Rabu, 08 Februari 2012

UT UNUM SUNT (SEMOGA MEREKA BERSATU)

UT UNUM SUNT
(SEMOGA MEREKA BERSATU)
Oleh: Vitalis Letsoin


MENGENAL DOKUMEN
Ut Unum Sint (bahasa Latin: 'supaya mereka semua menjadi satu') adalah sebuah ensiklik yang diterbitkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada Hari Raya Kenaikan Tuhan, 25 Mei 1995, guna penegasan lagi komitmen Gereja akan kesatuan. Sebagaimana dinyatakan dalam Bab Satu, kesatuan Gereja merupakan kehendak Allah yang sejak dahulu menginginkan putera-puteri-Nya bersatu dalam Kristus dan karenanya ia merupakan jalan Gereja juga.
Ensiklik ini membahas hubungan dengan Gereja Ortodoks dan gereja-gereja Kristen lainnya. Dokumen ini menyatakan kembali bahwa kesatuan kedua sui juris gereja itu sangat penting. Demikian pula dialog dan kesatuan dengan gereja-gereja Protestan. Dokumen ini memperlihatkan bahwa Gereja Katolik Roma secara resmi bergerak menuju kesatuan.

           
PENDAHULUAN

            SEMOGA MEREKA BERSATU!  Seruan demi kesatuan kristiani, yang disampaikan oleh Konsili Ekumenis Vatikan II dengan komitmen yang begitu bersemangat dan menggema di hati umat beriman, khususnya menjelang tahun 2000. Tahun itu oleh umat Kristiani akan dirayakan sebagai Yubileum kudus, kenangan misteri Penjelmaan Putera Allah, yang menjadi manusia untuk menyelamatkan umat manusia.
            Kesaksian penuh keberanian yang diberikan oleh sekian banyak martir abad kita, termasuk para anggota Gereja-Gereja dan Jemaat-jemaat Gerejawi yang belum berada dalam persekutuan penuh dengan Gereja Katolik, memberi kekuatan baru kepada seruan Konsili, dan mengingatkan kita akan kewajiban kita mendengarkan dan mempraktekkan anjurannya. Saudara-saudara kita itu, yang bersatu dalam mengurbankan hidup mereka tanpa pamrih demi Kerajaan Allah, merupakan bukti paling kuat, bahwa setiap faktor perpecahan dapat dikalahkan dan diatasi dalam penyerahan diri seutuhnya demi Injil.
             

BAB I. KOMITMEN GEREJA KATOLIK TERHADAP EKUMENISME
Rencana Allah dan Persekutuan
Bersama dengan semua murid Kristus, Gereja Katolik mendasarkan pada rencana Allah komitmen ekumenisnya untuk menghimpun semua orang Kristen menjadi satu. Memang, “Gereja bukan kenyataan yang menggungkung diri. Melainkan Gereja senantiasa terbuka bagi usaha misioner dan ekumenis, sebab memang diutus kepada dunia untuk mewartakan dan memberikan kesaksian, untuk menghadirkan dan menyebarkan misteri persekutuan yang hakiki baginya, serta untuk mengumpulkan semua orang dan segala sesuatu ke dalam Kristus, supaya bagi semua orang menjadi ”sakramen kesatuan yang tidak terceraikan”.
Sudah dalam Perjanjian Lama Nabi Yehezkiel tampil sebagai utusan Allah untuk menghimpun umat Israel yang tercerai berai menjadi satu: “Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umat-Ku.” Bahkan Dalam Injil Yohanes, wafat Yesus dipandang sebagai alasan bagi putra-putri Allah untuk bersatu: Dan dalam surat kepada umat di Efesius, Santo Paulus menegaskan: Yesus datang untuk merobohkan dinding pemisah permusuhan…… melalui salib, dan dengan demikian mengakhiri permusuhan”. Untuk mengantikan apa yang terbagi, Ia menciptakan kesatuan. Bahkan pada malam sebelum Ia mengurbankan diri-Nya, Ia berdoa kepada Bapa bagi murid-murid-Nya dan bagi siapa saja yang beriman kepada Dia, agar mereka bersatu (Yoh. 17:21-22).

Jalan Ekumenisme: Jalan Gereja, Membentuk Persekutuan Yang Hidup.
Sebagai wujud dari upaya untuk bersatu, maka Konsili Vatikan II, memandang jalan ekumenisme, menjadi jalan gereja untuk menciptakan persatuan di antara umat Kristen. Dimana-mana banyak sekali orang yang terdorong oleh rahmat itu, dan di antara saudara-saudari kita yang terpisah pun berkat Roh Kudus telah timbul gerakan yang makin meluas untuk memulihkan kesatuan segenap umat Kristiani.

Pembaruan dan pertobatan
Beranjak dari asas-asas, dari kewajiban suara hati Kristiani, kepada pelaksanaan aktual perjalanan ekumenis menuju kesatuan, maka Konsili Vatikan II menekankan pentingnya kebutuhan akan pertobatan batin. Bagi Konsili Vatikan II, ekumenis hanya bisa tercipta kalau ada pertobatan batin. Tidak ada ekumenis yang sejati tanpa pertobatan batin. Pentinganya pertobatan pribadi maupun pertobatan jemaat. Oleh karena itu setiap anggota harus bertobat secara lebih radikal kepada Injil.

Dialog Ekumenis
Konsili menyatakan: “ Selama ziarah Gereja dipanggil oleh Kristus untuk terus menerus merombak batas pemisah lewat dialog. Mengapa pentingnya dialog diadakan?
1.      Dialog sebagai pemeriksaan batin
Dalam pemikiran Konsili dialog ekumenis ditandai oleh usaha bersama mencari kebenaran, khususnya mengenai Gereja. Berkat dialog ekumenis kita dapat berbicara tentang meningkatnya kematangan dalam doa kita bersama satu bagi yang lain. Disini peranan dialog sebagai upaya pemeriksaan batin, semacam “dialog antara suara hati” untuk sebuah kesatuan.
2.      Dialog juga bisa menjadi pertobatan
Dapat dikatakan dokumen ekumenis ini sungguh diresapi oleh semangat pertobatan. Karena itu dialog menjadi dialog pertobatan. Dialog keselamatan yang otentik. Dialog tidak dapat berlangsung melulu pada taraf horisontal, terbatas pada pertemuan-pertemuan, pertukaran-pertukaran pandangan, atau bahkan saling berbagi kurnia-kurnia yang khas bagi masing-masing Jemaat. Dialog terutama mempunyai bobot vertikal juga, ditunjukan kepada Dia sendiri, yang sebagai Penebus dunia dan Tuhan sejarah bagi kita menjadi pendamaian.
3.      Dialog sebagai upaya untuk memecahkan perselisihan
Dialog merupakan upaya kodrati juga untuk membandingkan pandangan-pandangan yng berbeda, dan terutama untuk memeriksa pokok-pokok perselisihan yang menghambat persekutuan sepenuhnya antar umat Kristiani. Dengan adanya dialog menghantar umat Kristen dalam semagat kasih persaudaraan yang tulus, sikap hormat terhadap tuntutan-tuntutan suara hatinya sendiri dan suara hati mitra dialog untuk melihat perselisihan di antara kita bukan menjadi hambatan, melainkan sebagai upaya untuk membangun dialog menuju persatuan.
 Akhirnya hubungan-hubungan antar umat Kristiani tidak melulu dimaksudkan demi terciptanya saling pengertian, doa bersama dan dialog. Relasi-relasi itu mengandaikan dan selanjutnya mengundang setiap bentuk kerjasama praktis yang mungkin di segala bidang: pastoral, budaya dan sosial, begitu juga dalam memberi kesaksian amanat Injil. Kerja sama ekumenis sungguh merupakan gelanggang bina bagi ekumenisme, jalan yang dinamis menuju kesatuan.

BAB II. BUAH-BUAH DIALOG
            Dialog tidak meliputi pokok-pokok ajaran semata-mata, melainkan menyangkut seluruh pribadi, sekaligus merupakan dialog cinta kasih. Konsili menyatakan: “ perlulah umat Katolik dengn gembira mengakui dan menghargai nilai-nilai sungguh Kristiani yang bersumber pada pusaka-warisan bersama, dan terdapat pada saudara-saudari yang tercerai dari kita. Buah berharga yang dihasilkan oleh kontak-kontak antara umat kristen dan diolog teologis yang mereka jalankan ialah pertumbuhan persekutuan. Buah-buah dari dialog ini adalah:
1.      Menemukan ulang Persaudaraan
Lewat dialog ini, baik Gereja Katolik maupun Gereja Lain, menemukan kembali nilai persaudaraan dan meningkatkan kesadaran, bahwa kita semua milik Kristus.
2.      Solidaritas dalam Pengabdian kepada Umat Manusia
Lewat dialog ini, gereja Katolik melihat pentingnya sebuah solidaritas guna melibatkan diri dalam mengembangkan sikap hormat terhadap hak-hak dan kebutuhan-kebutuhan siapapun juga. Menurut kenyataan orang-orang Kristiani, yang dulu pernah bertindak sendiri-sendiri, sekarang bersama-sama membaktikan diri kepada kepantingan itu, supaya berjayalah kerahiman Allah.
3.      Saling mendekati melalui Sabda Allah dan melalui Ibadat Ilahi
Kemajuan yang relevan dalam kerja sama ekumenis telah tercapai juga di bidang lain, yakni bidang Sabda Allah, yakni lewat sebuah langkah maju dalam terjemahan bersama ekumenis Alkitab.
Sejalan dengan itu pula sejalan dengan pembaharuan Liturgi yang dilaksanakan oleh Gereja Katolik, berbagai Jemaat Gerejawi lainnya berusaha pula membarui peribadatan mereka.
4.      Menghargai Nilai-nilai yang ada pada Umat Kristiani yang lain
Dialog tidak hanya meliputi pokok-poko ajaran semata-mata, melainkan menyangkut seluruh pribadi, sekaligus merupakan dialog cinta kasih. Konsili menyatakan: “Perlulah umat Katolik dengan gembira mengakui dan menghargai nilai-nilai sungguh Kristiani yang bersumber pada pusaka-warisan bersama, dan terdapat pada saudara-saudari yang tercerai dari kita. Sungguh layaklah dan mengantar kepada keselamatan, mengakui kekayaan Kristus serta kuasa-Nya yang berkarya dalam kehidupan orang-orang lain, yang memberikan kesaksian akan Kristus, ada kalanya hingga menumpahkan darah. Sebab Allah senantiasa mengagumkan dan layak dikagumi dalam karya-karya-Nya.
5.      Pertumbuhan Persekutuan
Buah berharga yang dihasilkan lewat dialog ini adalah pertumbuhan persekutuan. Lewat dialog menyadarkan umat Kristiani akan unsur-unsur iman yang mereka miliki bersama.
6.      Terciptanya kembali hubungan dengan Gereja-Gereja Timur
Berkenan dengan pokok ini, pertama-tema perlu diakui, dengan rasa syukur yang istimewa terhadap penyelenggarahan Ilahi, bahwa ikatan-ikatan kita dengan Gereja-Gereja Timur, yang pada abad ke abad pernah merenggang, telah dukukuhkan kembali berkat Konsili Vatikan II. Wujud nyata adalah hadirnya para wakil Gereja-Gereja Timur dalam menghadiri konsili Vatikan II, secara resmi menyatakan kesediaan mereka bersama untuk mengusahakan penggalangan ulang persekutuan.
Pada pihaknya konsili memendang Gereja-Gereja dari Timur secara objektif dan dengan rasa kasih yang mendalam, sambil menekankan sifat gerejawi mereka serta ikatan-ikatan nyata persekutuan, yang menghubungkan mereka dengan gereja Katolik.
7.      Hubugan dengan Gereja-Gereja Kuno di Timur
Dalam kurun waktu sesudah Konsili Vatikan II Gereja Ketolik telah memulihkan hubungan-hubungan persaudaraan dengan Gereja-Gereja Kuno di Timur, yang dulu menolak perumusan-perumusan dogmatis Konsili Efesius dan Kolsedon. Pulihnya hubungan–hubungan persaudaraan dengan Gereja-Gereja Kuno di Timur merupakan kesaksian akan iman Kristiani dalam situasi-situasi yang sering bermusuhan dan tragis. Ini pertanda bahwa kita dapat bersatu dalam Kristus kendati ada banyak rintangan, baik dalam bidang historis, politik, sosial maupun budaya.
8.      Dialog dengan Gereja-Gereja dan Jemaat-Jemaat Gerejawi lainnya di Barat
Buah dari diolog adalah terjalinnya hubungan kembali gereja Katolik dengan Gereja-Gereja dan Jemaat-Jemaat  lain di Barat.
BAB III. MASIH BERAPAH JAUHKAH PERJALANAN KITA?
            Sekarang dapat dinyatakan, masih berapa jauhkah perjalanan harus ditempuh sampai tibalah hari bahagia, saat kesatuan penuh dalam iman akan tercapai, dan kita dapat merayakan bersama dalam damai Ekaristi Kudus Tuhan. Saling pengertian yang lebih mendalam dan konvergensi ajaran-ajaran yang sudah tercipta antara kita, yang membuahkan pertumbuhan persekutuan baik afektif maupun efektif, tidak dapat dianggap sudah cukup oleh suara hati umat Kristiani yang mengikrarkan, bahwa gereja itu satu, kudus, katolik dan apostolik.Tujuan akhir gerakan ekumenis adalah memulihkan kesatuan penuh yang nampak antara semua orang yang dibaptis.
Perjalanan kita masih panjang. Perjalanan menuju kesatuan nampak yang perlu dan mencukupi itu, dalam persekutuan satu-satunya Gereja yang dikehendaki oleh Kristus, tetapi membutuhkan usaha-usaha penuh kesabaran dan keberanian. Oleh kerena itu, perlu adanya pengindentifikasian bidang-bidang yang memerlukan studi yang penuh, sebelum dapat dicapai kesepakatan iman yang sejati:
1.      Hubungan antara Kitab Suci selaku kewibawaan yang tertinggi perihal iman, dan Tradisi Suci yang sungguh perlu untuk menafsirkan Sabda Allah.
2.      Ekaristi sebagai Sakramen Tubuh dan Darah Kristus, persembahan pujian kepada Bapa, kenangan berupa kurban dan kehadiran Kristus yang sesungguhnya serta pencurahan Roh yang menguduskan.
3.      Tahbisan sebagai Sakramen untuk menerima tiga pelayanan yakni Episkopat, Presbiterat dan Diakonat
4.      Magisterium Gereja, yang dipercayakan kepada Paus dan para Uskup dalam persekutuan dengan Paus, dimengerti sebagai tangungjawab dan wewenang yang dilaksanakan dalam Nama Kristus untuk mengajarkan dan menjaga iman.
5.      Perawan Maria Sebagai Bunda Allah dan “Ikon” (pola) Gereja, Bunda rohani, yang menjadi pengantara bagi para murid Kristus dan bagi seluruh umat manusia.
Perjalanan kita masih panjang. Oleh karena itu agar gerakan ekumenis ini dapat terus dipertahankan guna menciptakan kesatuan umat Kristen, maka perlulah memperhatikan beberapa hal yang telah dihasilkan lewat dialog ekumenis selama ini.:
1.      Penerimaan hasil-hasil yang sudah tercipta.
Sementara dialog dilanjutkan tentang pokok-pokok baru atau berkembang menjadi lebih mendalam, kita hadapi tugas baru, yakni: menerima hasil-hasil yang sudah tercapai. Hasil-hasil itu tidak dapat melulu merupakan pertanyaan-pertanyaan komisi-komisi bilateral, melainkan harus menjadi warisan bersama.
Oleh karena itu, supaya hasil dialog diterima, diperlukan proses kritis yang luas dan cermat, yang menganalisis hasil-hasil dan dengan seksama menguji konsistensinya dengan Tradisi iman, yang diterima dari Para Rasul dan dihayati dalam jemaat beriman, yang berhimpun di sekitar Uskup, gembala mereka yang sah.
2.      Ekumenisme Rohani yang terus menerus dan memberi kesaksian dan kekudusan.
Agar kesatuan penuh yang kelihatan nampak sebagai sumber harapan, maka ekumenisme rohani perlu dilaksanakan terus menerus, Gereja perlu membangun dialog dan ekumenis rohani dengan gereja dan jemaat Kristen lain, agar kesatuan yang telah tercipta dapat dipertahankan dan dilestarikan.
Untuk menciptakan semuanya itu, gereja perlu memberikan sumbagan yang berarti kepada usaha menuju kesatuan Kristiani ini. Karena itu, pelayanan Uskup Roma menjadi syarat mutlak demi kesatuan. Uskup Roma ialah Uskup Gereja yang tetap ditandai oleh wafat Petrus dan Paulus sebagai martir. Oleh karena itu gereja Katolik, baik dalam praksisnya maupun dalam dokumen-dokumen resminya, berpandapat bahwa persekutuan Gereja-Gereja Khusus dengan gereja Roma, serta para Uskup mereka dengan Uskup Roma, -menurut Rencana Allah – merupakan syarat yang esensial bagi persekutuan penuh yang kelihatan. Benarlah, persekutuan penuh, yang lambang sakramentalnya paling luhur ialah Ekaristi, perlu diungkapkan secara nampak dalam pelayanan, agar di situ semua Uskup mengakui bahwa mereka bersatu dalam Kristus, dan segenap umat beriman menemukan peneguhan bagi iman mereka.
Pertobatan hati dan kesucian hidup itu, disertai doa-doa permohonan perorangan maupun bersama untuk kesatuan umat Kristiani, harus dipandang sebagai jiwa seluruh gerakan ekumenis.

ANJURAN
Pada bagian ini lebih pada anjuran Bapak Suci kepada para Uskup, dan umat beriman agar secara khas memperhatikan komitmen untuk persatuan ini. Sebagai mana tercakup dalam Kitab Hukum Kanonik pada bagin pokok-pokok tanggung jawab Uskup kewajiban memajukan kesatuan semua orang Kristiani dengan mendukung segala kegiatan atau prakarsa yang diadakan untuk maksud itu, seraya menyadari bahwa Gereja menerima kewajiban itu atas kehendak Kristus sendiri.
Memang semua orang beriman diminta oleh Roh Allah untuk berusaha sedapat mungkin meneguhkan ikatan-ikatan persatuan antara semua orang Kristen, dan untuk meningkatkan kerjasama antara para pengikut Kristus. Gereja perlu memohon dari Roh rahmat untuk meneguhkan kesatuan. Bagainamana gereja akan memperoleh rahmat itu?
1.      Melalui doa
Doa selalu harus penuh kepedulian tangan kerinduan akan kesatuan. Begitulah doa merupakan salah satu bantuk dasar bagi cinta kasih kita terhadap Kristus dan terhadap Bapa yang kaya kerahiman. Dalam perjalanan yang kita tempuh bersama dengan umat Kristen lain untuk terciptanya kesatuan dan menuju millenium baru nanti, doa harus menduduki tempat utama.
2.      Puji Syukur
Dengan puji syukur dimaksudkan agar kita tidak menghadap dengan tangan kosong pada saatnya: begitu Roh menolong kita dalam kelemahan kita, sambil menyiapkan hati kita untuk memohon kepada Allah apa yang kita butuhkan.
3.      Harapan
Bahwa Roh Kudus dapat menghalaukan dari diri kita kenangan-kenangan pedih akan perpecahan kita. Roh Kudus mampu menganuhgerahi kita pandangan yang jernih, kekuatan dan keberanian, untuk menempuh langkah-langkah manaupun yang dibutuhkan, agar komitmen kita akan persatuan semakin otentik.
Pertanyaannya: Mungkinkah semuanya itu dapat terjadi? Jawabanya “Ya!” Jawaban itu jugalah yang diterima oleh Maria di Nazareth: bagi Allah tiada apa pun yang mustahil.

KESIMPULAN
Ensiklik ini dimaksudkan untuk menegaskan komitmen gereja Katolik terhadap ekumenisme. Untuk itu ensiklik hendak menegaskan kembali ajaran konsili Vatikan II: tentang kesatuan penuh dan pewartaan Injil. Bahwa komitmen gereja Katolik terhadap ekumenisme ini dimaksudkan sebagai upaya untuk menghancurkan rintangan berat bagi pewartaan injil yang timbul akibat tiadanya kesatuan. Jemaat Kristiani, yang beriman akan Kristus dan dengan semangat Injili menghendaki keselamatan umat manusia, hampir tidak mungkin tertutup bagi bimbingan Roh Kudus, yang menuntun semua orang Krisitani kepada kesatuan yang penuh yang kelihatan dalam Bapa, Putera dan Roh Kudus.

CATATAN KRITIS:
1.      Kelebihan
Untuk sebuah konsumsi internal Gereja Katolik maka isi dokumen ini sangat berguna untuk menumbuhkan kecintaan umat beriman Kristiani terhadap persatuan umat Kristen. Dokumen ini dengan jelas menekankan pentingnya dialog dengan agama atau gereja lain dalam hidup bersama. Dokumen ini juga dengan tegas mengungkapkan seruan Gereja untuk menciptakan persatuan di antara umat Kristen.
2.      Kelemahan
Dokumen ini sangat menekankan superitoritas Gereja Katolik yang menganggap diri sebagai satu-satunya pewaris kebenaran yang sah, sehingga kebenaran dalam agama-agama dan Gereja-Gereja lain, tradisi lain, seakan tidak memiliki nilai untuk sebuah keselamatan hanya persiapan untuk menerima Kristus.



***********













Tidak ada komentar:

Posting Komentar