“KEMATIAN”
KAPAN
WAKTUNYA UMAT BERIMAN DIKATAKAN BANGKIT DARI KEMATIAN ?
(SUATU TINJAUAN ESKATOLOGIS)
Oleh:
Vitalis Letsoin
PENDAHULUAN
Dalam mata kuliah Eskatologis dipelajari berbagai hal
yang terurai dalam tema-tema besar diantaranya tema “tentang Eskatologis dan eksistensi orang Kristen” yang
terdiri dari beberapa poin sebagai berikut: tujuan terakhir manusia dalam
perspektif Kristen, kematian, parusia, kebangkitan orang mati, pengadilan
terakhir, purgatori, neraka, dan surga. Ada beberapa tema besar dengan
pion-poinnya yang juga dipelajari dalam mata Kulia Eskatologis ini, namun
bagian yang kami sebut di atas merupakan fokus dalam tugas ini. Yang saya
angkat dan bahas dibagian tema di atas adalah mengenai “kematian dan kebangkitan
orang mati” yang merupakan satu poin dari tema besar eskatologis dan eksistensi
orang Kristen.
Dalam tugas ini saya akan mencurahkan perhatian lebih
besar pada soal kematian dan kebangkitan orang mati. Kendati dalam uraian
mungkin akan menyentil beberapa hal menyangkut poin-poin lain.
Sebelumnya perlulah saya menghantar pembaca untuk
mengenal konteks tugas ini dengan memfokuskan perhatian pada tinjauan Eskatologis.
Eskatologis adalah berasal dari Bahasa Yunani: eschaton dan eschatos
yang berarti hal-hal yang terakhir, biasanya dihubungkan dengan kehidupan
akhir. Kalau dalam arti Biblis sering dingunakan dalam konteks kedatangan Kristus
yang kedua. Eskatologos yaitu
ilmu yang mempelajari tentang hal-hal yang terakhir, kematian, kebangkitan
orang mati, neraka, surga dan lain-lain dalam konteks yang akan datang. Atau
dapat dikatakan ilmu yang berbicara tentang akhirat. Kata Eskatologis pertama
kali dipakai oleh teolog Lutheran “Abram Kolonikus”.[1]
Dengan melihat penjelasan diatas maka sudah jelas arah
dan tujuan dan konteks karya tulis ini. Dengan judul kapan waktunya umat
beriman dikatakan bangkit dari kematian ? dengan suatu tinjauan Eskatologis maka
saya akan berusaha mengulas judul ini sebagai berikut pada bagian-bagian
dibawah ini.
I.
APA ITU KEMATIAN?
Pandangan mengenai
kematian saya paparkan dalam beberapa bagian yang terdiri dari poin-poin
penting.
a. Kematian Menurut Pandangan Populer
ü Menurut kamus besar bahasa indonesia: tak berguna, merasa,
bergerak.
ü kebermaknaan kematian
menurut John Hick: “berpikir tentang kematian atau sekedar membicarakannya
saja, kerap kali dianggap tidak sehat”.
ü Menurut Lao Tzu: “orang
yang melakukan kematian sebagai alamiah dari ruang untuk kebermaknaan dan
keindahan”.
ü Perbandingan agama-agama:
“mereka menanamkan fase-fase kehidupan beragama menurut mereka sendiri,
kematian itu identik dengan meninggal, ketakutan, kesendirian, dan kegelapan”.
ü Ignasius dari Antiokia. Lebih baiklah bagiku untuk mati karena
Kristus, daripada hidup sebagai raja atas segala ujung bumi. Aku mencari Dia,
yang wafat untuk kita; aku menghendaki Dia, yang bangkit demi kita. Kelahiran
aku nantikan... biarlah aku menerima sinar yang cerah. Setelah tiba di sana,
aku akan menjadi manusia"
ü Fransiskus dari Asisi Gita Sang Surya. Malanglah yang mati dalam
dosa. Bahagialah yang didapati dalam kehendak suci-Mu, maut kedua takan
mencelakakannya"
b. Kematian Menurut Ajaran Gereja Katolik
Masalah
yang begitu lama menghantui alam pikiran di Israel, yakni pembalasan di Bumi,
telah dipecahkan dalam Daniel 12:2-3 dan 2Makabe 7. Akan tetapi dalam kedua
buku itu soal-soal hanya disinggung saja, sedangkan dalam Kebijaksanaan Salamo
1-6 dibahas dengan panjang lebar. Oleh karena dalam perjanjian baru tidak
disajikan banyak informasi baru mengenai nasib orang sesudah kematian,[2] maka bayangan kita orang
kristen amat ditentukan oleh pandangan dan bayangan yang terdapat dalam Kitab
Kebijaksanaan Salamo.
Hidup
di dunia ini menjadi suatu fase persiapan bagi hidup yang sesungguhnya, yakni
hidup di akhirat. Nilai penting yang melekat pada hidup di dunia ini adalah:
cara hidup di dunia ini menantikan nasib kekal nanti.
Kematian sering kita pandang sebagai
suatu misteri. Dunia orang mati secara nalar adalah dunia penuh tanda tanya.
Meski kita tahu kematian merupakan kepastian, namun nalar kita masih
meraba-raba, ada apa sebenarnya di balik kematian.
Kepastian bahwa di balik kematian
ada kehidupan, bahkan kebahagiaan dapat kita peroleh jika kita memandangnya
melalui kacamata iman. “Di rumah Bapa-Ku ada banyak tempat. Jika tidak demikian
tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan
tempat bagimu.” (Yoh 14:2-4)
Yesus jelas telah memberi kepastian
kepada kita bahwa kita tidak akan terlantar di dunia sana. Tempat sudah ada dan
sudah dijanjikan oleh pemilik-Nya. Pintu untuk mencapai tempat tersebut adalah
kematian. Jadi dengan kematian, hidup seseorang tidak dilenyapkan melainkan
hanya diubah. Kematian bukanlah akhir, melainkan awal hidup baru.
Gereja Katolik mengimani kebangkitan
Kristus dan kebangkitan orang mati. Gereja juga mempercayai persekutuan
orang-orang Kudus dalam Gereja (communio sanctorum). Gereja sebagai persekutuan
orang beriman meliputi: mereka yang sudah mulia bersama Allah di surga. Mereka yang
telah meninggal tetapi masih mengalami penyempurnaan penyucian (purgatorium) dan
mereka yang masih hidup dan mengembara di dunia. Persekutuan ini menunjukkan
adanya hubungan antara kita yang masih hidup dan mengembara di dunia dengan
mereka yang sudah meninggal.
v Eskatologi
Magisterium Gereja
ü Konsili Toledo (675): kristus telah bangkit dan duduk di sisi
kanan Bapa dan menanti waktu adatangnya akhir zaman. Kristus sebagai kepala
telah bangkit, maka semua orang yang percaya kepadanya akan bangkit. Orang mati
yang bangkit, bukan bangkit dari satu tubuh yang lain tetapi dalam tubuhnya
sendiri sebagai mana ia ada hidup dan bergerak.
v Paska terakhir orang Kristen (Katekismus Gereja Katolik)
ü 1681: arti kematian secara
Kristen nyata dalam terang misteri paska, kematian dan kebangkitan Kristus,
harapan kita satu-satunya. Seorang Kristen yang meninggal dalam Yesus Kristus,
beralih dari tubuh ini untuk menetap pada Tuhan (2Kor. 5:8).
ü 1682: Dengan kematian, akhir
kehidupan Sakramental, mulailah untuk warga Kristen penyempurnaan kelahiran
kembali yang telah dimulai waktu pembabtisan-keserupaan secara defenitif dengan
citera Putera” berkat urapan oleh Roh (keikut sertaan pada perjamuan pesta
kerajaan Surga yang yang diantisipasi dari Ekaristi) dan itupun berlaku juga
apabila ia masi memerlukan penyucian jiwa supaya dapat mengenakan pakaian
perkawinan.
ü 1683: Gereja, sebagai ibu yang secara
sakramental melahirkan warga Kristen dalam pesiarahannya di Dunia, menyertai
dia pada akhir perjalanannya, untuk menyerahkan dia ke dalam tangan Bapa. Di
dalam Kristus ia menyerahkan anak rahmatnya-Nya ini kepada Bapa dan dengan
penuh harapan menaburkan di bumi benih tubuh, yang akan bangkit dalam
kemuliaan. Persembahan ini sangat paling sempurna kalau dilaksanakan dalam
kurban Ekaristi.
v Katekismus Gereja Katolik
ü 1006: Di hadapan mautlah
teka-teki kenyataan manusia mencapai puncaknya (GS 18). Dalam arti tertentu kematian
badan itu sifatnya alami; tetapi untuk iman, itu adalah upah dosa (Rom. 6:23)
dan untuk mereka yang mati dalam rahmat Kristus, kematian adalah keikut sertaan
dalam kematian Kristus, supaya dapat juga mengambil bagian dalam kebagkitan.
ü 1007: Kematian adalah akhir kehidupan duniawi.
Kehidupan kita berlangsung selama waktu tertentu, dan di dalam peredarannya
kita berubah dan menjadi tua. Kematian kita, seperti pada semua makhluk hidup
di dunia ini, adalah berakhirnya kehidupan alami. Aspek kematian ini memberi
kepada kehidupan kita sesuatu yang mendesak: keyakinan akan kefanaan dapat
mengingatkan kita bahwa untuk menjalankan kehidupan kita, hanya tersedia bagi
kita suatu jangka waktu terbatas
ü 1008: Kematian adalah akibat dosa. Sebagai penafsir
otentik atas pernyataan Kitab Suci dan tradisi, magisterium Gereja
mengajarkan bahwa kematian telah masuk ke dalam dunia, karena manusia telah
berdosa Walaupun manusia mempunyai kodrat yang dapat mati, namun Pencipta
menentukan supaya ia tidak mati. Dengan demikian kematian bertentangan dengan
keputusan Allah Pencipta. Kematian masuk ke dunia sebagai akibat dosa
"Kematian badan, yang dapat dihindari seandainya manusia tidak
berdosa" (GS 18), adalah "musuh terakhir" manusia yang harus
dikalahkan
ü 1009: Kematian telah diubah Kristus. Juga Yesus, Putera
Allah, telah mengalami kematian, yang termasuk bagian dari eksistensi manusia.
Walaupun Ia merasa takut akan maut namun Ia menerimanya dalam ketaatan
bebas kepada kehendak Bapa-Nya. Ketaatan Yesus telah mengubah kutukan kematian
menjadi berkat.
ü 1010: Oleh Kristus kematian Kristen mempunyai arti positif. "Bagiku
hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan" (Flp 1:21).
"Benarlah perkataan ini: jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup
dengan Dia" (2 Tim 2:11). Aspek yang sungguh baru pada kematian Kristen
terdapat di dalam hal ini: Oleh Pembaptisan warga Kristen secara sakramental
sudah "mati bersama Kristus", supaya dapat menghidupi satu kehidupan
baru. Kalau kita mati dalam rahmat Kristus, maka kematian badani menyelesaikan
"mati bersama Kristus" ini dan dengan demikian melaksanakan secara
definitif penggabungan kita dalam Dia oleh karya penebusan-Nya.
ü 1011: Dalam kematian, Allah memanggil manusia kepada diri-Nya. Karena
itu, seperti Paulus, warga Kristen dapat merindukan kematian: "Aku ingin
pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus" (Flp 1:23). Dan ia dapat
mengubah kematiannya menjadi perbuatan ketaatan dan cinta kepada Bapa, sesuai
dengan contoh Kristus
"Kerinduan duniawiku sudah disalibkan... Di dalam aku ada air
yang hidup dan berbicara, yang berbisik dan berkata kepada aku: Mari menuju
Bapa" (IgnasiusdariAntiokia,Rom7,2)."AkuhendakmelihatAllah,danuntukmelihatDia,orangharusmati"(TeresiadariYesus.vida1)."Aku
tidak mati; aku masuk ke dalam kehidupan" (Teresia dari Anak Yesus,
verba).
"Bagi umat beriman-Mu,
ya Tuhan, hidup hanyalah diubah, bukannya dilenyapkan. Dan sesudah roboh rumah
kami di dunia ini, akan tersedia bagi kami kediaman abadi di surga" (MR,
Prefasi Arwah).
ü 1013: Kematian adalah titik akhir penziarahan manusia di dunia,
titik akhir dari masa rahmat dan belas kasihan, yang Allah berikan kepadanya,
supaya melewati kehidupan dunia ini sesuai dengan rencana Allah dan dengan demikian
menentukan nasibnya yang terakhir. "Apabila jalan hidup duniawi kita yang
satu-satunya sudah berakhir" (LG 48), kita tidak kembali lagi, untuk hidup
beberapa kali lagi di dunia. "Manusia ditetapkan untuk mati hanya satu
kali saja dan sesudah itu dihakimi" (Ibr 9:27). Sesudah kematian tidak ada
"reinkarnasi".
ü 1014: Gereja mengajak kita, supaya kita mempersiapkan diri
menghadapi saat kematian ("Luputkanlah kami dari kematian yang mendadak ya
Tuhan" - Litani semua orang kudus), supaya mohon kepada Bunda Allah agar
ia mendoakan kita "pada waktu kita mati" (doa "Salam
Maria") dan mempercayakan diri kepada santo Yosef, pelindung orang-orang
yang menghadapi kematian:
"Dalam segala perbuatanmu, dalam segala pikiranmu, hendaklah
kamu bertindak seakan-akan hari ini kamu akan mati. Jika kamu mempunyai hati
nurani yang bersih, kamu tidak akan terlalu takut mati. Lebih baik menjauhkan
diri dari dosa, daripada menghindari kematian. Jika hari ini kamu tidak siap,
apakah besok kamu akan siap?" (Mengikuti Jejak Kristus1,23,1)."TerpujilahEngkau,Tuhanku,karenasaudari
kami,MautJasmanidarinyatiadainsanhidupterlepas.
ü 1015: "Caro salutis est cardo - daging
adalah poros keselamatan" (Tertulianus, res.8,2). Kita percaya akan Allah,
Pencipta daging; kita percaya akan Sabda, yang sudah menjadi daging, supaya
menebus daging; kita percaya akan kebangkitan daging, di mana penciptaan dan
penebusan daging disempurnakan.
ü 1016: Oleh kematian, jiwa dipisahkan dari
badan; tetapi dalam kebangkitan, Allah akan memberi kehidupan abadi kepada
badan yang telah diubah, dengan mempersatukannya kembali dengan jiwa kita.
Seperti Kristus telah bangkit dan hidup untuk selamanya, demikian juga kita
semua akan bangkit pada hari kiamat.
ü 1017: "Kami percaya akan kebangkitan
yang sesungguhnya dari daging ini, yang sekarang kita miliki" (DS 854).
Tubuh yang dapat binasa ditaburkan dalam makam, tubuh yang tidak dapat
binasa akan dibangkitkan satu "tubuh rohani" (1 Kor 15:44).
ü 1018: Sebagai akibat dosa asal, manusia harus
mengalami kematian badani "yang darinya manusia akan lolos, andai kata ia
tidak berdosa" (GS 18).
ü 1019: Yesus, Putera Allah, telah menderita
kematian untuk kita secara suka rela dalam ketaatan penuh dan bebas kepada
kehendak Allah, Bapa-Nya. Oleh kematian-Nya Ia mengalahkan maut dan dengan
demikian membuka pintu masuk menuju keselamatan untuk semua manusia.
ü 1020: Warga
Kristen yang menyatukan kematiannya dengan kematian Yesus, menganggap kematian
sebagai pertemuan dengan Yesus dan sebagai langkah masuk ke dalam kehidupan
abadi. Kalau Gereja mengucapkan - untuk terakhir kalinya - kata-kata
pengampunan atas nama Kristus untuk warga Kristen yang dalam sakratul maut, dan
memeteraikannya - untuk terakhir kalinya - dengan pengurapan yang menguatkan,
dan memberikan kepadanya Kristus dalam bekal perjalanan sebagai makanan untuk
pejalanan, ia berkata kepadanya dengan ketegasan yang lemah lembut:
"Bertolaklah dari dunia ini, hai saudara (saudari) dalam
Kristus, atas nama Allah Bapa yang maha kuasa, yang menciptakan engkau; atas
nama Yesus Kristus, Putera Allah yang hidup, yang. menderita sengsara untuk
engkau; atas nama Roh Kudus, yang dicurahkan atas dirimu; semoga pada hari ini
engkau ditempatkan dalam ketenteraman dan memperoleh kediaman bersama Allah di
dalam Sion yang suci, bersama Maria Perawan yang suci dan Bunda Allah, bersama
santo Yosef dan bersama semua malaikat dan orang kudus Allah. ... Kembalilah
kepada Penciptamu, yang telah mencipta engkau dari debu tanah. Apabila engkau
berpisah dari kehidupan ini, semoga Maria bersama semua malaikat dan orang
kudus datang menyongsong engkau. ... Engkau akan melihat Penebusmu dari muka ke
muka..." (Doa penyerahan jiwa).
II.
MAKNA KEMATIAN DAN
KEBANGKITAN BAGI UMAT BERIMAN (KATOLIK) DALAM KONTEKS ESKATOLOGIS
a. Belajar dari Yesus Sebagai Jalan Kebangkitan
Yesus bangkit dari antara
orang mati pada hari ketiga. Maksudnya adalah bahwa hari ketiga Yesus wafat.
Dalam Injil dikisahkan bagaimana Yesus wafat pada hari Jumat sore, maka ia
bangkit pada hari Minggu pagi (Mat 28:1). Kebangkitan Yesus pada hari ketiga
sesuai dengan Kitab Suci (Luk 24:27; 1Kor 15:4) dan sabda Yesus sendiri (Mrk
9:31).
Dalam Yesus Kristus kita
semua dipanggil kepada Gereja, dan disitu kita memperoleh kesucian berkat
rahmat Allah. Gereja itu baru akan mencapai kesempurnaannya dalam kemuluian di Surga,
bila akan tiba saatnya segala sesuatu akan diperbaharaui (Kis 3:21), dan bila
bersama dengan umat manusia dunia semesta pun, yang berhubungan erat dengan
manusia dan bergerak ke arah tujuannya melalui manusia, akan diperbaharui
secara mulia dalam Kristus (Lih. Ef 1:10; Kol 1:20; 2Ptr 3:10-13).
Adapun Kristus, yang
ditinggikan dari bumi, menarik semua orang kepada dirinya (Lih. Yoh 12:32). Sesudah bangkit dari kematian (Lih. Rom 6:9) Ia megutus Rohnya yang
menghidupkan ke dalam hati para murid-Nya, dan melalui Roh itu ia menjadikan
tubuh-Nya, yakni Gereja, Sakramen keselamatan bagi semua orang. Ia duduk disisi
kanan Bapa, namun tiada hentinya berkarya di dunia, untuk menghantar
orang-orang kepada Gereja, dan melalui Gereja menyatukan mereka lebih erat
dengan dirinya; lagi pula untuk memberi
mereka santapan tubuh dan darah-Nya sendiri, serta dengan demikian mengikut
sertakan mereka dalam kehidupannya yang mulia. Jadi pembaharuan , janji yang
kita dambakan, telah mulai dalam kristus, digerakan dengan perutusan Roh Kudus,
dan karena Roh itu berlangsung terus dalam Gereja. Berkat iman kita di situ menerima pengertian tentang makna hidup
kita yang fana, sementara karya yang oleh Bapa dipercayakan kepada kita di
dunia kita selesaikan dengan baik dalam harapan akan kebahagiaan di masa mendatang
dan kita mengerjakan keselamtan kita (Lih. Flp 2:12).
Jadi sudah tibalah bagi
kita akhir zaman (Lih. 1Kor 10: 11). Pembaharuan dunia telah ditetapkan, tak
dapat dibatalkan, dan secara nyata mulai terlaksana di dunia ini. Sebab sejak
di dunia ini gereja ditandai kesucian yang sesungguhnya meskipun tidak
sempurna. Tetapi sampai nanti terwujudkan langit baru dan bumi baru, yang
diwarnai keadilan (Lih. 2Ptr 3:13), gereja yang tengah mengembara, dalam
sakramen-sakramen serta lembaga-lembaganya yang termasuk zaman ini, mengemban
citra zaman sekarang yang akan lalu. Gereja berada di tengah alam tercipta,
yang hingga kini berkeluh kesah dan menanggung sakit bersalin, serta merindukan
saat anak-anak allah dinyatakan (Lih. Rom 8:19-22).
Jadi kita, yang bersatu dengan
kristus dalam gereja, dan ditandai dengan Roh Kudus yakni jaminan warisan kita
(Ef 1:14), disebut Anak-Anak Allah dan memang demikian adanya (Lih. 1Yoh 3:1).
Namun kita belum tampil bersama Kristus dalam Kemuliaan (Lih. Kol 3:4), saatnya
kita akan Menyerupai Allah, karena kita akan meamandang Dia sebagaimana adanya
(Lih. 1Yoh 3:2). Maka selama mendiami tubuh ini, kita masi jauh dari Tuhan (2Kor
5:6); dan kita, yang membawa kurnia sulung Roh berkelukesa dalam hati (Lih. Rom
8:23) serta ingin bersama dengan Kristus (Lih. Flp 1:23). Namun oleh cinta
kasih itu juga kita didesak, untuk lebih penuh hidup bagi Dia, yang telah wafat
dan bangkit untuk kita (Lih. 2Kor 5:15). Maka kita berusaha untuk dalam
segalanya berkenan kepada Tuhan (Lih. 2Kor 5:9). Dan kita kenakan perlengkapan
senjata Allah, supaya kita mampu bertahan menentang tipu muslihat iblis serta
mengadakan perlawanan pada hari yang jahat (Lih. Ef 6:11-13). Tetapi karena
kita tidak mengetahui hari maupun jamnya, atas
anjuran Tuhan kita wajib berjaga terus, agar setelah mengakhiri perjalanan
hidup kita di dunia hanya satu kali saja (Lih. Ibr 9:27), kita bersama-sama
dengannya memasuki pesta pernikahan, dan pantas digolongkan kepada mereka yang
diberkati (Lih. Mat 25:31-46), dan supaya janganlah kita seperti hamba yang
jahat dan malas (Lih. Mat 25:26) diperintahkan enyah ke dalam api yang kekal (Lih. Mat 25:41), ke dalam
kegelapan di luar, tempat “ratapan dan kertakan gigi” (Mat 22:13 dan 25:30).
Sebab, sebelum memerintah bersama Kristus dalam kemuliaannya, kita semua akan
menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya masing-masing menerima ganjaran
bagi apa yang dijalankannya dalam hidupnya ini, entah itu baik atau jahat (2Kor
5:10). Dan pada akhir zaman mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan
bangkit untuk kehidupan kekal, sedangkan mereka yang telah berbuat jahat akan
bangkit untuk dihukum (Yoh 5:29; 25:46). Maka dari itu mengingat
bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan
yang akan dinyatakan kepada kita kelak (Rom 8:18; Lih. 2Tim 2:11-12), dalam
keteguhan iman kita mendambakan pengharapan yang membahagiakan serta pernyataan
kemuliaan Allah dan penyelamat kita yang maha agung, Yesus Kristus (Tit 2:13),
yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga menyerupai tubuh-Nya yang
mulia (Fil 3:21), dan yang akan datang untuk dimuliakan diantara para kudus-Nya,
dan untuk dikagumi oleh semua orang yang beriman (2Tes 1:10).
b. Umat Beriman Belajar dari Orang-Orang Kudus[3] dan Dengan Sepenuh Hati Mengambil Bagian dalam Jalan
Kebangkitan Yesus
Kebangkitan datang disaat
Tuhan datang dalam keagungan-Nya beserta semua malaikat (Lih. Mat 25:31), dan
saatnya segala sesuatu takluk kepada-Nya sesudah maut dihancurkan (Lih. 1Kor
15:26-27), ada diantara para murid-Nya yang masi mengembara di dunia, dan ada
yang telah meninggal dan mengalami penyucian, ada pula yang menikmatai
kemuliaan sambil memandang “dengan jelas Allah Trituggal dengan sendirinya
sebagai mana adanya”. Tetapi kita semua kendati pada taraf dan dengan cara yang
berbeda, saling berhubungan dengan cinta kasih yang sama terhadap allah dan
sesama, dan melambungkan madah pujian yang sama kehadirat Allah kita. Sebab
semua orang, yang menjadi milik Kristus dan didiami oleh Rohnya, berpadu
menjadi satU Gereja dan saling berhubungan dalam Dia (Lih. Ef 4:16). Jadi
persatuan mereka yang sedang dalam perjalanan dengan para saudara yang sudah
beristirahat dalam damai Kristus, sama sekali tidak terputus. Bahkan menurut
iman Gereja yang abadi diteguhkan karena saling berbagi harta rohani[4]. Sebab karena para
penghuni surga bersatu lebih erat dengan Kristus, mereka lebih menegukan seluruh Gereja dalam kesuciannya; mereka
menamba keagungan ibadat kepada Allah, yang dilaksanakan oleh Gereja di dunia;
dan dengan pelbagai cara mereka membawa pelbagai sumbangan bagi penyempurnaan
pembangunannya (Lih. 1Kor 12:12-27). Sebab mereka, yang telah ditampung di
tanah air dan menetap ada Tuhan (Lih. 2Kor 5:8), karena Dia, bersama Dia dalam
Dia tidak pernah berhenti menjadi pengantara kita dihadirat Bapa, sambil mempersembahkan pahala-pahala, yang
telah mereka peroleh di dunia, melalui pengantara tunggal antara Allah dan
manusia, yakni Kristus Yesus (Lih. 1Tim 2:5), sambil melayani Tuhan dalam
segalanya dan melengkapi apa yang kurang pada penderitaan Kristus dalam daging
mereka, demi tubuhnya, yakni Gereja (Lih. Kol 1:24). Demikianlah kelemahan kita
amat banyak dibantu oleh perhatian mereka sebagai saudara.
Gereja kaum musafir
menyadari spenuhnya persekutuan dalam seluruh tubuh mistik Kristus itu. Sejak
masa pertama agama Kristiani Gereja dengan sangat khidmat merayakan kenangan
mereka yang telah meninggal. Dan karena inilah suatu pikiran yang mursid dan saleh:
mendoakan mereka yang meninggal supaya dilepaskan dari dosa-dosa mereka (2Mak
12:46), maka gereja juga mempersembahkan korban-korban silih bagi mereka.
Adapun gereja selau percaya, bahwa para rasul dan para martir Kristus, yang
dengan menumpahkan darah telah memberi
kesaksian iman dan cinta kasih yang amat luhur, dalam Kristus berhubungan lebih
erat dengan kita. Dengan bakti yang istimewa gereja menghormati mereka bersama dengan santa Perawan Maria dan para
Malaikat Kudus, serta dengan khidmat memohon bantuan perantaraan mereka. Pada
golongan mereka segera bergabunglah orang-orang lain, yang dari lebih dekat
meneladan keperawanan dan kemiskinan Kristus; dan akhirnya kelompok lain lagi,
yang karena mereka dengan cemerlang mengamalkan keutamaan-keutamaan Kristiani
serta menampilkan kurnia-kurnia Ilahi, mengundang kaum beriman untuk berbakti
dengan takzim dan meneladan mereka.
Sebab sementara
merenungkan hidup mereka yang dengan setia mengikuti Kristus, kita dapat
dorongan baru untuk mencari kota, yang akan datang[5] (Lih. Ibr 13:14 dan
11:10). Sekaligus kita ditunjukkan jalan yang sangat aman, untuk ditengah
situasi dunia yang sili berganti, sesuai dengan kedudukan dan kondisi
masing-masing, dapat mencapai persatuan sempurna, dengan Kristus atau kesucian.
Dalam hidup mereka yang sama-sama manusia sperti kita, tetapi secara lebih
sempurna diubah menjadi serupa dengan citra Kristus (Lih. 2Kor 3:18), Allah
secara hidup-hidup menampakkan kehdiran
serta wajah-Nya. Dalam diri mereka ia menyapa kita, dan menyampaikan kepada
kita tanda kerajaan-Nya. Kita yang mempunyai banyak saksi ibarat awan yang
meliputi kita (Lih. Ibr 12:1), dan menghadapi kesaksian sejelas itu tentang
kebenaran injil, kuat-kuat tertarik kepadanya.
Namun kita merayakan
kenangan para penghuni surga bukan hanya karena teladan mereka. Melainkan
supaya persatuan segenap Gereja dalam Roh ditegukan dengan mengamalkan cinta
kasih persaudaraan (Lih. Ef 4:1-6). Sebab seperti persekutuan kristiani antara
para musafir manghantarkan kita untuk mendekati Kristus, begitu pula keikut
sertaan dengan para Kudus menghubungkan kita dengan Kristus, yang bagaikan
sumber dan kepala mengalirkan segala rahmat
dan kehidupan umat Allah sendiri. jadi memang sungguh sudah sepantasnya,
bahwa kita mengasihi para sahabat serta sesama ahli waris Yesus Kristus itu,
serta merta saudara-saudara dan penderma-penderma kita yang unggul. Sudah
selayaknya pula kita bersyukur kepada Allah atas mereka. Sepantasnya juga kita
dengan rendah hati berseru kepada mereka, dan mempercayakan diri kepada
doa-doa, bantuan serta pertolongan mereka, untuk memperoleh karunia-karunia
allah dengan perantaraan puteranya Yesus Kristus Tuhan kita, satu-satunya
penyelamat dan penebus kita. Sebab segala kesaksian cinta kasih kita yang
sejati terhadap para penghuni Sorga pada hakekatnya tertujukan kepada Kristus
dan bermuara pada Dia, mahkota semua para kudus, serta dengan perantaraannya
mencapai Allah yang mengagumkan dalam para kudus-Nya, dan diagungkan dalam diri
mereka.
Dalam kebangkitannya Yesus
dibenarkan oleh Bapa-Nya sebagai Putra yang berkenan kepada Bapa. Yesus menjadi
hamba Allah, sebab itu Allah telah meninggikan Dia (Flp 2:9).
Allah Bapa mengesahkan
pekerjaan penyelamatannya. Yesus mengerjakan karya penebusannya melalui
kemanusiaannya. Kini Yesus Putra Allah
dimuliahkan dalam kemanusiaan-Nya itu. Dengan menjadi manusia, Yesus Kristus,
walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai
milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri,
dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia (Flp 2:6-7).
Yesus yang kini dalam kebangkitan-Nya itu mengenakan kemuliaan Ilahi. Dia telah
dibangkitkan dari antara orang mati oleh Roh Allah. Allah Bapa telah
mendudukkan-Nya dalam kemuliaan di sebelah kanan-Nya di Surga.
Karya penebusan telah
dikerjakan oleh Yesus melalui kemanusiaannya. Kini, dalam kebangkitan-Nya,
Yesus Putra Allah, dimuliakan dalam kemanusiaan-Nya, dalam Dia yang telah
bangkit berdiam secara jasmani (badaniah) seluruh kepenuhan ke-Allahannya (Lih.
Kol 2:1-19; Flp 2:6-11; bdk, Ibr
5:7-10).
Dalam kemuliaan
kebangkitannya sebagai manusia, Yesus memenuhi segala-galnya (Lih. Ef 4:9-10; 1:22).
Di dalam kemanusiaan-Nyalah Yesus dimuliakan oleh Bapa. Segala sesuatu telah
diletakannya di bawah kaki Kristus (Ef 1:20-22). Ialah yang sulung, yang
pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga ia lebih yang utama dalam
segala sesuatu. Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam dia (Kol
1:18-19). Ia menjadi Roh yang menghidupkan (Lih 1Kor 15:45).
Yesus yang bangkit adalah
kepala jemaah-nya. Mengenai hubungan Tuhan Yesus yang bangkit dengan umat-Nya,
Paulus berkata: Dia telah diberikannya kepada jemaah sebagai kepala. Jemaah
yang adalah tubuhnya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala
sesuatu (Ef 1:22).
Kebangkitan Yesus menjadi
pokok keselamatan kita, Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai
yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal (1Kor 15:20).
Kebangkitan Yesus
memperkuat iman kita akan pribadi-Nya. Dalam kebangkitan-Nya menjadi nyata
bahwa Yesus sungguh-sungguh Allah. Dia disahkan oleh Bapa sebagai penebus kita
dunia.
Berkat kesengsaraan dan
kebangkitan-Nya kita memperoleh pengampunan dosa dan keselamatan. Di dalam
kebangkitan-Nya Yesus memperoleh bagi kita kebangkitan bersama Dia. Kristus
telah dibangkitkan dari antara orang mati sebagai yang sulung dari orang-orang
yang telah meninggal. Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia,
demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia (1Kor
15:20). Yesus bangkit sebagai mana Ia adalah Kristus. Demikian kita akan
bangkit bersamanya dengan badan dan jiwa kita[7]. Dengan kebangkitan Yesus,
hidup kita yang fana kelak akan mengambil bagian pada kemuliaan hidup Yesus
itu. Demikian pula halnya dengan kebangkitan orang mati. Ditaburkan dalam
kebinasaan, dibangkitkan dalam ketidakbinasaan; ditaburkan dalam kehinaan,
dibangkitkan dalam kekuatan. Yang ditaburkan adalah tubuh alamiah yang
dibangkitkan adalah tubuh rohaniah (1Kor 15:42-44).
Karena harapan itu, hidup
orang beriman tidak kenal putus asa. Hidup kita menyinarkan kegembiraan fajar
hidup yang akan datang. Hidup kita yang fana ini, di dalam kristus, diwarnai
hiburan dari roh Allah. Roh kudus yang telah membangkitkan Yesus akan
membangkitkan juga badan kita yang fana, berkat kesatuan kita dengan tubuh
Kristus yang mulia.
Setiap hari minggu kita
memperingati dan merayakan kebangkitan Tuhan kita Yesus Kristus dalam Ekaristi
Suci. Dalam Bahasa Gereja Minggu dinamakan dies domini, hari Tuhan yang
bangkit.
Mengingat bahwa yesus perna berkata ia kan
bangkit pada hari ketiga, imam-imam kepala orang-orang farisi takut
murid-muridnya akan mengambil mayatnya, lalu berkata, lihatlah kubur kosong. Ia
telah bangkit. Mereka lalu meminta kepada pilatus supaya ia mengirim
penjaga-penjaga ke kubur yesus. Kata pilatus: ini penjaga-penjaga bagimu, pergi
dan jagalah kubur itu sebaik-baiknya. Maka pergilah mereka dengan bantuan
penjaga-penjaga itu mereka memeteraikan kubur itu dan menjaganya (Lih. Mat
27:62-66).
III.
REFLEKSI KRITIS OLEH
PENULIS MENGENAI KEMATIAN DAN KEBANGKITAN
Gereja
Katolik mengajarkan bahwa keselamatan untuk kehidupan kekal adalah kehendak
Allah bagi semua orang, dan bahwa Allah menganugerahkannya bagi para pendosa
sebagai suatu anugerah yang cuma-cuma, suatu rahmat, melalui pengorbanan
Kristus. "Sehubungan dengan Allah, sama sekali tidak ada hak atas
kelayakan apapun di pihak manusia. Antara Allah dan kita terentang kesenjangan
yang tak terkira, karena kita telah menerima segala sesuatu dari-Nya, Pencipta
kita. Allahlah yang membenarkan, yakni yang membebaskan dari dosa dengan karunia
kekudusan yang cuma-cuma (rahmat pengudusan, yang disebut juga sebagai rahmat
habitual atau rahmat pengilahian). Kita dapat menerima anugerah yang
dikaruniakan Allah melalui iman dalam Yesus Kristus dan melalui pembaptisan, ataupun
menolaknya. Peran serta manusia diperlukan, sejalan dengan kemampuan baru untuk
berpegang teguh pada kehendak ilahi yang disediakan Allah.Iman seorang
Kristiani bukannya tanpa perbuatan, karena tanpa perbuatan iman itu akan mati. Dalam
pengertian ini, "dengan perbuatan manusia dibenarkan, dan bukan dengan
iman semata-mata,"dan kehidupan kekal adalah, pada satu saat yang sama,
rahmat dan upah dianugerahkan oleh Allah atas perbuatan baik dan kelayakan. Iman,
dan oleh karenanya perbuatan, merupakan hasil dari rahmat Allah - oleh karena
itu, hanya karena rahmat maka orang beriman dapat dipandang "layak
memperoleh" keselamatan. Gereja Katolik mengajarkan bahwa melalui
rahmat-rahmat yang diperoleh Yesus bagi umat manusia dengan mengorbankan
dirinya sendiri di kayu salib, keselamatan dapat diterima bahkan oleh
orang-orang yang berada di luar batas-batas yang nampak dari Gereja. Umat
Kristiani dan bahkan non-Kristiani, jika dalam hidupnya mereka secara positif
tanggap terhadap rahmat dan kebenaran yang disingkapkan Allah kepada mereka
melalui belas kasihan Kristus, dapat diselamatkan (suatu sikap yang kerap
disebut , dalam kasus umat non-Kristiani, sebagai "baptisan
keinginan"). Hal ini kadangkala mencakup pula kesadaran akan kewajiban
untuk menjadi bagian dari Gereja Katolik. Dalam kasus-kasus semacam itu,
"maka barang siapa, yang mengetahui bahwa Gereja Katolik telah dijadikan
perlu oleh Kristus, menolak untuk masuk atau tetap di dalamnya, tidak dapat
diselamatkan. Jadi semua orang yang ada dalam Kristus sebagai anak-anak Allah (Dalam konsekrasi secara
khusus menunjuk pada bagian prefasi,yaitu: “…bersama para malaikat dan seluruh
laskar Surgawi; kami mengumandangkan kidung kemuliaan bagiMu dengan tak
henti-hentinya bernyanyi.” Doa yang berisi alasan untuk mengucap syukur pada
Allah ini mengungkapkan bahwa bersama dengan segenap bala tentara surgawi umat
beriman melambungkan kidung kemuliaan kepada Tuhan. Pengakuan akan Allah
bersama para malaikat di surga orang beriman langsung menunjukkan suatu iman
yang kokoh (bdk. SC.8).).
Jika semua umat beriman anak-anak Allah, dan merupakan satu
keluarga dalam kristus (Lih. Ibr 3:6).
Sementara kita saling mencintai dan serentak memuji Tritunggal Maha Kudus dan
dengan demikian berhubungan seorang dengan yang lain, kita memenuhi panggilan
gereja yang terdalam dan sekarang pun sudah mulai ikut menikmati liturgi dalam
kemuliaan yang sempurna. Bila kristus kelak menampakan diri, dan mereka yang
mati akan bangkit mulia, kemuliaan Allah akan menyinari kota Surgawi, dan Anak dombalah
lampunya (Lih. Why 21:24). Pada saat itulah seluruh gereja para kudus dalam
kebahagiaan cinta kasih yang terluhur akan bersujud menyembah allah dan anak
domba yang telah disembelih (Why 5:12). Mereka akan serentak berseru: bagi dia
yang duduk di takhta dan bagi anak domba: puji-pujian dan hormat, dan
kemuliaan, dan kuasa sampai selama-lamanya (Why 5:13-14).
Akhirnya dapat dikatakan bahwa, akibat kebangkitan Kristus,
kita sungguh berani percaya kepada Kristus (Bdk. P. Herman Embuiru (trans.), Katekismus
Gereja Katolik, no. 160 Bdk. Juga DH, no 10-11. Karena itu iman merupakan
awal, dasar dan akar dari setiap pembenaran (initium, fundamentum, et radix
omnis iustificationis), DS 1532.). Dialah satu-satunya Tuhan dan penyelamat
kita, sebab jika Kristus tidak bangkit sia-sialah kepercayaan kita itu (bdk.
1Kor 15:14-17). Kita dapat hidup dan bangkit bersama Kristus. Jika kita telah
dipersatukan dengan Yesus yang wafat
pada saat kita dibabtis, maka kita akan bersatu juga dengannya dalam
kebangkitan-Nya bila kita mati (1Tes 4:14). Kematian bukan akhir dari
segala-galanya, tetapi kematian adalah awal dari suatu kehidupan baru bersama Kristus.
Hidup tidak melenyap, tetapi diubah.
PENUTUP
Ketika
manusia berbicara tentang kematian dan kebangkitan maka tidak terlepas dari dua
hal yakni tetang umat beriman dan ateis. Kalau dalam kacamata umat beriman,
kematian dan dan kebangkitan adalah sebuah jalan menuju kepada kehidupan abadi
bersama sang pencipta. Dan untuk menuju ke situ dituntut sikap hidup yang
sesuai dengan ajaran iman dan kepercayaannya. Kalau melihat kematian dan
kebangkitan dari sudut pandang ateis maka yang ada hanyalah kesia-siaan.
Sebagai
seorang calon imam yang sementara mempersiapkan diri sebelum terjun ketengah
umat, ada satu hal yang menjadi buah dari hasil refleksi saya mengenai kematian
dan kebangkitan adalah: “kematian membawa orang pada pengenalan diri akan
identitasnya yang sebenarnya- artinya lewat kematian setiap orang berusaha
mengenal siapa dirinya dan mengapa ia hadir dai tengah-tengah dunia dan kebangkitan
membawah orang pada pengenalan akan penciptanya- artinya karena orang percaya
bahwa ada kebangkitan maka orang akan berusaha mencari dan menemukan siapa
penciptanya, dengan demikian ia dalam hidup kan berusha untuk mengarahkan
seluruh kehidupannya demi kebangkitan yang akan ia
alami kelak setelah mati.
Kapan datangnya kebangkitan? Bagi saya kebangkitan itu sudah dimulai sejak
kematian. Agar kita memperoleh kebangkitan marilah mempersiapkan diri
sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
A Wah Yudi dkk. Kasih dan Konflik. Sekertariat komisi
PSE KAJ. Dan komisi PSE KWI. Jakarta: 12 Desember 2003.
Alex I. Suwandi. Tanya Jawab Syadat Iman Katolik.
Yogyakarta: Kanisius 1991.
A.Baker SVD. Ajaran
Iman Katolik (Satu) 1. Yogyakarta: Kanisius 1988.
A. Heuken, Ensiklopedi
Gereja II, H-Komp Jakarta: Cipta Loka Caraka, 1992.
Alexander Nava, ”The Mystery of Evil
And The Hiddenness of God. Some Thoughts on
c.Kiswara. Menggereja.
Yogyakarta: Kanisius 1988.
Dr. Wim van der Weiden,
MSF. SENI HIDUP. Yogyakarta: Kanisius
1995.
E. Martasudjita, Pengantar Iman Kristiani (Yogyakarta:
FTW-Pro Manuscripti, 1998)
J. Neuner
& J. Dupuis (eds), The Christian
Faith. New York: ALBA House 1995
N. Lalon Bakok, Menuju
Dunia Baru,
Nico Syukur Dister, Teologi
Sistematik 2
P. Herman Embuiru (trans.), Katekismus Gereja Katolik (Ende: Arnoldus, 1995
Stefanus Pranjana, Setan Menurut Orang Katolik,
Simone Weil,” Concilium,
vol. 1-2, 1998
W.J.S. Poerwadarminta, “Kematia dan
Kebangkitan,” Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003).
Lumen Gentium. Ajaran Tentang Gereja. Jakarta: Cut
muntiah Juni 1990.
Lumen Gentium. Seri
Dokumen Gerejani No. 7, Juni 1990
Katekismus Gereja Katolik.
Artikel 12 Aku Percaya Akan Kehidupan
Kekal.
Komisi Kateketik KWI. Petunjuk umum katekese. Bogor: Grafika
Mardi Yuana Juli 2000.
2001 Catholics Online.
mailto admin@Ekaristi.org.
[1] Uraian mengenai arti dan tujuan Eskatologis
diambil dari catatan mata kuliah Eskatologis pada pertemuan pertama yakni hari Senin
15 Februari 2010, oleh Pastor Amrosius Wuritimur Lic. Th.
[2] Dr. Wim van der Weiden, MSF. SENI HIDUP. Yogyakarta: Kanisius 1995.
Hlm. 330.
[3] Dalam konstitusi “Benedictus Dei” oleh
Paus Benediktus XII 1336 dikatakan bahwa: disposisi Allah terhadap jiwa-jiwa
orang kudus yang mati sebelum penderitaan Kristus (jiwa-jiwa dari rasul-rasul,
para martir, orang-orang yang bertobat, para perawan dan semua orang beriman lain
yang mati sebelum dibabtis) sejak kenaikan kristus meraka akan segera
bersama-sama denga-Nya, bahkan sebelum pengadilan terakhir. Di surga
orang-orang ini akan menanti pengadilan umum.
[4] Lumen Gentium. Seri Dokumen Gerejani No.
7, Juni 1990 . Hlm. 72.
[5] Dalam kitab The
Assumption of Moses (Musa diangkat ke surga) disebut “Aku melihat dari
tempat yang maha tinggi, melihat musuh-musuhmu di bumi dan kamu akan mengakui
mereka dan bersuka cita, dan bersyukur serta mengakui Penciptamu (10:10). Stefanus Pranjana, Setan Menurut Orang
Katolik, hlm. 50.
[6] Pada pertemuan tanggal 30 Mei 2010, dosen
mata kuliah dalam hal ini Pastor Amri Wuritimur. Pr. Menejalkan beberapa hal
mengenai akhir zaman. Bagi saya penjelasan ini mau menunjuk pada satu aspek
lain yakni mau menunjuk kepada waktu datangnya kebangkitan. Yoh. 6:34-40,45
(bangkit pada akhir zaman), dan teks 1Tes.4:15-16 (kebangkitan). Dari dua teks
tersebut berbicara tentang akhir zaman sebagai waktu final yang masi merupakan
sesuatu yang akan datang, belum terwujud. Hal ini dikarenakan manusia dan
ciptaan-ciptaan masi dalam penantian akan datangnya akhir zaman (kebangkitan).
Pada saat itulah manusia dan ciptaan-ciptaan akan dibangkitkan, dan pada saat
itu pula manusia akan dihakimi. Kalau akhir zaman disebut sebagai hari Tuhan
(1Tes.5:2) maka sesungghunya akhir zaman (kebangkitan) bukan merupakan suatu
moment yang belum sepenuhnya terealisasi tetapi sementara berlangsung. Akhir
zaman atau kebangkitan itu akan datang tapi hanya sebagai pemenuhan dari apa
yang sementara berlangsung (sebagai pemenuhan waktu lampau dan waktu akan
datang).
[7] A. Baker SVD. Ajaran Iman Katolik 1.
Yogyakarta: Kanisius 1988. Hlm. 161.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar