Rabu, 08 Februari 2012

IMAM SEBAGAI PEMIMPIN LITURGI



IMAM SEBAGAI PEMIMPIN LITURGI
Oleh: Vitalis Letsoin
Pendahuluan
Ajaran Konsili Vatikan II tentang Gereja Lumen Gentium memperlihatkan gambaran gereja yang mengumat. Sedangkan konstitusi pastoral tentang gereja dalam dunia modern Gaudium et Spes menekankan peran serta Gereja dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan  kedua pandangan  yang saling melengkapi ini peranan imam ditentukan. Salah satu peranan (yang paling pokok) dari imam dalam gereja adalah sebagai pemimpin dalam liturgi.  Dikatakan sebagai tugas pokok karena ketika seorang  ditahbiskan menjadi imam maka secara  otomatis ia mempunyai tugas untuk merayakan kehadiran Yesus di dunia dalam persekutuan jemaat. Dalam menjalankan tugasnya yang mulia ini, maka faktor kesadaran akan identitas diri dan  persiapan amatlah penting sehingga liturgi yang dirayakan itu tidak menjadi kering, sebagai sebuah rutinitas dan kewajiban belaka. Liturgi mesti dipersiapkan agar umat bisa menghayati liturgi yang dirayakan dan bisa dihayati dalam kehidupan keseharian.[1]

1.           Imam sebagai Pemimpin liturgi
1.1.      Imam sebagai Pemimpin
          Ketika seseorang ditahbiskan menjadi imam dalam gereja katolik, maka ia diberikan tugas untuk memimpin. Menjadi pemimpin dalam gereja tentu saja berbeda dengan menjadi pemimpin masyarakat pada umumnya. Yesus sendiri membandingkan  kepemimpinan dalam masyarakat dan politik dengan kepemimpinan dalam gereja:“Raja-raja bangsa-bangsa  memerintah rakyat mereka dan orang-orang yang   menjalankan kuasa atas mereka disebut pelindung. Tetapi kamu tidaklah demikian” (Luk 22:25-26) Kepemimpinan dalam gereja adalah pelayanan. Inilah nasehat yang diberikan kepada para pemimpin dalam gereja: “ Gembalakanlah kawanan domba yang ada padamu jangan dengan terpaksa tetapi dengan suka rela sesuai dengan kehendak Allah; dan jangan karena mencari keuntungan  tetapi dengan pengabdian diri. Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepdamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu (1 Ptrs 5:2-3)”. Jangan dengan paksa:Kesatuan iman tidak bisa dipaksakan. Jangan memerintah. Memimpin tidak berarti memerintah, menyuruh, menguasai. Meminpin berarti menjadi teladan. Menggerakan dengan semangat iman sendiri.  Seperti Yesus sendiri memimpin dalam iman (Ibr 12:2). Menciptakan suasana iman. Menggerakan kesatuan iman. Dengan pengabdian diri. Bukan di atas umat, melainkan didalamnya. Gereja adalah kesatuan umat beriman. Dan imamat adalah kepemimpinan iman. Kekhasan dari  kepempinan dari imam dalam gereja  datang dari keistimewaan gereja sendiri. Karena gereja adalah umat  yang dipersatukan  karena kesatuan Bapa, Putra dan Roh Kudus (LG 4) maka kepempinan seorang imam dalam gereja  tidak dapat menjadi kepandaian dan pengalaman seimam saja. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa untuk menjadi imam tidak perlu kepandaian khusus.. Cuma kepandaian seorang imam ada sangkut pautnya dengan iman. Teologi disebut ilmu iman. Maka tidak  mengherankan  bahwa pimpinan gereja yang tertinggi mewajibkan para imam untuk belajar teologi. Tetapi belajar tidak hanya dengan budi tetapi juga dengan hati. Belajar memahami dan menghayati Sabda Allah. Hanya dengan demkian ia dapat menjadi pemimpin umat  beriman. Seorang imam bukan perantara antara Allah dengan manusia. Yesus adalah pengantara satu-satunya antara Allah dengan manusia. Maka imam bersama umat  mengarahkan diri kepada Yesus yang memimpin kita dalam iman. Bersama-sama menuju Yesus dan dengan perantaraan Yesus terarah kepada Bapa. Sebagai pemimpin dalam gereja berarti imam menghantar umat kepada Yesus. Tidak dengan paksa, tidak dengan memerintah tetapi dengan menjadi teladan dalam pengabdian.


1.2       Imam sebagai pemimpin liturgi
Berkat sakramen tahbisan yang diterimanya, seorang imam memiliki tugas utama dalam perayaan litugi. Setiap kali ia merayakan perayaan liturgi maka imam bertindak sebagai:
·                     Imam Sebagai alter Kristus dan In Persona Cristi[2]
Yesus Kristus memberikan  kuasa imamatNya  kepada para rasul, kemudian mereka menyerahkan kuasa  yang sama  kepada para uskup, para imam, melalui sakramen tahbisan sebagai meterai untuk layak mengambil bagian  dalam  menghadirkan pelayanan Kristus itu di dalam gerejaNya.. Sehubungan dengan itu imam menjadi persona  Christi dalam arti ia melanjutkan imamat Kristus yang diseahkan pada perjamuan malam tarkhir yang menjadi  konstitusi pada  korban ekaristi. Berkat karakter sakramen tahbisan ini, Kristus mendelegasikan kepada imam pelayanan unik yang dibutuhkan gereja. Dari sebab itu kehadiran imam amatlah esensial dalam kehidupan gereja teristimewa dalam setiap pelayanan liturgi gereja. Kristus adalah satu-satunya imam akan tetapi  dengan penerimaan sakramen imamat dan berkat pertolongan Roh Kudus, imam mengambil bagian dalam imamat yang satu dan sama itu dan meneruskannya pada umat   beriman. Oleh karena itu karakter imamat mempunyai  tiga dimensi: Pnematologis, kristologi, dan eklesiologi. Dalam pelayanan tiga dimensi ini  menjadi dasar untuk menghadirkan kristus dengan tetap memperhatikan konteks agar keselamatan tetap aktual dan pelayanan bermanfaat. Imam dalah hamba Kristus artinya, melaluiNya, denganNya dan demi Dia seorang imam menjadi pelayan  untuk semua orang.

·                     Imam sebagai penghubung
Dalam liturgi imam berfungsi juga sebagai penghubung manusia dengan Kristus. Oleh karena itu maka imam haruslah kudus. Karena  ia bertugas sebagai penyalur sakramen dan doa kepada Kristus dan sekaligus juga pelayanan imam kepada umat terutama  di dalam usahanya untuk menghimpun umat   serta menghadirkan Kristus sebagai Gembala Agung. Usaha untuk menghimpun umat pertama-tama dan utama terjadi pada meja perjamuan Ekaristi.[3] Di dalamnya, imam menjadi kepala atau ketua jemaat yang membawa mereka untuk mempersembahkan  doa dan korban persembahan.[4] Tindakan sakremantal imam menampakan  kehadiran  Kristus yang  melaksanakan karya keselamatanNya dalam rupa roti dan anggur, sebagai perwujudan seluruh hidupNya yang diserahkan seutuhnya kepada tebusan umat

1.3 Hal praktis yang perlu diperhatikan seorang imam sebagai      pemimpin dalam liturgi
Mengingat betapa pentingnya imam dalam perayaan liturgi gereja, maka dalam setiap perayaan liturgi gereja imam mesti memperhatikan hal praktis sehingga setiap kali merayakan liturgi umat boleh merayakannya dengan baik, tidak kering dan lebih penting adalah perayaan yang dirayakan membawa perubahan dalam diri orang yang merayakannya. Hal praktis yang dimaksudkan di sini lebih merupakan persiapan yang perlu dibuat oleh seorang pemimpin perayaan untuk merayakan suatu perayaan.  

·                     Persiapan batin
Hal pertama yang dibuat oleh imam sebelum merayakan sebuah perayaan liturgi adalah persiapan batin.  Persiapan batin yang paling baik  adalah mengarahkan hati kepada Tuhan  sehingga memiliki kerinduan  kepada Allah.[5] Isi kerinduan itu adalah kerinduan  menghadap Tuhan  dengan hati yang haus akan belas kasih Allah. Rindu akan Tuhan karena ia menghasihi Allah pada hal  hatinya remuk redam oleh ketidak pantasan.    


·                     Mengetahui perayaan liturgi  yang akan dirayakan.
Hal berikut yang mesti diperhatikan oleh imam adalah mengetahui perayaan liturgi  apa yang akan dirayakan. Imam harus mengetahui    apa yang akan dirayakan atau persisnya tahu perayaan apa yang akan dirayakan. Hal ini sangat berpengaruh langsung pada persiapan akan segala sesuatu yang berkaitan dengan perayaan tersebut. Contohnya, ketika seorang umat datang kepada pastor dan meminta sang pastor untuk merayakan suatu perayaan liturgi di stasinya, maka imam tersebut  harus tahu dengan bertanya  perayaan apa  yang akan dirayakan. Jangan sampai ketika tiba di Gereja atau rumah atau tempat perayaan baru pemimpin bertanya tentang perayaan apa yang akan dirayakan. 
Mengetahui perayaan di sini juga berkaitan dengan tahu apakah perayaan itu dilaksanakan secara bersamaan dengan perayaan lain atau tidak, seperti pemberkatan pernikahan atau pembabtisan seorang anakn digabung dalam perayaan ekaristi atau dilaksanakan secara terpisah.  
·                     Mempersiapkan perlengkapan liturgi.
Suatu kenyataan yang tidak kita pungkiri dalam kehidupan berliturgi adalah anggapan  bahwa tata perayaaan liturgi   dalam perayaan liturgi adalah urusan imam. Karena sang imam lebih tahu. Tentu saja pandangan ini amat keliru sebab perayaan liturgi adalah urusan bersama umat.[6] Mengingat adanya pandangan seperti ini ditengah umat maka sangat penting imam harus mempersiapkan diri supaya tidak terjadi kekeliruan dalam perayaan liturgi. Maka setelah mengetahui perayaan yang akan dirayakan, pemimpin perlu menyiapkan segala perlengkapan yang berkaitan dengan perayaan itu sendiri seperti buku-buku perayaan, perlengkapan perayaan lainnya.   Semua ini pertama-tama harus dipersiapkan oleh pemimpin sendiri kecuali perlengkapan lain yang boleh dipersiapkan oleh umat, misalnya kain putih dalam upacara pembaptisan, cincin dalam pemberkatan nikah. Pada dasarnya apa yang berkaitan dengan perayaan itu sendiri (seperti buku, pakaian liturgis, perlengkapan liturgis lainnya) disiapkan oleh pemimpin. 


·                     Membangun dialog dengan umat
Dialog yang dimaksudkan  di sini lebih pada memberikan   pemahaman kepada umat tentang apa yang kiranya dapat disiapkan oleh umat, apa yang dibuat umat dalam setiap perayaan liturgi gereja. Tentu saja membangun dialog dengan  umat ini amat penting utuk  melihat partisipasi umat dalam setiap perayaan liturgi sebagai mana yang dikatakan dalam Kontitusi Liturgi no.28: “Dalam perayaan-perayaan liturgis tiap-tip orang, baik pemimpin maupun umat diharapkan melakukan dengan utuh  hanya tugas-tugas yang seturut hakekat perayaan dan kaidah-kaidah liturgi menjadi bagiannya.”[7] Partisipasi umat, tentu saja  hal ini sangat membantu agar perayaan liturgi yang dirayakan itu dapat berjalan dengan baik dan tidak monoton. Tidak monoton maksudnya tidak menjadi monopoli oleh sang imam. Karena upacara liturgi itu menyangkut seluurh tubuh gereja, maka masing masing anggota  dapat menyentuh dan menampakan pengaruhnya berdasarkan keragaman jabatan, tugas dan partisipasi aktual mereka.[8] Contohnya, lagu-lagu yang perlu diperlu disiapkan, dan lain-lain.  Dialog dengan umat ini sebaiknya   dibuat sebelum perayaan liturgi itu dilaksanakan ataupun pada kesempatan lain misalnya saat pembekalan pemimpim jemaat.    

Penutup
Ketika seseorang ditahbiskan menjadi imam dalam gereja katolik, maka ia dipanggil untuk menjadi pelayan. Fungsi pelayanan imam ini nampak dalam pelayan liturgi dalam gereja. Imam adalah pelaku utama dalam liturgi gereja katolik. Dalam setiap perayaan liturgi gereja imam tampil sbagai alter Kristus dan sekaligus persona Kristus dan penghubung manusia dengan Allah. Mengingat tiga peranannya yang begitu istimewa ini maka, dalam setiap perayaan liturgi yang dirayakan imam mesti memperhatikan hal praktis yang berhubungan dengan persiapan imam sendiri dalam setiap perayaan liturgy yang dirayakan.


Daftar Kepustakaan

·         Heuken, A.   Ensiklopedi Gereja , Jakarta: Cipta Loka Caraka,1993.

·         Martasudjita, E. Makna Liturgi Bagi Kehidupan Sehari-hari; memahami Liturgi Secara Kontekstual,  Yogyakarta: Kanisius,1998.

·         Tinambunan, R.L Edison. Spiritualitas imamat Sebuah Pendasaran, Malang:Dioma,2006.

·         Komisi Liturgi MAWI, Bina iman: Bunga Rampai Liturgi Jakarta:Obor,1986 

·         Sacrosantum Consilium no. 28. 

·         Sebastian F, “Pelayanan Imami Didalam Komunitas Kontemplatif, dlm. Majalah Rohani tahun XXI No 6 Juni 1984( Yogyakarta:Kanisius, 1984





[1] E. Martasudjita, Makna Liturgi Bagi Kehidupan Sehari-hari; memahami Liturgi Secara Kontekstual ( Yogyakarta: Kanisius,1998), hlm.37.
[2] Edison R.L. Tinambunan, Spiritualitas imamat Sebuah Pendasaran, (Malang:Dioma,2006), hlm 43-44.
[3] Liturgi merupakan pengudusan (yang dilaksanakan oleh Allah) dan pemuliaan (yang dilakukan oleh manusia / umat yang di kuduskan itu). Terlebih dahulu Allah bertindak dan kemudian  umat mejawab tindankan Allah itu dengan bersyukur. Maka upacara liturgi yang pokok adalah perayaan ekaristi. Sedangkan perayaan sakramen yang lain mengambil bagian dalam perayaan liturgi  ekaristi. A. Heuken,” Liturgi” dlm Ensiklopedi Gereja (Jakarta: Cipta Loka Caraka,1993), hlm.96.

[4] F. Sebastian “Pelayanan Imami Di Dalam Kumunitas Kontemplatif” dlm. Majalah Rohani tahun XXI No 6 Juni 1984( Yogyakarta:Kanisius, 1984.

[5] E. Martasudjita, Makna Liturgi Bagi Kehidupan Sehari-hari; memahami Liturgi Secara Kontekstual ( Yogyakarta: Kanisius,1998), hlm.39.
[6] Ibid, hlm.43.

[7] Sacrosantum Consilium, no.28.

[8]Komisi Liturgi MAWI, BIna iman: Bunga Rampai Liturgi (Jakarta:Obor,1986) , hlm.28

Tidak ada komentar:

Posting Komentar