Rabu, 08 Februari 2012

“KEMATIAN” KAPAN WAKTUNYA UMAT BERIMAN DIKATAKAN BANGKIT DARI KEMATIAN ? (SUATU TINJAUAN ESKATOLOGIS)

“KEMATIAN”
KAPAN WAKTUNYA UMAT BERIMAN DIKATAKAN BANGKIT DARI KEMATIAN ?
(SUATU TINJAUAN ESKATOLOGIS)
Oleh: Vitalis Letsoin


PENDAHULUAN
            Dalam mata kuliah Eskatologis dipelajari berbagai hal yang terurai dalam tema-tema besar diantaranya tema “tentang  Eskatologis dan eksistensi orang Kristen” yang terdiri dari beberapa poin sebagai berikut: tujuan terakhir manusia dalam perspektif Kristen, kematian, parusia, kebangkitan orang mati, pengadilan terakhir, purgatori, neraka, dan surga. Ada beberapa tema besar dengan pion-poinnya yang juga dipelajari dalam mata Kulia Eskatologis ini, namun bagian yang kami sebut di atas merupakan fokus dalam tugas ini. Yang saya angkat dan bahas dibagian tema di atas adalah mengenai “kematian dan kebangkitan orang mati” yang merupakan satu poin dari tema besar eskatologis dan eksistensi orang Kristen.
            Dalam tugas ini saya akan mencurahkan perhatian lebih besar pada soal kematian dan kebangkitan orang mati. Kendati dalam uraian mungkin akan menyentil beberapa hal menyangkut poin-poin lain.
            Sebelumnya perlulah saya menghantar pembaca untuk mengenal konteks tugas ini dengan memfokuskan perhatian pada tinjauan Eskatologis. Eskatologis adalah berasal dari Bahasa Yunani: eschaton dan eschatos yang berarti hal-hal yang terakhir, biasanya dihubungkan dengan kehidupan akhir. Kalau dalam arti Biblis sering dingunakan dalam konteks kedatangan Kristus yang kedua. Eskatologos yaitu ilmu yang mempelajari tentang hal-hal yang terakhir, kematian, kebangkitan orang mati, neraka, surga dan lain-lain dalam konteks yang akan datang. Atau dapat dikatakan ilmu yang berbicara tentang akhirat. Kata Eskatologis pertama kali dipakai oleh teolog Lutheran “Abram Kolonikus”.[1]
            Dengan melihat penjelasan diatas maka sudah jelas arah dan tujuan dan konteks karya tulis ini. Dengan judul kapan waktunya umat beriman dikatakan bangkit dari kematian ? dengan suatu tinjauan Eskatologis maka saya akan berusaha mengulas judul ini sebagai berikut pada bagian-bagian dibawah ini.






                                                                                                                                                 I.      APA ITU KEMATIAN?
Pandangan mengenai kematian saya paparkan dalam beberapa bagian yang terdiri dari poin-poin penting.

a.      Kematian Menurut Pandangan Populer
ü  Menurut kamus besar bahasa indonesia: tak berguna, merasa, bergerak.
ü  kebermaknaan kematian menurut John Hick: “berpikir tentang kematian atau sekedar membicarakannya saja, kerap kali dianggap tidak sehat”.
ü  Menurut Lao Tzu: “orang yang melakukan kematian sebagai alamiah dari ruang untuk kebermaknaan dan keindahan”.
ü  Perbandingan agama-agama: “mereka menanamkan fase-fase kehidupan beragama menurut mereka sendiri, kematian itu identik dengan meninggal, ketakutan, kesendirian, dan kegelapan”.
ü  Ignasius dari Antiokia. Lebih baiklah bagiku untuk mati karena Kristus, daripada hidup sebagai raja atas segala ujung bumi. Aku mencari Dia, yang wafat untuk kita; aku menghendaki Dia, yang bangkit demi kita. Kelahiran aku nantikan... biarlah aku menerima sinar yang cerah. Setelah tiba di sana, aku akan menjadi manusia"
ü  Fransiskus dari Asisi Gita Sang Surya. Malanglah yang mati dalam dosa. Bahagialah yang didapati dalam kehendak suci-Mu, maut kedua takan mencelakakannya"

b.      Kematian Menurut Ajaran Gereja Katolik
Masalah yang begitu lama menghantui alam pikiran di Israel, yakni pembalasan di Bumi, telah dipecahkan dalam Daniel 12:2-3 dan 2Makabe 7. Akan tetapi dalam kedua buku itu soal-soal hanya disinggung saja, sedangkan dalam Kebijaksanaan Salamo 1-6 dibahas dengan panjang lebar. Oleh karena dalam perjanjian baru tidak disajikan banyak informasi baru mengenai nasib orang sesudah kematian,[2] maka bayangan kita orang kristen amat ditentukan oleh pandangan dan bayangan yang terdapat dalam Kitab Kebijaksanaan Salamo. 
Hidup di dunia ini menjadi suatu fase persiapan bagi hidup yang sesungguhnya, yakni hidup di akhirat. Nilai penting yang melekat pada hidup di dunia ini adalah: cara hidup di dunia ini menantikan nasib kekal nanti.
Kematian sering kita pandang sebagai suatu misteri. Dunia orang mati secara nalar adalah dunia penuh tanda tanya. Meski kita tahu kematian merupakan kepastian, namun nalar kita masih meraba-raba, ada apa sebenarnya di balik kematian.
Kepastian bahwa di balik kematian ada kehidupan, bahkan kebahagiaan dapat kita peroleh jika kita memandangnya melalui kacamata iman. “Di rumah Bapa-Ku ada banyak tempat. Jika tidak demikian tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.” (Yoh 14:2-4)
Yesus jelas telah memberi kepastian kepada kita bahwa kita tidak akan terlantar di dunia sana. Tempat sudah ada dan sudah dijanjikan oleh pemilik-Nya. Pintu untuk mencapai tempat tersebut adalah kematian. Jadi dengan kematian, hidup seseorang tidak dilenyapkan melainkan hanya diubah. Kematian bukanlah akhir, melainkan awal hidup baru.
Gereja Katolik mengimani kebangkitan Kristus dan kebangkitan orang mati. Gereja juga mempercayai persekutuan orang-orang Kudus dalam Gereja (communio sanctorum). Gereja sebagai persekutuan orang beriman meliputi: mereka yang sudah mulia bersama Allah di surga. Mereka yang telah meninggal tetapi masih mengalami penyempurnaan penyucian (purgatorium) dan mereka yang masih hidup dan mengembara di dunia. Persekutuan ini menunjukkan adanya hubungan antara kita yang masih hidup dan mengembara di dunia dengan mereka yang sudah meninggal.
v  Eskatologi Magisterium Gereja
ü  Konsili Toledo (675): kristus telah bangkit dan duduk di sisi kanan Bapa dan menanti waktu adatangnya akhir zaman. Kristus sebagai kepala telah bangkit, maka semua orang yang percaya kepadanya akan bangkit. Orang mati yang bangkit, bukan bangkit dari satu tubuh yang lain tetapi dalam tubuhnya sendiri sebagai mana ia ada hidup dan bergerak.
v  Paska terakhir orang Kristen (Katekismus Gereja Katolik)
ü  1681: arti kematian secara Kristen nyata dalam terang misteri paska, kematian dan kebangkitan Kristus, harapan kita satu-satunya. Seorang Kristen yang meninggal dalam Yesus Kristus, beralih dari tubuh ini untuk menetap pada Tuhan (2Kor. 5:8).
ü  1682: Dengan kematian, akhir kehidupan Sakramental, mulailah untuk warga Kristen penyempurnaan kelahiran kembali yang telah dimulai waktu pembabtisan-keserupaan secara defenitif dengan citera Putera” berkat urapan oleh Roh (keikut sertaan pada perjamuan pesta kerajaan Surga yang yang diantisipasi dari Ekaristi) dan itupun berlaku juga apabila ia masi memerlukan penyucian jiwa supaya dapat mengenakan pakaian perkawinan.
ü   1683: Gereja, sebagai ibu yang secara sakramental melahirkan warga Kristen dalam pesiarahannya di Dunia, menyertai dia pada akhir perjalanannya, untuk menyerahkan dia ke dalam tangan Bapa. Di dalam Kristus ia menyerahkan anak rahmatnya-Nya ini kepada Bapa dan dengan penuh harapan menaburkan di bumi benih tubuh, yang akan bangkit dalam kemuliaan. Persembahan ini sangat paling sempurna kalau dilaksanakan dalam kurban Ekaristi.

v  Katekismus Gereja Katolik
ü  1006: Di hadapan mautlah teka-teki kenyataan manusia mencapai puncaknya (GS 18). Dalam arti tertentu kematian badan itu sifatnya alami; tetapi untuk iman, itu adalah upah dosa (Rom. 6:23) dan untuk mereka yang mati dalam rahmat Kristus, kematian adalah keikut sertaan dalam kematian Kristus, supaya dapat juga mengambil bagian dalam kebagkitan.
ü  1007: Kematian adalah akhir kehidupan duniawi. Kehidupan kita berlangsung selama waktu tertentu, dan di dalam peredarannya kita berubah dan menjadi tua. Kematian kita, seperti pada semua makhluk hidup di dunia ini, adalah berakhirnya kehidupan alami. Aspek kematian ini memberi kepada kehidupan kita sesuatu yang mendesak: keyakinan akan kefanaan dapat mengingatkan kita bahwa untuk menjalankan kehidupan kita, hanya tersedia bagi kita suatu jangka waktu terbatas
ü  1008: Kematian adalah akibat dosa. Sebagai penafsir otentik atas pernyataan Kitab Suci  dan tradisi, magisterium Gereja mengajarkan bahwa kematian telah masuk ke dalam dunia, karena manusia telah berdosa  Walaupun manusia mempunyai kodrat yang dapat mati, namun Pencipta menentukan supaya ia tidak mati. Dengan demikian kematian bertentangan dengan keputusan Allah Pencipta. Kematian masuk ke dunia sebagai akibat dosa  "Kematian badan, yang dapat dihindari seandainya manusia tidak berdosa" (GS 18), adalah "musuh terakhir" manusia yang harus dikalahkan 
ü  1009: Kematian telah diubah Kristus. Juga Yesus, Putera Allah, telah mengalami kematian, yang termasuk bagian dari eksistensi manusia. Walaupun Ia merasa takut akan maut  namun Ia menerimanya dalam ketaatan bebas kepada kehendak Bapa-Nya. Ketaatan Yesus telah mengubah kutukan kematian menjadi berkat. 
ü  1010: Oleh Kristus kematian Kristen mempunyai arti positif. "Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan" (Flp 1:21). "Benarlah perkataan ini: jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup dengan Dia" (2 Tim 2:11). Aspek yang sungguh baru pada kematian Kristen terdapat di dalam hal ini: Oleh Pembaptisan warga Kristen secara sakramental sudah "mati bersama Kristus", supaya dapat menghidupi satu kehidupan baru. Kalau kita mati dalam rahmat Kristus, maka kematian badani menyelesaikan "mati bersama Kristus" ini dan dengan demikian melaksanakan secara definitif penggabungan kita dalam Dia oleh karya penebusan-Nya.
ü  1011: Dalam kematian, Allah memanggil manusia kepada diri-Nya. Karena itu, seperti Paulus, warga Kristen dapat merindukan kematian: "Aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus" (Flp 1:23). Dan ia dapat mengubah kematiannya menjadi perbuatan ketaatan dan cinta kepada Bapa, sesuai dengan contoh Kristus 
"Kerinduan duniawiku sudah disalibkan... Di dalam aku ada air yang hidup dan berbicara, yang berbisik dan berkata kepada aku: Mari menuju Bapa" (IgnasiusdariAntiokia,Rom7,2)."AkuhendakmelihatAllah,danuntukmelihatDia,orangharusmati"(TeresiadariYesus.vida1)."Aku tidak mati; aku masuk ke dalam kehidupan" (Teresia dari Anak Yesus, verba).
ü  1012: Pandangan Kristen mengenai kematian . dilukiskan dengan sangat bagus dalam liturgi Gereja:
"Bagi umat beriman-Mu, ya Tuhan, hidup hanyalah diubah, bukannya dilenyapkan. Dan sesudah roboh rumah kami di dunia ini, akan tersedia bagi kami kediaman abadi di surga" (MR, Prefasi Arwah).
ü  1013: Kematian adalah titik akhir penziarahan manusia di dunia, titik akhir dari masa rahmat dan belas kasihan, yang Allah berikan kepadanya, supaya melewati kehidupan dunia ini sesuai dengan rencana Allah dan dengan demikian menentukan nasibnya yang terakhir. "Apabila jalan hidup duniawi kita yang satu-satunya sudah berakhir" (LG 48), kita tidak kembali lagi, untuk hidup beberapa kali lagi di dunia. "Manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja dan sesudah itu dihakimi" (Ibr 9:27). Sesudah kematian tidak ada "reinkarnasi".
ü  1014: Gereja mengajak kita, supaya kita mempersiapkan diri menghadapi saat kematian ("Luputkanlah kami dari kematian yang mendadak ya Tuhan" - Litani semua orang kudus), supaya mohon kepada Bunda Allah agar ia mendoakan kita "pada waktu kita mati" (doa "Salam Maria") dan mempercayakan diri kepada santo Yosef, pelindung orang-orang yang menghadapi kematian:
"Dalam segala perbuatanmu, dalam segala pikiranmu, hendaklah kamu bertindak seakan-akan hari ini kamu akan mati. Jika kamu mempunyai hati nurani yang bersih, kamu tidak akan terlalu takut mati. Lebih baik menjauhkan diri dari dosa, daripada menghindari kematian. Jika hari ini kamu tidak siap, apakah besok kamu akan siap?" (Mengikuti Jejak Kristus1,23,1)."TerpujilahEngkau,Tuhanku,karenasaudari kami,MautJasmanidarinyatiadainsanhidupterlepas.
ü  1015: "Caro salutis est cardo - daging adalah poros keselamatan" (Tertulianus, res.8,2). Kita percaya akan Allah, Pencipta daging; kita percaya akan Sabda, yang sudah menjadi daging, supaya menebus daging; kita percaya akan kebangkitan daging, di mana penciptaan dan penebusan daging disempurnakan.
ü  1016: Oleh kematian, jiwa dipisahkan dari badan; tetapi dalam kebangkitan, Allah akan memberi kehidupan abadi kepada badan yang telah diubah, dengan mempersatukannya kembali dengan jiwa kita. Seperti Kristus telah bangkit dan hidup untuk selamanya, demikian juga kita semua akan bangkit pada hari kiamat.
ü  1017: "Kami percaya akan kebangkitan yang sesungguhnya dari daging ini, yang sekarang kita miliki" (DS 854). Tubuh yang dapat binasa ditaburkan dalam makam, tubuh yang tidak dapat binasa akan dibangkitkan  satu "tubuh rohani" (1 Kor 15:44).
ü  1018: Sebagai akibat dosa asal, manusia harus mengalami kematian badani "yang darinya manusia akan lolos, andai kata ia tidak berdosa" (GS 18).
ü  1019: Yesus, Putera Allah, telah menderita kematian untuk kita secara suka rela dalam ketaatan penuh dan bebas kepada kehendak Allah, Bapa-Nya. Oleh kematian-Nya Ia mengalahkan maut dan dengan demikian membuka pintu masuk menuju keselamatan untuk semua manusia.
ü  1020: Warga Kristen yang menyatukan kematiannya dengan kematian Yesus, menganggap kematian sebagai pertemuan dengan Yesus dan sebagai langkah masuk ke dalam kehidupan abadi. Kalau Gereja mengucapkan - untuk terakhir kalinya - kata-kata pengampunan atas nama Kristus untuk warga Kristen yang dalam sakratul maut, dan memeteraikannya - untuk terakhir kalinya - dengan pengurapan yang menguatkan, dan memberikan kepadanya Kristus dalam bekal perjalanan sebagai makanan untuk pejalanan, ia berkata kepadanya dengan ketegasan yang lemah lembut:
"Bertolaklah dari dunia ini, hai saudara (saudari) dalam Kristus, atas nama Allah Bapa yang maha kuasa, yang menciptakan engkau; atas nama Yesus Kristus, Putera Allah yang hidup, yang. menderita sengsara untuk engkau; atas nama Roh Kudus, yang dicurahkan atas dirimu; semoga pada hari ini engkau ditempatkan dalam ketenteraman dan memperoleh kediaman bersama Allah di dalam Sion yang suci, bersama Maria Perawan yang suci dan Bunda Allah, bersama santo Yosef dan bersama semua malaikat dan orang kudus Allah. ... Kembalilah kepada Penciptamu, yang telah mencipta engkau dari debu tanah. Apabila engkau berpisah dari kehidupan ini, semoga Maria bersama semua malaikat dan orang kudus datang menyongsong engkau. ... Engkau akan melihat Penebusmu dari muka ke muka..." (Doa penyerahan jiwa).


























                           II.            MAKNA KEMATIAN DAN KEBANGKITAN BAGI UMAT BERIMAN (KATOLIK) DALAM KONTEKS ESKATOLOGIS

a.      Belajar dari Yesus Sebagai Jalan Kebangkitan
Yesus bangkit dari antara orang mati pada hari ketiga. Maksudnya adalah bahwa hari ketiga Yesus wafat. Dalam Injil dikisahkan bagaimana Yesus wafat pada hari Jumat sore, maka ia bangkit pada hari Minggu pagi (Mat 28:1). Kebangkitan Yesus pada hari ketiga sesuai dengan Kitab Suci (Luk 24:27; 1Kor 15:4) dan sabda Yesus sendiri (Mrk 9:31).
Dalam Yesus Kristus kita semua dipanggil kepada Gereja, dan disitu kita memperoleh kesucian berkat rahmat Allah. Gereja itu baru akan mencapai kesempurnaannya dalam kemuluian di Surga, bila akan tiba saatnya segala sesuatu akan diperbaharaui (Kis 3:21), dan bila bersama dengan umat manusia dunia semesta pun, yang berhubungan erat dengan manusia dan bergerak ke arah tujuannya melalui manusia, akan diperbaharui secara mulia dalam Kristus (Lih. Ef 1:10; Kol 1:20; 2Ptr 3:10-13).
Adapun Kristus, yang ditinggikan dari bumi, menarik semua orang kepada dirinya (Lih. Yoh 12:32). Sesudah bangkit dari kematian  (Lih. Rom 6:9) Ia megutus Rohnya yang menghidupkan ke dalam hati para murid-Nya, dan melalui Roh itu ia menjadikan tubuh-Nya, yakni Gereja, Sakramen keselamatan bagi semua orang. Ia duduk disisi kanan Bapa, namun tiada hentinya berkarya di dunia, untuk menghantar orang-orang kepada Gereja, dan melalui Gereja menyatukan mereka lebih erat dengan dirinya;  lagi pula untuk memberi mereka santapan tubuh dan darah-Nya sendiri, serta dengan demikian mengikut sertakan mereka dalam kehidupannya yang mulia. Jadi pembaharuan , janji yang kita dambakan, telah mulai dalam kristus, digerakan dengan perutusan Roh Kudus, dan karena Roh itu berlangsung terus dalam Gereja. Berkat iman kita di situ menerima pengertian tentang makna hidup kita yang fana, sementara karya yang oleh Bapa dipercayakan kepada kita di dunia kita selesaikan dengan baik dalam harapan akan kebahagiaan di masa mendatang dan kita mengerjakan keselamtan kita (Lih. Flp 2:12).
Jadi sudah tibalah bagi kita akhir zaman (Lih. 1Kor 10: 11). Pembaharuan dunia telah ditetapkan, tak dapat dibatalkan, dan secara nyata mulai terlaksana di dunia ini. Sebab sejak di dunia ini gereja ditandai kesucian yang sesungguhnya meskipun tidak sempurna. Tetapi sampai nanti terwujudkan langit baru dan bumi baru, yang diwarnai keadilan (Lih. 2Ptr 3:13), gereja yang tengah mengembara, dalam sakramen-sakramen serta lembaga-lembaganya yang termasuk zaman ini, mengemban citra zaman sekarang yang akan lalu. Gereja berada di tengah alam tercipta, yang hingga kini berkeluh kesah dan menanggung sakit bersalin, serta merindukan saat anak-anak allah dinyatakan (Lih. Rom 8:19-22).
Jadi kita, yang bersatu dengan kristus dalam gereja, dan ditandai dengan Roh Kudus yakni jaminan warisan kita (Ef 1:14), disebut Anak-Anak Allah dan memang demikian adanya (Lih. 1Yoh 3:1). Namun kita belum tampil bersama Kristus dalam Kemuliaan (Lih. Kol 3:4), saatnya kita akan Menyerupai Allah, karena kita akan meamandang Dia sebagaimana adanya (Lih. 1Yoh 3:2). Maka selama mendiami tubuh ini, kita masi jauh dari Tuhan (2Kor 5:6); dan kita, yang membawa kurnia sulung Roh berkelukesa dalam hati (Lih. Rom 8:23) serta ingin bersama dengan Kristus (Lih. Flp 1:23). Namun oleh cinta kasih itu juga kita didesak, untuk lebih penuh hidup bagi Dia, yang telah wafat dan bangkit untuk kita (Lih. 2Kor 5:15). Maka kita berusaha untuk dalam segalanya berkenan kepada Tuhan (Lih. 2Kor 5:9). Dan kita kenakan perlengkapan senjata Allah, supaya kita mampu bertahan menentang tipu muslihat iblis serta mengadakan perlawanan pada hari yang jahat (Lih. Ef 6:11-13). Tetapi karena kita tidak mengetahui hari maupun jamnya, atas anjuran Tuhan kita wajib berjaga terus, agar setelah mengakhiri perjalanan hidup kita di dunia hanya satu kali saja (Lih. Ibr 9:27), kita bersama-sama dengannya memasuki pesta pernikahan, dan pantas digolongkan kepada mereka yang diberkati (Lih. Mat 25:31-46), dan supaya janganlah kita seperti hamba yang jahat dan malas (Lih. Mat 25:26) diperintahkan enyah ke dalam api  yang kekal (Lih. Mat 25:41), ke dalam kegelapan di luar, tempat “ratapan dan kertakan gigi” (Mat 22:13 dan 25:30). Sebab, sebelum memerintah bersama Kristus dalam kemuliaannya, kita semua akan menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya masing-masing menerima ganjaran bagi apa yang dijalankannya dalam hidupnya ini, entah itu baik atau jahat (2Kor 5:10). Dan pada akhir zaman mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk kehidupan kekal, sedangkan mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum (Yoh 5:29; 25:46). Maka dari itu mengingat bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita kelak (Rom 8:18; Lih. 2Tim 2:11-12), dalam keteguhan iman kita mendambakan pengharapan yang membahagiakan serta pernyataan kemuliaan Allah dan penyelamat kita yang maha agung, Yesus Kristus (Tit 2:13), yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga menyerupai tubuh-Nya yang mulia (Fil 3:21), dan yang akan datang untuk dimuliakan diantara para kudus-Nya, dan untuk dikagumi oleh semua orang yang beriman (2Tes 1:10).






b.      Umat Beriman Belajar dari Orang-Orang Kudus[3] dan Dengan Sepenuh Hati Mengambil Bagian dalam Jalan Kebangkitan Yesus
Kebangkitan datang disaat Tuhan datang dalam keagungan-Nya beserta semua malaikat (Lih. Mat 25:31), dan saatnya segala sesuatu takluk kepada-Nya sesudah maut dihancurkan (Lih. 1Kor 15:26-27), ada diantara para murid-Nya yang masi mengembara di dunia, dan ada yang telah meninggal dan mengalami penyucian, ada pula yang menikmatai kemuliaan sambil memandang “dengan jelas Allah Trituggal dengan sendirinya sebagai mana adanya”. Tetapi kita semua kendati pada taraf dan dengan cara yang berbeda, saling berhubungan dengan cinta kasih yang sama terhadap allah dan sesama, dan melambungkan madah pujian yang sama kehadirat Allah kita. Sebab semua orang, yang menjadi milik Kristus dan didiami oleh Rohnya, berpadu menjadi satU Gereja dan saling berhubungan dalam Dia (Lih. Ef 4:16). Jadi persatuan mereka yang sedang dalam perjalanan dengan para saudara yang sudah beristirahat dalam damai Kristus, sama sekali tidak terputus. Bahkan menurut iman Gereja yang abadi diteguhkan karena saling berbagi harta rohani[4]. Sebab karena para penghuni surga bersatu lebih erat dengan Kristus, mereka lebih menegukan  seluruh Gereja dalam kesuciannya; mereka menamba keagungan ibadat kepada Allah, yang dilaksanakan oleh Gereja di dunia; dan dengan pelbagai cara mereka membawa pelbagai sumbangan bagi penyempurnaan pembangunannya (Lih. 1Kor 12:12-27). Sebab mereka, yang telah ditampung di tanah air dan menetap ada Tuhan (Lih. 2Kor 5:8), karena Dia, bersama Dia dalam Dia tidak pernah berhenti menjadi pengantara kita dihadirat Bapa,  sambil mempersembahkan pahala-pahala, yang telah mereka peroleh di dunia, melalui pengantara tunggal antara Allah dan manusia, yakni Kristus Yesus (Lih. 1Tim 2:5), sambil melayani Tuhan dalam segalanya dan melengkapi apa yang kurang pada penderitaan Kristus dalam daging mereka, demi tubuhnya, yakni Gereja (Lih. Kol 1:24). Demikianlah kelemahan kita amat banyak dibantu oleh perhatian mereka sebagai saudara.

Gereja kaum musafir menyadari spenuhnya persekutuan dalam seluruh tubuh mistik Kristus itu. Sejak masa pertama agama Kristiani Gereja dengan sangat khidmat merayakan kenangan mereka yang telah meninggal. Dan karena inilah suatu pikiran yang mursid dan saleh: mendoakan mereka yang meninggal supaya dilepaskan dari dosa-dosa mereka (2Mak 12:46), maka gereja juga mempersembahkan korban-korban silih bagi mereka. Adapun gereja selau percaya, bahwa para rasul dan para martir Kristus, yang dengan menumpahkan darah  telah memberi kesaksian iman dan cinta kasih yang amat luhur, dalam Kristus berhubungan lebih erat dengan kita. Dengan bakti yang istimewa gereja menghormati mereka  bersama dengan santa Perawan Maria dan para Malaikat Kudus, serta dengan khidmat memohon bantuan perantaraan mereka. Pada golongan mereka segera bergabunglah orang-orang lain, yang dari lebih dekat meneladan keperawanan dan kemiskinan Kristus; dan akhirnya kelompok lain lagi, yang karena mereka dengan cemerlang mengamalkan keutamaan-keutamaan Kristiani serta menampilkan kurnia-kurnia Ilahi, mengundang kaum beriman untuk berbakti dengan takzim dan meneladan mereka.
Sebab sementara merenungkan hidup mereka yang dengan setia mengikuti Kristus, kita dapat dorongan baru untuk mencari kota, yang akan datang[5] (Lih. Ibr 13:14 dan 11:10). Sekaligus kita ditunjukkan jalan yang sangat aman, untuk ditengah situasi dunia yang sili berganti, sesuai dengan kedudukan dan kondisi masing-masing, dapat mencapai persatuan sempurna, dengan Kristus atau kesucian. Dalam hidup mereka yang sama-sama manusia sperti kita, tetapi secara lebih sempurna diubah menjadi serupa dengan citra Kristus (Lih. 2Kor 3:18), Allah secara hidup-hidup  menampakkan kehdiran serta wajah-Nya. Dalam diri mereka ia menyapa kita, dan menyampaikan kepada kita tanda kerajaan-Nya. Kita yang mempunyai banyak saksi ibarat awan yang meliputi kita (Lih. Ibr 12:1), dan menghadapi kesaksian sejelas itu tentang kebenaran injil, kuat-kuat tertarik kepadanya.
Namun kita merayakan kenangan para penghuni surga bukan hanya karena teladan mereka. Melainkan supaya persatuan segenap Gereja dalam Roh ditegukan dengan mengamalkan cinta kasih persaudaraan (Lih. Ef 4:1-6). Sebab seperti persekutuan kristiani antara para musafir manghantarkan kita untuk mendekati Kristus, begitu pula keikut sertaan dengan para Kudus menghubungkan kita dengan Kristus, yang bagaikan sumber dan kepala mengalirkan segala rahmat  dan kehidupan umat Allah sendiri. jadi memang sungguh sudah sepantasnya, bahwa kita mengasihi para sahabat serta sesama ahli waris Yesus Kristus itu, serta merta saudara-saudara dan penderma-penderma kita yang unggul. Sudah selayaknya pula kita bersyukur kepada Allah atas mereka. Sepantasnya juga kita dengan rendah hati berseru kepada mereka, dan mempercayakan diri kepada doa-doa, bantuan serta pertolongan mereka, untuk memperoleh karunia-karunia allah dengan perantaraan puteranya Yesus Kristus Tuhan kita, satu-satunya penyelamat dan penebus kita. Sebab segala kesaksian cinta kasih kita yang sejati terhadap para penghuni Sorga pada hakekatnya tertujukan kepada Kristus dan bermuara pada Dia, mahkota semua para kudus, serta dengan perantaraannya mencapai Allah yang mengagumkan dalam para kudus-Nya, dan diagungkan dalam diri mereka.

c.       Waktu Datangnya Kebangkitan[6]
Dalam kebangkitannya Yesus dibenarkan oleh Bapa-Nya sebagai Putra yang berkenan kepada Bapa. Yesus menjadi hamba Allah, sebab itu Allah telah meninggikan Dia (Flp 2:9).
Allah Bapa mengesahkan pekerjaan penyelamatannya. Yesus mengerjakan karya penebusannya melalui kemanusiaannya.  Kini Yesus Putra Allah dimuliahkan dalam kemanusiaan-Nya itu. Dengan menjadi manusia, Yesus Kristus, walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia (Flp 2:6-7). Yesus yang kini dalam kebangkitan-Nya itu mengenakan kemuliaan Ilahi. Dia telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh Roh Allah. Allah Bapa telah mendudukkan-Nya dalam kemuliaan di sebelah kanan-Nya di Surga.
Karya penebusan telah dikerjakan oleh Yesus melalui kemanusiaannya. Kini, dalam kebangkitan-Nya, Yesus Putra Allah, dimuliakan dalam kemanusiaan-Nya, dalam Dia yang telah bangkit berdiam secara jasmani (badaniah) seluruh kepenuhan ke-Allahannya (Lih. Kol 2:1-19; Flp  2:6-11; bdk, Ibr 5:7-10).
Dalam kemuliaan kebangkitannya sebagai manusia, Yesus memenuhi segala-galnya (Lih. Ef 4:9-10; 1:22). Di dalam kemanusiaan-Nyalah Yesus dimuliakan oleh Bapa. Segala sesuatu telah diletakannya di bawah kaki Kristus (Ef 1:20-22). Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga ia lebih yang utama dalam segala sesuatu. Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam dia (Kol 1:18-19). Ia menjadi Roh yang menghidupkan (Lih 1Kor 15:45).
Yesus yang bangkit adalah kepala jemaah-nya. Mengenai hubungan Tuhan Yesus yang bangkit dengan umat-Nya, Paulus berkata: Dia telah diberikannya kepada jemaah sebagai kepala. Jemaah yang adalah tubuhnya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu (Ef 1:22).
Kebangkitan Yesus menjadi pokok keselamatan kita, Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal (1Kor 15:20).
Kebangkitan Yesus memperkuat iman kita akan pribadi-Nya. Dalam kebangkitan-Nya menjadi nyata bahwa Yesus sungguh-sungguh Allah. Dia disahkan oleh Bapa sebagai penebus kita dunia.
Berkat kesengsaraan dan kebangkitan-Nya kita memperoleh pengampunan dosa dan keselamatan. Di dalam kebangkitan-Nya Yesus memperoleh bagi kita kebangkitan bersama Dia. Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal. Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia (1Kor 15:20). Yesus bangkit sebagai mana Ia adalah Kristus. Demikian kita akan bangkit bersamanya dengan badan dan jiwa kita[7]. Dengan kebangkitan Yesus, hidup kita yang fana kelak akan mengambil bagian pada kemuliaan hidup Yesus itu. Demikian pula halnya dengan kebangkitan orang mati. Ditaburkan dalam kebinasaan, dibangkitkan dalam ketidakbinasaan; ditaburkan dalam kehinaan, dibangkitkan dalam kekuatan. Yang ditaburkan adalah tubuh alamiah yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah (1Kor 15:42-44).
Karena harapan itu, hidup orang beriman tidak kenal putus asa. Hidup kita menyinarkan kegembiraan fajar hidup yang akan datang. Hidup kita yang fana ini, di dalam kristus, diwarnai hiburan dari roh Allah. Roh kudus yang telah membangkitkan Yesus akan membangkitkan juga badan kita yang fana, berkat kesatuan kita dengan tubuh Kristus yang mulia.
Setiap hari minggu kita memperingati dan merayakan kebangkitan Tuhan kita Yesus Kristus dalam Ekaristi Suci. Dalam Bahasa Gereja Minggu dinamakan dies domini, hari Tuhan yang bangkit.
 Mengingat bahwa yesus perna berkata ia kan bangkit pada hari ketiga, imam-imam kepala orang-orang farisi takut murid-muridnya akan mengambil mayatnya, lalu berkata, lihatlah kubur kosong. Ia telah bangkit. Mereka lalu meminta kepada pilatus supaya ia mengirim penjaga-penjaga ke kubur yesus. Kata pilatus: ini penjaga-penjaga bagimu, pergi dan jagalah kubur itu sebaik-baiknya. Maka pergilah mereka dengan bantuan penjaga-penjaga itu mereka memeteraikan kubur itu dan menjaganya (Lih. Mat 27:62-66).
                                                     III.            REFLEKSI KRITIS OLEH PENULIS MENGENAI KEMATIAN DAN KEBANGKITAN
Gereja Katolik mengajarkan bahwa keselamatan untuk kehidupan kekal adalah kehendak Allah bagi semua orang, dan bahwa Allah menganugerahkannya bagi para pendosa sebagai suatu anugerah yang cuma-cuma, suatu rahmat, melalui pengorbanan Kristus. "Sehubungan dengan Allah, sama sekali tidak ada hak atas kelayakan apapun di pihak manusia. Antara Allah dan kita terentang kesenjangan yang tak terkira, karena kita telah menerima segala sesuatu dari-Nya, Pencipta kita. Allahlah yang membenarkan, yakni  yang membebaskan dari dosa dengan karunia kekudusan yang cuma-cuma (rahmat pengudusan, yang disebut juga sebagai rahmat habitual atau rahmat pengilahian). Kita dapat menerima anugerah yang dikaruniakan Allah melalui iman dalam Yesus Kristus dan melalui pembaptisan, ataupun menolaknya. Peran serta manusia diperlukan, sejalan dengan kemampuan baru untuk berpegang teguh pada kehendak ilahi yang disediakan Allah.Iman seorang Kristiani bukannya tanpa perbuatan, karena tanpa perbuatan iman itu akan mati. Dalam pengertian ini, "dengan perbuatan manusia dibenarkan, dan bukan dengan iman semata-mata,"dan kehidupan kekal adalah, pada satu saat yang sama, rahmat dan upah dianugerahkan oleh Allah atas perbuatan baik dan kelayakan. Iman, dan oleh karenanya perbuatan, merupakan hasil dari rahmat Allah - oleh karena itu, hanya karena rahmat maka orang beriman dapat dipandang "layak memperoleh" keselamatan. Gereja Katolik mengajarkan bahwa melalui rahmat-rahmat yang diperoleh Yesus bagi umat manusia dengan mengorbankan dirinya sendiri di kayu salib, keselamatan dapat diterima bahkan oleh orang-orang yang berada di luar batas-batas yang nampak dari Gereja. Umat Kristiani dan bahkan non-Kristiani, jika dalam hidupnya mereka secara positif tanggap terhadap rahmat dan kebenaran yang disingkapkan Allah kepada mereka melalui belas kasihan Kristus, dapat diselamatkan (suatu sikap yang kerap disebut , dalam kasus umat non-Kristiani, sebagai "baptisan keinginan"). Hal ini kadangkala mencakup pula kesadaran akan kewajiban untuk menjadi bagian dari Gereja Katolik. Dalam kasus-kasus semacam itu, "maka barang siapa, yang mengetahui bahwa Gereja Katolik telah dijadikan perlu oleh Kristus, menolak untuk masuk atau tetap di dalamnya, tidak dapat diselamatkan. Jadi semua orang yang ada dalam Kristus sebagai anak-anak Allah (Dalam konsekrasi secara khusus menunjuk pada bagian prefasi,yaitu: “…bersama para malaikat dan seluruh laskar Surgawi; kami mengumandangkan kidung kemuliaan bagiMu dengan tak henti-hentinya bernyanyi.” Doa yang berisi alasan untuk mengucap syukur pada Allah ini mengungkapkan bahwa bersama dengan segenap bala tentara surgawi umat beriman melambungkan kidung kemuliaan kepada Tuhan. Pengakuan akan Allah bersama para malaikat di surga orang beriman langsung menunjukkan suatu iman yang kokoh (bdk. SC.8).).
Jika semua umat beriman anak-anak Allah, dan merupakan satu keluarga dalam  kristus (Lih. Ibr 3:6). Sementara kita saling mencintai dan serentak memuji Tritunggal Maha Kudus dan dengan demikian berhubungan seorang dengan yang lain, kita memenuhi panggilan gereja yang terdalam dan sekarang pun sudah mulai ikut menikmati liturgi dalam kemuliaan yang sempurna. Bila kristus kelak menampakan diri, dan mereka yang mati akan bangkit mulia, kemuliaan Allah akan menyinari kota Surgawi, dan Anak dombalah lampunya (Lih. Why 21:24). Pada saat itulah seluruh gereja para kudus dalam kebahagiaan cinta kasih yang terluhur akan bersujud menyembah allah dan anak domba yang telah disembelih (Why 5:12). Mereka akan serentak berseru: bagi dia yang duduk di takhta dan bagi anak domba: puji-pujian dan hormat, dan kemuliaan, dan kuasa sampai selama-lamanya (Why 5:13-14).
Akhirnya dapat dikatakan bahwa, akibat kebangkitan Kristus, kita sungguh berani percaya kepada Kristus (Bdk. P. Herman Embuiru (trans.), Katekismus Gereja Katolik, no. 160 Bdk. Juga DH, no 10-11. Karena itu iman merupakan awal, dasar dan akar dari setiap pembenaran (initium, fundamentum, et radix omnis iustificationis), DS 1532.). Dialah satu-satunya Tuhan dan penyelamat kita, sebab jika Kristus tidak bangkit sia-sialah kepercayaan kita itu (bdk. 1Kor 15:14-17). Kita dapat hidup dan bangkit bersama Kristus. Jika kita telah dipersatukan dengan  Yesus yang wafat pada saat kita dibabtis, maka kita akan bersatu juga dengannya dalam kebangkitan-Nya bila kita mati (1Tes 4:14). Kematian bukan akhir dari segala-galanya, tetapi kematian adalah awal dari suatu kehidupan baru bersama Kristus. Hidup tidak melenyap, tetapi diubah.








PENUTUP
Ketika manusia berbicara tentang kematian dan kebangkitan maka tidak terlepas dari dua hal yakni tetang umat beriman dan ateis. Kalau dalam kacamata umat beriman, kematian dan dan kebangkitan adalah sebuah jalan menuju kepada kehidupan abadi bersama sang pencipta. Dan untuk menuju ke situ dituntut sikap hidup yang sesuai dengan ajaran iman dan kepercayaannya. Kalau melihat kematian dan kebangkitan dari sudut pandang ateis maka yang ada hanyalah kesia-siaan.
Sebagai seorang calon imam yang sementara mempersiapkan diri sebelum terjun ketengah umat, ada satu hal yang menjadi buah dari hasil refleksi saya mengenai kematian dan kebangkitan adalah: “kematian membawa orang pada pengenalan diri akan identitasnya yang sebenarnya- artinya lewat kematian setiap orang berusaha mengenal siapa dirinya dan mengapa ia hadir dai tengah-tengah dunia dan kebangkitan membawah orang pada pengenalan akan penciptanya- artinya karena orang percaya bahwa ada kebangkitan maka orang akan berusaha mencari dan menemukan siapa penciptanya, dengan demikian ia dalam hidup kan berusha untuk mengarahkan seluruh kehidupannya demi kebangkitan yang akan ia
alami kelak setelah mati. Kapan datangnya kebangkitan? Bagi saya kebangkitan itu sudah dimulai sejak kematian. Agar kita memperoleh kebangkitan marilah mempersiapkan diri sebaik-baiknya.
















                               DAFTAR PUSTAKA
A Wah Yudi dkk. Kasih dan Konflik. Sekertariat komisi PSE KAJ. Dan komisi PSE KWI. Jakarta: 12 Desember 2003.
Alex I. Suwandi. Tanya Jawab Syadat Iman Katolik. Yogyakarta: Kanisius 1991.
A.Baker SVD. Ajaran Iman Katolik (Satu) 1. Yogyakarta: Kanisius 1988.
A. Heuken, Ensiklopedi Gereja II, H-Komp Jakarta: Cipta Loka Caraka, 1992.
Alexander Nava, ”The Mystery of Evil And The Hiddenness of God. Some Thoughts on
c.Kiswara. Menggereja. Yogyakarta: Kanisius 1988.
Dr. Wim van der Weiden, MSF. SENI HIDUP. Yogyakarta: Kanisius 1995.
E. Martasudjita, Pengantar Iman Kristiani (Yogyakarta: FTW-Pro Manuscripti, 1998)
J. Neuner & J. Dupuis (eds), The Christian Faith. New York: ALBA House 1995
N. Lalon Bakok, Menuju Dunia Baru,
Nico Syukur Dister, Teologi Sistematik 2
P. Herman Embuiru (trans.), Katekismus Gereja Katolik (Ende: Arnoldus, 1995
Stefanus Pranjana, Setan Menurut Orang Katolik,
Simone Weil,” Concilium, vol. 1-2, 1998
W.J.S. Poerwadarminta, “Kematia dan Kebangkitan,” Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003).
Lumen Gentium. Ajaran Tentang Gereja. Jakarta: Cut muntiah Juni 1990.
Lumen Gentium. Seri Dokumen Gerejani No. 7, Juni 1990
Katekismus Gereja Katolik. Artikel 12 Aku Percaya Akan Kehidupan Kekal.
Komisi Kateketik KWI. Petunjuk umum katekese. Bogor: Grafika Mardi Yuana Juli 2000.
2001 Catholics Online. mailto admin@Ekaristi.org.


[1] Uraian mengenai arti dan tujuan Eskatologis diambil dari catatan mata kuliah Eskatologis pada pertemuan pertama yakni hari Senin 15 Februari 2010, oleh Pastor Amrosius Wuritimur Lic. Th.
[2] Dr. Wim van der Weiden, MSF. SENI HIDUP. Yogyakarta: Kanisius 1995. Hlm. 330.
[3] Dalam konstitusi “Benedictus Dei” oleh Paus Benediktus XII 1336 dikatakan bahwa: disposisi Allah terhadap jiwa-jiwa orang kudus yang mati sebelum penderitaan Kristus (jiwa-jiwa dari rasul-rasul, para martir, orang-orang yang bertobat, para perawan dan semua orang beriman lain yang mati sebelum dibabtis) sejak kenaikan kristus meraka akan segera bersama-sama denga-Nya, bahkan sebelum pengadilan terakhir. Di surga orang-orang ini akan menanti pengadilan umum.
[4] Lumen Gentium. Seri Dokumen Gerejani No. 7, Juni 1990 . Hlm. 72.
[5] Dalam kitab The Assumption of Moses (Musa diangkat ke surga) disebut “Aku melihat dari tempat yang maha tinggi, melihat musuh-musuhmu di bumi dan kamu akan mengakui mereka dan bersuka cita, dan bersyukur serta mengakui Penciptamu (10:10). Stefanus Pranjana, Setan Menurut Orang Katolik, hlm. 50.

[6] Pada pertemuan tanggal 30 Mei 2010, dosen mata kuliah dalam hal ini Pastor Amri Wuritimur. Pr. Menejalkan beberapa hal mengenai akhir zaman. Bagi saya penjelasan ini mau menunjuk pada satu aspek lain yakni mau menunjuk kepada waktu datangnya kebangkitan. Yoh. 6:34-40,45 (bangkit pada akhir zaman), dan teks 1Tes.4:15-16 (kebangkitan). Dari dua teks tersebut berbicara tentang akhir zaman sebagai waktu final yang masi merupakan sesuatu yang akan datang, belum terwujud. Hal ini dikarenakan manusia dan ciptaan-ciptaan masi dalam penantian akan datangnya akhir zaman (kebangkitan). Pada saat itulah manusia dan ciptaan-ciptaan akan dibangkitkan, dan pada saat itu pula manusia akan dihakimi. Kalau akhir zaman disebut sebagai hari Tuhan (1Tes.5:2) maka sesungghunya akhir zaman (kebangkitan) bukan merupakan suatu moment yang belum sepenuhnya terealisasi tetapi sementara berlangsung. Akhir zaman atau kebangkitan itu akan datang tapi hanya sebagai pemenuhan dari apa yang sementara berlangsung (sebagai pemenuhan waktu lampau dan waktu akan datang).
[7] A. Baker SVD. Ajaran Iman Katolik 1. Yogyakarta: Kanisius 1988. Hlm. 161. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar