus.
Bentuk-bentuk seni Kekristenana awal nampak seperti; seni patung,
lukisan pada dinding goa, pahatan pada tempat pemakaman dan sarkofag (batu
cekung tempat jenazah). Semuanya itu dipahami sebagai simbol pengungkapan iman,
harap dan kasih kepada Kristus dan sesama.
Setelah melewati masa penganiayaan kaisar
Romawi, para seniman Kristen dengan tekun mengembangkan seni rupa yang semakin
gemilang, dalam bentuk arsitektur bangunan gereja, lukisan, mosaik, ukiran,
patung yang bernuansa agama Kristen[30].
Kegemilangan seni Kekristenan kemudian berujung pada persoalan tentang
ikon-ikon (gambar-gambar kudus), dikenal dengan istilah ikonoklasme (aliran
anti seni kudus). Peristiwa ini tidak membuat Gereja membuang peran seni rupa,
tetapi tetap mempertahankannya sebagai ungkapan iman, dan hormat terhadap Tokoh
yang digambarkan dalam bentuk seni rupa.
Dalam peraktek penggunaan karya
seni rupa, terdapat perbedaan besar antara agama Kristen dengan agama
tradisional/purba. Agama purba benar-benar melihat karya seni rupa itu dalam
dirinya terdapat kekuatan gaib sehingga, mereka melakukan praktek penyembahan. Akan tetapi, dalam agama
Kristen (Katolik), tidak menyembah karya seni itu dalam dirinya, tetapi diberi
hormat karya itu sebagai seni kudus dan mengarahkan hati pikiran dan iman yang
besar kepada kehadiran Sang Ilahi dibalik seni kudus itu sendiri.
Seni Suci dalam Ungkapan
Iman Gereja
Perkembangan seni suci terlihat
sebagai tiga lingkaran konsentris yaitu: pertama, ada lingkaran terluar, yang
memiliki lingkar terbesar yang mengelilingi
dua lingkaran dalam, yang dikenal dengan seni Kristen. Kedua, lingkaran berikutnya atau lingkaran tengah,
dikenal dengan seni Agama. Dan
lingkaran paling terdalam atau peran inti dalam penghayatan iman liturgi dari
agama adalah seni Gereja atau seni suci/kudus[31].
II.5.2.1.1.
Lingkaran Luar: Seni Kristen
Lingkaran luar adalah seni Kristen,
yang timbul dari akar budaya setempat menjadi seni Kristen oleh mereka yang
dibaptis dalam agama Kristen. Dengan kata lain, semua bentuk karya seni itu berasal
dari budaya yang bersifat profan yang diberi bobot dan pemaknaan baru sesuai
iman Kristen. Pada saat inilah seni berperan untuk melukiskan keyakinan agama
Kristen sehingga terbentuk karakter seni Kristen.
Proses pemaknaan seni rupa atas iman
Kristen mulai saat ini. Dengan demikian kita mengenal apa yang disebut
inkulturasi yaitu unsur-unsur budaya diberi makna / simbol ungkapan iman
Kekristenan. Dalam seni rupa dikenal pada awal Kekristenan terutama dalam
Gereja di bawah tanah (katakombe), mereka berkumpul berdoa dan memecahkan roti
untuk mengenangkan wafat Kristus. Pada saat itu orang Kristen awal mulai
menggambar dan melukis/memahat simbol-simbol iman Kristen[32].
Karya seni suci dalam bentuk gambar dan lukisan itu masih bersifat pengungkapan
iman dan harapan iman. Perkembangan selanjutnya sebutan seni Kristen otentik baru
muncul pada akhir abad ke-3, sesuai dengan inspirasi pada iman yang benar,
yaitu seni yang sungguh-sungguh mengekspresikan ajaran iman dan moral Kristen.[33]
II.5.2.1.2.
Lingkaran Tengah: Seni Agama
Seni agama merupakan kekhususan dari
seni Kristen atau bersentuhan dengan ajaran dan moral agama. Seni agama dapat
dipengaruhi oleh wahyu, sehingga para seniman sendiri mengekpresikan karya
seninya sesuai iman dan moral Kristen yang benar. Para
seniman diberi kebebasan sepenuhnya untuk mengekpresikan karya seni yang sesuai
dengan peristiwa cerita Kitab Suci tentang pewahyuan diri Allah. Semua karya-karya visual yang dibuat sebagai usaha untuk
menggambarkan, menunjang dan melukiskan dalam bentuk yang bisa dicerna oleh
indera manusia. Hal ini termasuk karya ukir, lukisan, mosaik, karya logam,
jahitan dan bahkan karya arsitektur yang istimewa. Peran seni terletak pada
penemuan bentuk baru dan inklusif penggambaran karakteristik seni agama.
Karakteristik seni agama itu adalah semua karya seni yang menampilkan
peristiwa-peristiwa suci dari agama tersebut. Dalam
agama Kristen Kitab Suci dan Tradisi Gereja adalah penceritaan tentang
peristiwa suci antara Sang Ilhai dengan manusia [34]
Perkembangan seni Agama akhirnya menemukan bentuk kekhususannya pada saat Gereja mengeluarkan
larangan pada tahun 1530-an dan berujung pada Konsili Trente
tahun 1563, yaitu tekanan Gereja untuk membatasi seni suci. Alasan dasar
pembatasan itu karena seni suci mulai kehilangan maknanya, mengarah pada
profanisasi seni suci. Pembatasan ini menunjukkan
bahwa Gereja mulai menentukan seni yang layak digunakan dalam liturgi sebagai
seni kudus/suci.
II.5.2.1.3.
Lingkaran Pusat: Seni Gereja atau Seni
Suci
Seni ini lebih khusus pada pelayanan
resmi ajaran Gereja dan dipandang sebagai kudus dan suci dalam liturgi.
Kekudusan itu terletak pada perannya dalam menghiasi rumah Allah dan mezba
Kurban Ekaristi. Yang dapat memperindah ruangan interior gereja, kapel,
tabernakel serta perancangan langit-langit yang mensimbolkan kemuliaan Allah
dari tempat tinggi.[35]
Lebih tepatnya seni suci berperan untuk melengkapi dan memenuhi misteri suci
Ekaristi, pengajaran iman, dan pengembangan iman umat. Menurut Kardinal
Faulhaber dalam khotbanya pada malam tahun baru 1929:
Seni ini bekerja pada dan di
tempat kudus dan mengungkapkan pikiran keagamaan. Seni Gereja tumbuh subur di
dalam rumah Allah dan memelihara diri pada semangat dan kehidupan aturan
Gereja. [36]
Penegasan ini menunjukkan bahwa seni
kudus layak dan pantas ditempatkan dalam Gereja untuk menghiasai rumah Allah
serta menjadi inti pengungkapan keyakinan iman. Jadi, seni suci adalah atribut
Gereja yang tepat untuk memenuhi tuntutan iman dan pelayanan misteri ilahi,
oleh karena itu dilindungi aturan Gereja.[37]
Kesimpulan
Arti kata seni yang sesuai dengan asal katanya art (Ingris) yang semula dari perkataan ars (latin), dapat diartikan sebagai
kemahiran dalam membuat barang-barang atau mengerjakan sesuatu. William
Flemming pernah menegaskan bahwa seni dalam arti yang paling mendasar berarti
suatu kemahiran atau kemampuan dalam mengerjakan sesuatu menjadi indah sehingga
menghasilkan nilai guna yang tinggi.
Sementara seni rupa merupakan cabang seni yang keindahan
karyanya dapat dirasakan dengan pengamatan. Wujud dari seni rupa dibagi atas
dua yaitu karya seni yang memiliki tiga dimensi dan dua dimensi. Berdasarkan
tujuan penciptaannya, seni rupa dapat dibagi menjadi dua cabang yaitu seni rupa
murni (fine art/pure art) dan seni rupa terapan (applied art).[38]
Dari kedua cabang ini seni rupa memiliki beberapa fungsinya yaitu fungsi
sosial, fisik, estetis, dan ekonomi. Sementara unsur pembentuk hasil karya seni
rupa terdiri atas: gatis, raut warna, tekstur, ruang, dan unsur gelap-terang.
Selain itu, berbagai peralatan yang digunakan untuk membentuk karya seni rupa
disebut media/medium seni rupa, yang terdiri atas
media dasar dan media peralatan.
Dalam sejarah perkembagan karya seni
rupa di Mesir, Yunani, Romawi dan di Indonesia, dilihat bahwa bentuk
seni rupa yang dikerjakan memiliki makna religius dan antropologis. Dalam arti
bahwa penciptaan seni rupa dalam bentuk gedung, patung dan lukisan ditujukkan
untuk menghadirkan dan menyembah hal yang adikodrati/yang ilahi (makna
religius). Selain itu, karya seni dibuat semata-mata untuk menggambarkan satu
kekuasaan dan kewibahwaan sang pemimpin atau tokoh tertentu, serta menunjukkan
kejayaan kerajaan tersebut.
Dalam jejak-jejak perkembangan agama
purba dan wahyu terlihat, bagaimana seni itu berkaitan dengan keyakinan agama.
Seni muncul sebagai akibat dari keyakinan agama purba yang giat/mematung
melukisa binatang/benda-benda sebagai manisfestasi dari roh. Melalui pewahyuan
diri Allah mengakibatkan semua seni yang berkembang dalam agama purba
dihancurkan dalam kebudayaan Yahudi. Akan tetapi kini muncul kemabali benih
timbulnya seni dalam liturgi yaitu sebagai sarana kehadiran kemuliaan dan
berbakti manusia kepada Allah. Agama Kristen
adalah pewaris dan pengembang seni agama yang kuat, dalam melukiskan agama dan
identitas orang Kristen dan keyakinannya kepada Allah melalui Kristus Putra-Nya,
menghormati Bunda Maria, dan semua orang kudus. Agama Kristen menerapkan sistem
seni yang akurat dalam peradaban manusia dan keagamaan Kristen. Oleh karena
itu, peran seni dalam kegiatan liturgi Kekristenan menjadi penting, sehingga
dalam bab II penulis akan menjelaskannya
secara khusus.
Bagian Bab I
I.2.1.1.
Di Mesir
Di Mesir jika ditinjau dari zaman
4000 SM, bentuk hasil karya seni rupa yang ditemukan seperti, seni bendungan
irigasi, seni bangunan, dan seni pematungan[39].
Khususnya seni pematungan Mesir kuno dikembangkan untuk
merepresentasikan dewa-dewa Mesir kuno, juga para Fir'aun, dalam bentuk fisik.
Aturan-aturan yang sangat ketat diikuti ketika menciptakan karya patung; patung
laki-laki dibuat lebih gelap daripada patung perempuan; dalam patung berposisi
duduk , tangan harus diletakkan pada lutut dan aturan-aturan agama dalam
menggambarkan para dewa. Peringkat artistik didasari atas kesesuaian dengan
aturan agama, dan aturan tersebut diikuti secara ketat selama ribuan tahun,
sehingga penampilan patung tidak banyak berubah kecuali selama periode singkat
semasa pemerintahan Akhenaten dan Nefertiti,
diperbolehkan penggambaran secara naturalistik.[40]
I.2.1.2.
Di Yunani
Seni bangunan Yunani memakai teknik
arsitrap, yaitu bangunan yang disangga oleh tiang. Bentuk bangunan khas Yunani
ini terdapat di bukit Acropolis berupa kuil parthenon yang didirikan untuk
menghormati Dewi Pallas Athena dan kuil Erechtheum yang mempunyai jenis tiang
caryatids, yaitu tiang dengan bentuk patung wanita.
Pada
zaman Klasik, pengusungan teknik telah begitu mahir. Zaman ini diwakili dengan
hadirnya seniman mazhab Athis Lama (490 SM-430 SM), yaitu Phidias, Myron, dan
Polyclitus. Kemudian lahirnya mazhab Athis Baru (390 SM-330 SM) ditandai dengan
lahirnya tiga seniman yaitu, Praxiteles, scopas dan Lysippus. Kedua mazhab ini
mempunyai perbedaan-perbedaan: ciri khas mazhab Athis Lama adalah patung yang
dibuat kepalanya lebih kecil dari pada badan yang tinggi dan besar, sedangkan
ciri khas mazhab Baru bersifat realistis, dan selalu menampilkan patung para
tokoh-tokoh terkemuka. Pada zaman
Helenisme, tidak ada lagi kesulitan dalam menguasai batu. Para seniman mulai
mempertunjukkan kebolohannya dalam berkarya sampai akhir gaya
yang aneh-aneh, yaitu gaya
sandiwara atau pathetis[41].
Seni lukis Yunani yang ada, sebagian
besar hanya dapat ditemukan pada benda-benda yang keras, seperti vas bunga,
gerabah dan keramik.[42]
Banyak peninggalan ini terlihat lukisan-lukisan seperti manusia yang sedang
berdi atau kerja lebih dari satu, binatang buas seperti harimau dan singa dan
juga hewan peliharaan seperti domba dan lembu. Dari jenis lukisan ini dapat
mengetahui ketinggian mutu lukisan yang menampilkan cara hidup dan berelasi
dengan lingkungan hidup pada zamannya.
I.2.1.3.
Di Romawi
Seni patung bangsa Romawi, cenderung melanjutkan seni
patung bangsa Yunani, bahkan banyak patung hasil seniman Yunani yang
direproduksi (dibuat ulang) dengan bahan dari pualam, sedangkan originalnya
dari seniman Yunani terbuat dari perunggu. Karya seni rupa Romawi yang paling
menonjol adalah dalam seni patung potret dengan gaya realistis Yunani yang khas Romawi.
Patung-patung yang bergaya realistis itu terungkap dalam patung model para
tokoh seperti kaisar Agustus dari Prima Porta dan kaisar Constantine dari Bizantium.
Seni lukis bangsa Romawi ditemukan pada bekas sisa-sisa
reruntuhan istana atau rumah bangsawan yang terbatas jumlahnya. Bentuk
lukisannya berupa fresco yaitu lukisan dinding atau langit-langit dengan cat
air atas kapur yang masih basah, yang pada wujudnya lebih menyerupai
pemandangan alam secara realistis daripada lukisan hiasan yang merupakan dasar
fresco.[43]
Salah satu bentuk lukisan fresco ditemukan pada Villa Al-Bani, yaitu berupa
lukisan dinding gaya
Romawi dilengkapi dengan pemandangan alam yang realistis. [44]
I.2.1.4.
Di Indonesia
Pada zaman Animisme tahun 100-san Masehi, terdapat banyak
benda-benda karya seni rupa dari batu-batu kasar, tulang hewan dan kayu seperti
tombak, pentung, landasan, sanggurdi dan lain-lain. Lain dengan hasil karya
pada zaman Dynamisme tahun 200 Masehi, hasil karya seni rupa sudah meningkat.
Pada zaman itu hasil karya seni rupa seperti: keris, tombak, tameng, bokor,
pentung dan lain-lain dilihat sebagai benda-benda sakti, sakral dan gaib.
Pada
tahun 400 Masehi di kerajaan Tarumanagara, Jawa Barat, pada waktu raja Prabu
Purnawarman, agamanya Budah Mahayana-Hinayana, ajaran dari seorang Biksu
Tiongkok, Fa Hien. Terdapat karya seni rupa di antaranya “ Batu tulis” dengan
huruf Pallawa yng menerangkan bahwa:
Pada tahun 400 terdapat di situ arah
Bogor-Cisadane Gn. Salak-Gn. Gade-Gn. Pangrango-Ciaruteun ada kerajaan besar
yng menjadi rajanya ialah Maha Prabu Purnawaman. Terdapat pahatan skral yang
merupakan bentuk telapak kedua kaki raja dan kedua kaki gajah putih, kendaraan
raja pada zaman itu (zaman kerajaan Taruma).[45]
Perkembangan selanjutnya bentuk seni rupa sangat besar
sehingga pada tahun 800 (abad ke-8),
terdapat peninggalan dari kerajaan-kerajaan di Indonesia seperti: Candi
Brobudur, dan Mendut. Pala candi-candi lainnya seperti; candi Kalasan, Sewu,
Jago, Prambanan, Jangrang, Seloka. Selain itu terdapat Candi di Dieng, candi
Harjuna, candi Bima, candi Nakula, candi Sadewa dan candi dilengkapi dengan perkakas,
keraton, benda-benda hiasan, pakaian kerajaan, pakaian kerajaan pakaian
keprajuritan, payung Agung keprabonan, dan lain sebagainya. Semua benda seni
rupa dalam candi dibuat dalam konteks ritus keagamaan Hindu-Budha yang
berkembang di Indonesia.
[1]Vince Adi Gunawan, Kebebasan Seni, (Ende-Flores: Percetakan Arnoldus, 1998), hlm.
11-12.
[2]Berdasarkan media penyampaiannya, seni dapat
dibagi menjadi lima
macam:
Seni Rupa adalah karya seni yang dapat disampaikan dengan media visual,
misalnya lukisan, patung seni ukir, bangunan dan lain-lain. Seni Musik adalah karya seni yang
disampaikan dengan media suara. Seni Tari adalah karya seni yang disampaikan
dengan gerak Seni Teater adalah
bentuk seni pertunjukan yang berhubungan dengan kisah kehidupan manusia. Seni Sastra adalah karya seni yang
disampaikan dengan media bahasa/tulisan; puisi, prosa dan lain-lain. Bdk., Tim Widya Gamma, Seni Budaya dan Keterampilan untuk SMA/MA Kelas X, (Bandung: Yrama Widya,
2010), hlm. 4. Bdk. pula dengan Drs.
Yayat Nursantara, Seni Budaya Untuk SMA
Kelas X, (Jakarta:
Erlangga, 2007), hlm. 21.
[3]Thomas B. Ataladjar, “Seni”, dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia,
Jilid 14 QRS-SE (Jakarta;
PT. Delta Pamungkas, 2004).
[4]Secara etimologi kata Seni berasal dari bahasa
Sanskerta yaitu cilpa. Cilpa
merupakan kata sifat yang berarti berwarna, dan kata jadiannya su-cilpa berarti dilengkapi dengan
bentuk-bentuk yang indah atau dihiasi dengan indah. Sebagai kata benda cilpa
berarti pewarnaan, yang kemudian berkembang menjadi segala macam kekriaan yang
artistik. Dalam bahasa Latin pada abad pertengahan, terdapat istilah-istilah ars, artes, dan artista. Ars adalah teknik atau craftsmanship, yaitu ketangkasan dan kemahiran dalam mengerjakan
sesuatu; adapun artes berarti kelompok orang-orang yang memiliki ketangkasan
atau kemahiran; dan artista adalah anggota yang ada di dalam kelompok-kelompok
itu. Pengertian seni menunjuk pada arti kata art yang berarti “ketrampilan, cara, atau metode untuk
mengekspresikan berbagai pengalaman hidup manusia ke dalam bentuk yang
material. Sementara para seniman adalah pendongeng, yang memanfaatkan kebenaran
sekaligus fiksi, melalui sarana cat, perunggu, film fotografis dan material
lain untuk menafsirkan dan mengilustrasikan perasaan serta gagasannya. Jadi seni
adalah satu ekspresi jiwa manusia (si seniman) atas kenyataan hidupnya dalam
bentuk/rupa yang indah dan haromonis agar dapat mempengaruhi perasaan orang
lain untuk menikmati keindahannya. Di samping seni sebagai yang mengandung
unsur keindahan, seni juga dapat memiliki tujuannya yaitu menjelaskan sesuatu
objek, ide, gagasan atau perasaan tertentu kepada orang lain secara menarik.
Bdk., Heuken A. SJ. Ensiklopedi Gereja Jilid VII, (Cipta Loka Caraka: Jakarta, 2005). Bdk. juga,
“Seni” dalam, Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 14, (Jakarta: PT. Delta
Pamungkas, 2004).
[5] Drs. Yayat Nursantara, Seni Budaya Untuk SMA Kelas X, (Jakarta: Erlangga, 2007),
hlm. 1.
[6] Ibid.
[7] Drs
Peter Salim & Yenny Salim, Kamus
Bahasa Indonesia
Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 1991).
[8]Dana Marjono dan Drs.
Suyatno, Pendidikan Seni Rupa untuk SMP
Kelas II Semester 3 dan 4 (Bandung: Ganeca Exact, 1986), hlm. 11-12.
[9]Prasejarah http://id.wikipedia.org/wiki/Seni Patung Mesir (disadur, Kamis, 12 Agustus, 2010).
[10]Yuyus Suherman, dkk, Seni Budaya Untuk Sekolah Menengah Kejuruan. Jlid 1, (Bandung: Grafindo Media
Pratama, 2007), hlm. 49-50.
[11]Secara historis,
seni lukis sangat terkait dengan gambar. Peninggalan-peninggalan prasejarah memperlihatkan
bahwa sejak ribuan tahun yang lalu, nenek moyang manusia telah
mulai membuat gambar pada dinding-dinding gua untuk mencitrakan
bagian-bagian penting dari kehidupan. Sebuah lukisan atau gambar bisa dibuat
hanya dengan menggunakan materi yang sederhana seperti arang, kapur, atau bahan
lainnya. Salah satu teknik terkenal gambar prasejarah yang dilakukan
orang-orang gua adalah dengan menempelkan tangan di dinding
gua, lalu menyemburnya dengan kunyahan dedaunan atau batu mineral berwarna.
Hasilnya adalah jiplakan tangan berwana-warni di dinding-dinding gua yang masih bisa dilihat
hingga saat ini. Kemudahan ini memungkinkan gambar (dan selanjutnya lukisan)
untuk berkembang lebih cepat daripada cabang seni rupa lain seperti seni patung
dan seni keramik. Objek yang sering muncul
dalam karya-karya purbakala adalah manusia, binatang, dan
objek-objek alam lain seperti pohon, bukit, gunung, sungai, dan laut. Bentuk dari objek yang digambar
tidak selalu serupa dengan aslinya. Ini disebut citra dan itu sangat
dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis terhadap objeknya. Misalnya, gambar
seekor banteng
dibuat dengan proporsi
tanduk yang luar biasa besar dibandingkan dengan ukuran tanduk asli.
Pencitraan ini dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis yang menganggap tanduk
adalah bagian paling mengesankan dari seekor banteng. Karena itu, citra
mengenai satu macam objek menjadi berbeda-beda tergantung dari pemahaman budaya masyarakat
di daerahnya. Pada satu titik, ada orang-orang tertentu dalam satu kelompok
masyarakat prasejarah yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk
menggambar daripada mencari makanan. Mereka mulai mahir membuat gambar dan mulai
menemukan bahwa bentuk dan susunan rupa tertentu, bila diatur sedemikian rupa,
akan nampak lebih menarik untuk dilihat daripada biasanya. Mereka mulai
menemukan semacam cita-rasa keindahan dalam kegiatannya dan terus melakukan hal
itu sehingga mereka menjadi semakin ahli. Mereka adalah seniman-seniman
yang pertama di muka bumi
dan pada saat itulah kegiatan menggambar dan melukis mulai condong menjadi
kegiatan yang mengesankan.
[13] Seni lukis zaman klasik kebanyakan dimaksudkan untuk tujuan:
Mistisme (sebagai akibat belum berkembangnya agama) dan Propaganda (sebagai contoh grafiti di reruntuhan kota Pompeii). Di zaman ini lukisan dimaksudkan untuk meniru semirip mungkin bentuk-bentuk yang ada di alam. Hal ini sebagai akibat berkembangnya ilmu pengetahuan dan dimulainya kesadaran bahwa seni lukis mampu berkomunikasi lebih baik daripada kata-kata dalam banyak hal. http://id.wikipedia.org/wiki/Seni_lukis. I Zaman prasejarah, (Disadur, Kamis, 12 Agustus, 2010).
[14]Perkembangan karya seni rupa pada zaman Renaissance, berawal dari kota Firence. Setelah kekalahan dari Turki, banyak sekali ilmuwan dan budayawan (termasuk pelukis) yang menyingkir dari Binzantium menuju daerah semenanjung Italia sekarang. Dukungan dari keluarga deMedici yang menguasai kota Firenze terhadap ilmu pengetahuan modern dan seni membuat sinergi keduanya menghasilkan banyak sumbangan terhadap kebudayaan baru Eropa. Seni rupa menemukan jiwa barunya dalam kelahiran kembali seni zaman klasik. Sains di kota ini tidak lagi dianggap sihir, namun sebagai alat baru untuk merebut kembali kekuasaan yang dirampas oleh Turki. Pada akhirnya, pengaruh seni di kota Firenze menyebar ke seluruh Eropa hingga Eropa Timur.
Tokoh yang banyak dikenal dari masa ini adalah: Tomassi, Donatello,
Leonardo da Vinci, Michaelangelo dan Raphael.
[15]Bdk.
Dana Marjono dan Drs.
Suyatno, Pendidikan Seni Rupa untuk SMP
Kelas II Semester 3 dan 4 (Bandung: Ganeca Exact, 1986), hlm. 13.
[16]Bdk,
Jacobus Renjaan, Tata
Ruang Ibadat Yang Ekspresif, Skripsi (Pineleng: STF-SP, 1995), hlm. 4-5.
[17] Setiap karya seni diciptakan dengan
fungsinya masing-masing, secara khusus dalam seni rupa juga memiliki fungsinya
tersendiri. Ada
beberapa fungsi yang dapat disebutkan sebagai berikut: Fungsi Sossial, diciptakan untuk para pengamat, jadi seniman dalam
penciptaannya mengharapkan jawaban sosial (social respon) dari masyarakat/pengamat.
Fungsi Fisik, hasil karya dan kreasi
seni rupa berupa obyek-obyek yang berfungsi sebagai pengisi ,alat pemuas’ dalam
kehidupan manusia. Fungsi Estetis,
hasil seni rupa merupakan bentuk-bentuk yang estetis/indah dan dibuat secara
sadar untuk memuaskan kebutuhan rohani (non fisik), karena tidak puas hanya
dengan bentuk fisik yang fungsional saja. Fungsi
ekonomi, akibat perkembangan aspek ekonomi yang telah memasuki dunia seni
rupa, maka perkembangan seni rupa juga ada yang menitik beratkan pada keuntungan.
[18]Ada beberapa aliran dalam karya seni lukis yaitu:
Pertama, Surrealisme,lukisan
dengan aliran ini kebanyakan menyerupai bentuk-bentuk yang sering ditemui di
dalam mimpi. Kedua, Kubisme, Adalah aliran yang cenderung melakukan usaha abstraksi terhadap
objek ke dalam bentuk-bentuk geometri untuk mendapatkan sensasi tertentu. Ketiga, Romantisme, aliran
ini berusaha membangkitkan kenangan romantis dan keindahan di setiap objeknya. Keempat, Ekspresionisme, adalah
kecenderungan seorang seniman untuk mendistorsi kenyataan dengan efek-efek emosional.
Ekspresionisme bisa ditemukan di dalam karya lukisan, sastra, film, arsitektur, dan musik.
Kelima, Impresionisme, karakteristiknya
terdapat dalam goresan kuas, warna-warna cerah (bahkan banyak sekali pelukis
impresionis yang mengharamkan warna hitam karena dianggap bukan bagian dari
cahaya), komposisi terbuka, penekanan pada kualitas pencahayaan Keenam, Fauvisme
adalah aliran yang menghargai ekspresi dalam menangkap suasana yang hendak dilukis. Ketuju, Realisme aliran
ini berusaha menampilkan subjek dalam suatu karya sebagaimana tampil dalam
kehidupan sehari-hari tanpa tambahan embel-embel atau interpretasi tertentu. Kedelapan,
Naturalisme adalah usaha menampilkan objek realistis
dengan penekanan seting alam. http:
//www.arsiteka.com/2008/11/tinjauan-tentang-seni-seni-rupa-1.html (Disadur
Kamis, 12 Agustus, 2010).
[19]Bdk.
Harry Sulastianto, dkk Seni Budaya untuk Kelas X Sekolah Menengah
Atas. Jilid 1, (Bandung:
Grafindo Media Pratama, 2006), hlm. 15.
[22] Unsur-unsur seni
rupa al: 1. Garis:Garis
merupakan unsur yang paling elementer di bidang seni rupa. Dengan hanya
meletakkan posisi mata pensil di atas kertas dan selanjutnya digerakkan, maka
jejak mata pensil itu akan menghasilkan garis. Oleh karenanya ada yang
menyatakan bahwa garis adalah hubungan dua buah titik atau jejak titik-titik
yang bersambungan atau berdempetan. Oleh karena itu garis dapat muncul secara
rapi atau dapat juga muncul bergigi, bintik-bintik dan sebagainya, arah
garis dapat menimbulkan garis lurus, garis lengkung, garis zig-zag dan garis dapat berposisi tegak,
datar, dan melintang. 2. Raut: Raut adalah tampang,
potongan, bentuk suatu objek. Raut dapat terbentuk dari unsur garis yang
melingkup dengan keluasan tertentu sehingga membentuk bidang. Raut juga berarti
perwujudan atau perawakan dari suatu objek, dalam hal ini raut berarti bangun,
atau dalam pengertian lain raut sering dipahami atau dikenal sebagai bentuk
atau bidang. Penampilan raut dapat berujud sebagai (1) Raut Geometris, seperti
segi tiga, segi empat, lingkaran. (2) Raut Organik atau Biomorfis seperti raut
yang terbentuk dari lengkungan-lengkungan bebas. (3) Raut Bersudut berarti raut
yang terbentuk dengan banyak sudut atau berkontur. (4) Raut Tak Beraturan,
adalah jenis raut yang terbentuk secara kebetulan seperti tumpahan cat atau
semburan cat dan sebagainya. 3. Warna: Warna merupakan unsur
rupa yang memberikan nusansa bagi terciptanya karya seni, dengan warna dapat
ditampilkan karya seni rupa yang menarik dan menyenangkan. Melalui berbagai
kajian dan eksperimen, jenis warna diklasifikasi ke dalam jenis Warna Primer,
Warna Sekunder, Warna Tersier.Warna Primer adalah warna yang
tidak diperoleh dari pencampuran warna lain, warna pokok atau dengan kata lain
warna yang terbebas dari unsur warna-warna lain. seperti ( merah, kuning, biru
).Warna
Sekunder adalah merupakan pencampuran dari dua warna Primer.
misalnya warna biru campur warna kuning jadi warna hijau, warna biru campur
warna merah jadi warna ungu atau violet, warna merah campur warna kuning jadi
warna orange, dan Warna Tersier Adalah pencampuran dari dua warna sekunder. 4.
Teksture: Tekstur adalah sifat atau kualitas nilai raba dari
suatu permukaan, oleh karena itu tekstur bisa halus, licin, kasar, berkerut,
dan sebagainya. Dalam tekstur visual boleh jadi kesan yang di tangkap oleh mata
itu kasar akan tetapi sesungguhnya halus atau sebaliknya. Kita dapat menentukan
halus kasarnya suatu permukaan juga dapat merasakan kualitas permukaan antara
kertas, kain, kaca, batu, kayu. Sedangkan pada tekstur semu kesan yang di
tangkap oleh mata tidak sama dengan kesan yang di tangkap oleh perabaan. 5.
Ruang: Dalam bidang seni rupa, unsur ruang adalah unsur yang
menunjukkan kesan keluasan, kedalaman, cekungan, jauh dan dekat. Dua bidang
yang sama jenisnya misalnya lingkaran, akan memberikan kesan yang
berbeda jika ukuran ke dua lingkaran itu berbeda. Lingkaran besar akan memberi
kesan luas sedangkan lingkaran kecil akan memberi kesan sempit. Jika ke dua
lingkaran itu berimpit akan memberi kesan dekat akan tetapi jika diatur
berjarak akan memberi kesan ruang yang jauh. 6. Gelap Terang: Gelap
terang berkaitan dengan cahaya, artinya bidang gelap berarti tidak kena cahaya
dan yang terang adalah yang kena cahaya. Goresan pensil yang keras dan tebal
akan memberi kesan gelap sementara goresan pensil yang ringan-ringan akan
memberi kesan lebih terang. Gelap terang dalam gambar dapat dicapai melalui
teknik arsir yaitu teknik mengatur jarak atau tingkat kerapatan suatu garis atau
titik, semakin rapat akan menghasilkan kesan semakin gelap demikian sebaliknya.
Bdk. Harry Sulastianto, dkk Seni Budaya untuk Kelas X Sekolah Menengah
Atas. Jilid 1,(Bandung:
Grafindo Media Pratama, 2006), hlm. 9-14.
[24] Selama bertahun-tahun, antropolog, arkeolog dan sejarawan seni
artistik memahami bahwa seni palaeolithic (masyarakat primitif) didasarkan pada
keyakinan agama yang dimanifestasikan dalam bentuk artistik, estetika dan motif
dekoratif. Eduardo Palacio-PĂ©rez, peneliti di Universitas Cantabria (UC),
mengungkapkan teori tentang hal ini; masyarakat primitif mengungkapkan
keyakinannya dalam bentuk simbolis-religius dari unsur alam. Ide ini muncul pada
akhir abad XIX dan awal abad XX. Sampai saat itu, seni Paleolithic telah
ditafsirkan semata-mata sebagai ekspresi estetis dan dekoratif yang sederhana.
Pada awalnya para ilmuwan melihat seni sebagai cara orang-orang dari era
Palaeolithic menghabiskan waktu senggang mereka untuk memahat patung-patung
atau alat-alat dekorasi mereka. Seni Palaeolithic mulai mengembangkan karya
seni dalam batu, tanduk dan tulang dipahat atau diukir. Penemuan-penemuan
tentang seni masyarakat primitif ini mulai menyebar melalui komunitasilmiahdari1864.
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:tw8kDyFdLLEJ:ahmadsamantho.wordpress.com/2008/01/16/seni-profan-atau-sakral/+SENI+
[25]Dahlewr franz, Asal dan Tujuan Manusia, (yogyakarta: Kanisius,1987), hlm. 100.
[26] Hartoko dick, Manusia Purba dan Seni, Varia Budaya, dalam Basis, 63-64, XXXII,1983, hlm. 122.
[27] Sutrisno, FX.
Mudji SJ, Estetika Filsafat Keindahan, (Yogyakarta:
Kanisius, 1993), hlm. 36. Bdk, Jakobus
Renyaan,……………….
[28] Adanya bentuk perkembangan seni rupa ini
dapa dilihat dari perkembangan senirupa dalam peninggalam sinagoga Duro Eropos
di tepi Sungai Efrat, di daerah Siria sekarang. Di situ dapat terlihat
bermacam-macam lukisanberdasarkan inspirasi cerita Kitab Suci Perjanjian Lama.
Ibid.
[29] Dalam bait Allah segala kemegaan mendapat
tempat; dengan menghiasi bermacam-macam gambar dan karya seni rupa yang
dimaksudkan untuk memperindah Bait Allah. Salomo tidak bekerja atas kemauannya,
tetapi ia bekerja sesuai firman Allah, agar Salomo mengikuti
perintah-perintah-Nya sehingga Allah dapat mendi Bait Suci itu sesuai dengan
janji-Nya kepada Daud ayahnya (I Raj. 5:1-6. 38; 1 Taw. 22:1-19; 2 Taw.
2:1-4.22).
[30]
Ibid.
[31] Dr. Frank Karl Borromaeus, Fundamental Question On Ecclesiastical Art,
English Translation of Kernfragen Kirchlicher Kunst (Verlag Herder Wien:
The Liturgical Press Collegeville, Minnesota, 1953), hlm. 14.
[32] Beberapa bentuk symbol berperan dalam
pengembangan iman Kekristenan: jangkar yaitu symbol dari keteguhan bagi
jiwa, dan pengharapan Kristen (Ibr. 6:19). Ikan,
yaitu simbol Kristus, pohon anggur
yaitu symbol para pengikut Kristus dan Kristus sebagai pokoknya, Anak domba yaitu Kristus yang
mengorbankan diriNya. Perahu (layar)
yaitu symbol /agama Kristen atau disebut Gereja Kristus oleh St. Ambrosius. Lih, George Ferguson, Sygns and Symbols
In Christian Art (New York: Oxford University),
hlm. 169-181. Bdk. Jacobus Renjaan,
Skripsi: Tata Ruang Ibadat Yang Ekspresif:
disoroti dari Bidang Seni Rupa,Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng,
1995, hlm. 45.
[33]A. Heuken, Ensiklopedi Gereja Jilid VIII Sel-To, (Jakarta: Cipta Loca Caraka, 2005), hlm. 26.
[34]
Bdk. Dr. Frank Karl
Borromaeus, Fundamental Question On
Ecclesiastical Art, English Translation of Kernfragen Kirchlicher Kunst
(Verlag Herder Wien: The Liturgical Press Collegeville, Minnesota, 1953), hlm.
14.
[35] F.X. Rudiyanto Subagio, OSC, Seni: Langit-langit Gereja, dalam Majalah Liturgi,
Vol. 21 No. 3 (Jakarta:
Komisi Liturgi KWI, Edisi Mei-Juni, 2010), hlm. 25-27.
[36] Ibid, hlm. 16-17.
[37] Adapun peraturan-peraturan itu terutama
menyangkut pembangunan rumah-rumah ibadat yang pantas dan cocok, mengenai bentuk dan pembuatan altar, mengenai
keanggunan, penempatan serta keamanan tabernakel untuk Ekaristi suci, mengenai
letak panti Baptis yang baik dan kelayakannya, begitu pula mengenai cara
memperlakukan dengan tepat gambar-gambar atau patung-patung kudus, hiasan
maupun pajangan. SC No. 128.
[38]Bdk.
Harry Sulastianto, dkk Seni Budaya untuk Kelas X Sekolah Menengah
Atas. Jilid 1,(Bndung: Grafindo Media Pratama, 2006), hlm. 22.
[39]Dana Marjono dan Drs. Suyatno, Pendidikan Seni Rupa untuk SMP Kelas II
Semester 3 dan 4 (Bandung: Ganeca Exact, 1986), hlm. 11-12.
[40]Prasejarah http://id.wikipedia.org/wiki/Seni Patung Mesir (disadur, Kamis, 12 Agustus, 2010).
[41]Yuyus Suherman, dkk, Seni Budaya Untuk Sekolah Menengah Kejuruan. Jlid 1, (Bandung: Grafindo Media
Pratama, 2007), hlm. 49-50.
[42]Secara historis,
seni lukis sangat terkait dengan gambar. Peninggalan-peninggalan prasejarah memperlihatkan
bahwa sejak ribuan tahun yang lalu, nenek moyang manusia telah
mulai membuat gambar pada dinding-dinding gua untuk mencitrakan
bagian-bagian penting dari kehidupan keagamaan. Sebuah lukisan atau gambar bisa
dibuat hanya dengan menggunakan materi yang sederhana seperti arang, kapur, atau bahan
lainnya. Salah satu teknik terkenal gambar prasejarah yang dilakukan
orang-orang gua adalah dengan menempelkan tangan di dinding
gua, lalu menyemburnya dengan kunyahan dedaunan atau batu mineral berwarna.
Hasilnya adalah jiplakan tangan berwana-warni di dinding-dinding gua yang masih bisa dilihat
hingga saat ini. Kemudahan ini memungkinkan gambar (dan selanjutnya lukisan)
untuk berkembang lebih cepat daripada cabang seni rupa lain seperti seni patung
dan seni keramik. Objek yang sering muncul
dalam karya-karya purbakala adalah manusia, binatang, dan
objek-objek alam lain seperti pohon, bukit, gunung, sungai, dan laut. Bentuk dari objek yang digambar
tidak selalu serupa dengan aslinya. Ini disebut citra dan itu sangat
dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis terhadap objeknya. Misalnya, gambar
seekor banteng
dibuat dengan proporsi
tanduk yang luar biasa besar dibandingkan dengan ukuran tanduk asli.
Pencitraan (artistik) ini dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis yang menganggap
tanduk adalah bagian paling mengesankan dari seekor banteng (keramat, gaib dan
suci). Karena itu, citra mengenai satu macam objek menjadi berbeda-beda
tergantung dari pemahaman agama masyarakat di daerahnya. Pada satu titik, ada
orang-orang tertentu dalam satu kelompok masyarakat prasejarah yang lebih
banyak menghabiskan waktu
untuk menggambar daripada mencari makanan. Mereka mulai mahir membuat gambar dan mulai
menemukan bahwa bentuk dan susunan rupa tertentu, bila diatur sedemikian rupa,
akan nampak lebih menarik untuk dilihat daripada biasanya. Mereka mulai
menemukan semacam cita-rasa keindahan dalam kegiatannya dan terus melakukan hal
itu sehingga mereka menjadi semakin ahli. Mereka adalah seniman-seniman
yang pertama di muka bumi
dan pada saat itulah kegiatan menggambar dan melukis mulai condong menjadi
kegiatan keagamaan.
[44] Seni lukis zaman klasik kebanyakan dimaksudkan untuk tujuan:
Mistisme (sebagai akibat belum berkembangnya agama) dan Propaganda (sebagai contoh grafiti di reruntuhan kota Pompeii). Di zaman ini lukisan dimaksudkan untuk meniru semirip mungkin bentuk-bentuk yang ada di alam. Hal ini sebagai akibat berkembangnya ilmu pengetahuan dan dimulainya kesadaran bahwa seni lukis mampu berkomunikasi lebih baik daripada kata-kata dalam banyak hal. http://id.wikipedia.org/wiki/Seni_lukis. I Zaman prasejarah, (Disadur, Kamis, 12 Agustus, 2010).
[45]Bdk.
Dana Marjono dan Drs.
Suyatno, Pendidikan Seni Rupa untuk SMP
Kelas II Semester 3 dan 4 (Bandung: Ganeca Exact, 1986), hlm. 13.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar