IMAM
SEBAGAI PEMIMPIN LITURGI
Oleh: Vitalis
Letsoin
Pendahuluan
Ajaran Konsili Vatikan II tentang
Gereja Lumen Gentium memperlihatkan gambaran gereja yang mengumat. Sedangkan
konstitusi pastoral tentang gereja dalam dunia modern Gaudium et Spes
menekankan peran serta Gereja dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan kedua pandangan yang saling melengkapi ini peranan imam
ditentukan. Salah satu peranan (yang paling pokok) dari imam dalam gereja adalah
sebagai pemimpin dalam liturgi. Dikatakan
sebagai tugas pokok karena ketika seorang ditahbiskan menjadi imam maka secara otomatis ia mempunyai tugas untuk merayakan
kehadiran Yesus di dunia dalam persekutuan jemaat. Dalam menjalankan tugasnya
yang mulia ini, maka faktor kesadaran akan identitas diri dan persiapan amatlah penting sehingga liturgi yang
dirayakan itu tidak menjadi kering, sebagai sebuah rutinitas dan kewajiban belaka.
Liturgi mesti dipersiapkan agar umat bisa menghayati liturgi yang dirayakan dan
bisa dihayati dalam kehidupan keseharian.[1]
1.
Imam
sebagai Pemimpin liturgi
1.1.
Imam
sebagai Pemimpin
Ketika
seseorang ditahbiskan menjadi imam dalam gereja katolik, maka ia diberikan
tugas untuk memimpin. Menjadi pemimpin dalam gereja tentu saja berbeda dengan
menjadi pemimpin masyarakat pada umumnya. Yesus sendiri membandingkan kepemimpinan dalam masyarakat dan politik
dengan kepemimpinan dalam gereja:“Raja-raja bangsa-bangsa memerintah rakyat mereka dan orang-orang
yang menjalankan kuasa atas mereka
disebut pelindung. Tetapi kamu tidaklah demikian” (Luk 22:25-26) Kepemimpinan
dalam gereja adalah pelayanan. Inilah nasehat yang diberikan kepada para
pemimpin dalam gereja: “ Gembalakanlah kawanan domba yang ada padamu jangan
dengan terpaksa tetapi dengan suka rela sesuai dengan kehendak Allah; dan
jangan karena mencari keuntungan tetapi
dengan pengabdian diri. Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah
atas mereka yang dipercayakan kepdamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan
bagi kawanan domba itu (1 Ptrs 5:2-3)”. Jangan dengan paksa:Kesatuan iman tidak
bisa dipaksakan. Jangan memerintah. Memimpin tidak berarti memerintah,
menyuruh, menguasai. Meminpin berarti menjadi teladan. Menggerakan dengan
semangat iman sendiri. Seperti Yesus
sendiri memimpin dalam iman (Ibr 12:2). Menciptakan suasana iman. Menggerakan
kesatuan iman. Dengan pengabdian diri. Bukan di atas umat, melainkan
didalamnya. Gereja adalah kesatuan umat beriman. Dan imamat adalah kepemimpinan
iman. Kekhasan dari kepempinan dari imam
dalam gereja datang dari keistimewaan
gereja sendiri. Karena gereja adalah umat
yang dipersatukan karena kesatuan
Bapa, Putra dan Roh Kudus (LG 4) maka kepempinan seorang imam dalam gereja tidak dapat menjadi kepandaian dan pengalaman
seimam saja. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa untuk menjadi imam tidak perlu
kepandaian khusus.. Cuma kepandaian seorang imam ada sangkut pautnya dengan
iman. Teologi disebut ilmu iman. Maka tidak
mengherankan bahwa pimpinan
gereja yang tertinggi mewajibkan para imam untuk belajar teologi. Tetapi
belajar tidak hanya dengan budi tetapi juga dengan hati. Belajar memahami dan
menghayati Sabda Allah. Hanya dengan demkian ia dapat menjadi pemimpin
umat beriman. Seorang imam bukan
perantara antara Allah dengan manusia. Yesus adalah pengantara satu-satunya
antara Allah dengan manusia. Maka imam bersama umat mengarahkan diri kepada Yesus yang memimpin
kita dalam iman. Bersama-sama menuju Yesus dan dengan perantaraan Yesus terarah
kepada Bapa. Sebagai pemimpin dalam gereja berarti imam menghantar umat kepada
Yesus. Tidak dengan paksa, tidak dengan memerintah tetapi dengan menjadi
teladan dalam pengabdian.
1.2
Imam
sebagai pemimpin liturgi
Berkat
sakramen tahbisan yang diterimanya, seorang imam memiliki tugas utama dalam
perayaan litugi. Setiap kali ia merayakan perayaan liturgi maka imam bertindak
sebagai:
·
Imam Sebagai alter
Kristus dan In Persona Cristi[2]
Yesus
Kristus memberikan kuasa imamatNya kepada para rasul, kemudian mereka
menyerahkan kuasa yang sama kepada para uskup, para imam, melalui
sakramen tahbisan sebagai meterai untuk layak mengambil bagian dalam
menghadirkan pelayanan Kristus itu di dalam gerejaNya.. Sehubungan
dengan itu imam menjadi persona Christi
dalam arti ia melanjutkan imamat Kristus yang diseahkan pada perjamuan malam
tarkhir yang menjadi konstitusi
pada korban ekaristi. Berkat karakter
sakramen tahbisan ini, Kristus mendelegasikan kepada imam pelayanan unik yang
dibutuhkan gereja. Dari sebab itu kehadiran imam amatlah esensial dalam
kehidupan gereja teristimewa dalam setiap pelayanan liturgi gereja. Kristus
adalah satu-satunya imam akan tetapi
dengan penerimaan sakramen imamat dan berkat pertolongan Roh Kudus, imam
mengambil bagian dalam imamat yang satu dan sama itu dan meneruskannya pada umat beriman. Oleh karena itu karakter imamat
mempunyai tiga dimensi: Pnematologis, kristologi,
dan eklesiologi. Dalam pelayanan tiga dimensi ini menjadi dasar untuk menghadirkan kristus
dengan tetap memperhatikan konteks agar keselamatan tetap aktual dan pelayanan
bermanfaat. Imam dalah hamba Kristus artinya, melaluiNya, denganNya dan demi Dia
seorang imam menjadi pelayan untuk semua
orang.
·
Imam
sebagai penghubung
Dalam
liturgi imam berfungsi juga sebagai penghubung manusia dengan Kristus. Oleh
karena itu maka imam haruslah kudus. Karena ia bertugas sebagai penyalur sakramen dan doa
kepada Kristus dan sekaligus juga pelayanan imam kepada umat terutama di dalam usahanya untuk menghimpun umat serta menghadirkan Kristus sebagai Gembala
Agung. Usaha untuk menghimpun umat pertama-tama dan utama terjadi pada meja
perjamuan Ekaristi.[3]
Di dalamnya, imam menjadi kepala atau ketua jemaat yang membawa mereka untuk
mempersembahkan doa dan korban
persembahan.[4]
Tindakan sakremantal imam menampakan
kehadiran Kristus yang melaksanakan karya keselamatanNya dalam rupa
roti dan anggur, sebagai perwujudan seluruh hidupNya yang diserahkan seutuhnya
kepada tebusan umat
1.3 Hal praktis yang perlu diperhatikan seorang imam
sebagai pemimpin dalam liturgi
Mengingat
betapa pentingnya imam dalam perayaan liturgi gereja, maka dalam setiap
perayaan liturgi gereja imam mesti memperhatikan hal praktis sehingga setiap
kali merayakan liturgi umat boleh merayakannya dengan baik, tidak kering dan
lebih penting adalah perayaan yang dirayakan membawa perubahan dalam diri orang
yang merayakannya. Hal praktis yang dimaksudkan di sini lebih merupakan
persiapan yang perlu dibuat oleh seorang pemimpin perayaan untuk merayakan
suatu perayaan.
·
Persiapan
batin
Hal
pertama yang dibuat oleh imam sebelum merayakan sebuah perayaan liturgi adalah
persiapan batin. Persiapan batin yang
paling baik adalah mengarahkan hati
kepada Tuhan sehingga memiliki
kerinduan kepada Allah.[5]
Isi kerinduan itu adalah kerinduan
menghadap Tuhan dengan hati yang
haus akan belas kasih Allah. Rindu akan Tuhan karena ia menghasihi Allah pada
hal hatinya remuk redam oleh ketidak
pantasan.
·
Mengetahui
perayaan liturgi yang akan dirayakan.
Hal
berikut yang mesti diperhatikan oleh imam adalah mengetahui perayaan liturgi apa yang akan dirayakan. Imam harus mengetahui
apa yang akan dirayakan atau persisnya tahu
perayaan apa yang akan dirayakan. Hal ini sangat berpengaruh langsung pada
persiapan akan segala sesuatu yang berkaitan dengan perayaan tersebut.
Contohnya, ketika seorang umat datang kepada pastor dan meminta sang pastor
untuk merayakan suatu perayaan liturgi di stasinya, maka imam tersebut harus tahu dengan bertanya perayaan apa yang akan dirayakan. Jangan sampai ketika tiba
di Gereja atau rumah atau tempat perayaan baru pemimpin bertanya tentang
perayaan apa yang akan dirayakan.
Mengetahui
perayaan di sini juga berkaitan dengan tahu apakah perayaan itu dilaksanakan
secara bersamaan dengan perayaan lain atau tidak, seperti pemberkatan
pernikahan atau pembabtisan seorang anakn digabung dalam perayaan ekaristi atau
dilaksanakan secara terpisah.
·
Mempersiapkan
perlengkapan liturgi.
Suatu
kenyataan yang tidak kita pungkiri dalam kehidupan berliturgi adalah anggapan bahwa tata perayaaan liturgi dalam perayaan liturgi adalah urusan imam.
Karena sang imam lebih tahu. Tentu saja pandangan ini amat keliru sebab
perayaan liturgi adalah urusan bersama umat.[6] Mengingat
adanya pandangan seperti ini ditengah umat maka sangat penting imam harus
mempersiapkan diri supaya tidak terjadi kekeliruan dalam perayaan liturgi. Maka
setelah mengetahui perayaan yang akan dirayakan, pemimpin perlu menyiapkan
segala perlengkapan yang berkaitan dengan perayaan itu sendiri seperti
buku-buku perayaan, perlengkapan perayaan lainnya. Semua
ini pertama-tama harus dipersiapkan oleh pemimpin sendiri kecuali perlengkapan
lain yang boleh dipersiapkan oleh umat, misalnya kain putih dalam upacara
pembaptisan, cincin dalam pemberkatan nikah. Pada dasarnya apa yang berkaitan
dengan perayaan itu sendiri (seperti buku, pakaian liturgis, perlengkapan
liturgis lainnya) disiapkan oleh pemimpin.
·
Membangun
dialog dengan umat
Dialog
yang dimaksudkan di sini lebih pada
memberikan pemahaman kepada umat tentang apa yang kiranya
dapat disiapkan oleh umat, apa yang dibuat umat dalam setiap perayaan liturgi
gereja. Tentu saja membangun dialog dengan
umat ini amat penting utuk
melihat partisipasi umat dalam setiap perayaan liturgi sebagai mana yang
dikatakan dalam Kontitusi Liturgi no.28: “Dalam perayaan-perayaan liturgis
tiap-tip orang, baik pemimpin maupun umat diharapkan melakukan dengan utuh hanya tugas-tugas yang seturut hakekat perayaan
dan kaidah-kaidah liturgi menjadi bagiannya.”[7] Partisipasi
umat, tentu saja hal ini sangat membantu
agar perayaan liturgi yang dirayakan itu dapat berjalan dengan baik dan tidak
monoton. Tidak monoton maksudnya tidak menjadi monopoli oleh sang imam. Karena
upacara liturgi itu menyangkut seluurh tubuh gereja, maka masing masing anggota dapat menyentuh dan menampakan pengaruhnya
berdasarkan keragaman jabatan, tugas dan partisipasi aktual mereka.[8] Contohnya,
lagu-lagu yang perlu diperlu disiapkan, dan lain-lain. Dialog dengan umat ini sebaiknya dibuat
sebelum perayaan liturgi itu dilaksanakan ataupun pada kesempatan lain misalnya
saat pembekalan pemimpim jemaat.
Penutup
Ketika
seseorang ditahbiskan menjadi imam dalam gereja katolik, maka ia dipanggil
untuk menjadi pelayan. Fungsi pelayanan imam ini nampak dalam pelayan liturgi
dalam gereja. Imam adalah pelaku utama dalam liturgi gereja katolik. Dalam setiap
perayaan liturgi gereja imam tampil sbagai alter Kristus dan sekaligus persona
Kristus dan penghubung manusia dengan Allah. Mengingat tiga peranannya yang
begitu istimewa ini maka, dalam setiap perayaan liturgi yang dirayakan imam
mesti memperhatikan hal praktis yang berhubungan dengan persiapan imam sendiri
dalam setiap perayaan liturgy yang dirayakan.
Daftar Kepustakaan
·
Heuken, A. Ensiklopedi Gereja , Jakarta: Cipta Loka
Caraka,1993.
·
Martasudjita, E. Makna Liturgi Bagi Kehidupan Sehari-hari; memahami Liturgi Secara
Kontekstual, Yogyakarta:
Kanisius,1998.
·
Tinambunan, R.L Edison. Spiritualitas imamat Sebuah Pendasaran,
Malang:Dioma,2006.
·
Komisi Liturgi MAWI, Bina iman: Bunga
Rampai Liturgi Jakarta:Obor,1986
·
Sacrosantum Consilium no. 28.
·
Sebastian F, “Pelayanan Imami Didalam Komunitas Kontemplatif, dlm. Majalah Rohani
tahun XXI No 6 Juni 1984( Yogyakarta:Kanisius, 1984
[1] E. Martasudjita, Makna Liturgi Bagi Kehidupan Sehari-hari; memahami Liturgi Secara
Kontekstual ( Yogyakarta: Kanisius,1998), hlm.37.
[2] Edison R.L. Tinambunan, Spiritualitas imamat Sebuah Pendasaran,
(Malang:Dioma,2006), hlm 43-44.
[3] Liturgi merupakan pengudusan (yang
dilaksanakan oleh Allah) dan pemuliaan (yang dilakukan oleh manusia / umat yang
di kuduskan itu). Terlebih dahulu Allah bertindak dan kemudian umat mejawab tindankan Allah itu dengan
bersyukur. Maka upacara liturgi yang pokok adalah perayaan ekaristi. Sedangkan
perayaan sakramen yang lain mengambil bagian dalam perayaan liturgi ekaristi. A. Heuken,” Liturgi” dlm Ensiklopedi Gereja (Jakarta: Cipta Loka
Caraka,1993), hlm.96.
[4] F. Sebastian “Pelayanan Imami Di Dalam
Kumunitas Kontemplatif” dlm. Majalah Rohani tahun XXI No 6 Juni 1984(
Yogyakarta:Kanisius, 1984.
[5] E. Martasudjita, Makna Liturgi Bagi Kehidupan Sehari-hari;
memahami Liturgi Secara Kontekstual ( Yogyakarta: Kanisius,1998), hlm.39.
[6] Ibid, hlm.43.
[7] Sacrosantum Consilium, no.28.
[8]Komisi Liturgi MAWI, BIna iman: Bunga
Rampai Liturgi (Jakarta:Obor,1986) , hlm.28
Tidak ada komentar:
Posting Komentar