Cinta Kasih Kaum Selibat
Sebuah Refleksi
Oleh:
Vitalis Letsoin
I. Pendahuluan
St. Paulus dalam suratnya kepada
jemaat di Korintus menegaskan bahwa; “Demikian tinggal ketiga hal ini, yaitu
iman, pengharapan dan Kasih, dan yang paling besar diantaranya adalah kasih”
(1Kor 13;13). Iman, harapan dan kasih adalah keutamaan Kristiani yang berasal
dari kerja sama rahmat Allah dan kebebasan manusia. Dari kutipan perkataan
Paulus di atas, Paulus menegaskan bahwa dari ketiga keutamaan itu yang paling
besar adalah kasih. Sebab kasih itu sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak
memegahkan diri, tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan, tidak mencari
keuntungan diri sendiri, tidak pemarah, tidak menyimpan kesalahan orang lain,
bersukacita dalam kebenaran, menutup segala sesuatu, percaya segala sesuatu,
mengharapkan segala sesuatu dan sabar menanggung segala sesuatu.
Mencintai dan dicintai adalah hak
dan kewajiban setiap orang. Cinta adalah emosi manusia yang paling fundamental
yang menjadi dasar dan asal bagi perasaan yang lain. Mencintai dan dicintai
adalah milik semua orang. Laki-laki, perempuan, anak-anak, orang dewasa, orang
kaya, orang miskin, berhak untuk mencintai dan dicintai. Tak terkecuali kaum
religius/ Selibater (Imam, Biarawan dan Biarawati), mereka perlu mencintai dan
dincintai.
Cinta perlu untuk
diungkapkan. Seorang yang sedang jatuh cinta, tidak akan tinggal diam dan
menyimpan semua perkara dalam hatinya, melainkan ia berusaha dengan berbagai
cara agar perasaan hatinya bisa diungkapkan. Masing-masing orang berbeda-beda
bentuk dan cara mengungkapkan cintanya. Misalnya beberapa orang memberikan
coklat, bunga, boneka, atau ada juga yang terang-terangan mengatakan kepada
seseorang yang disukainya, “I am falling
in love with you”. Bentuk lain dari pengungkapan cinta ialah dengan sentuhan,
memegang, merangkul, saling menasihati,
memberikan teguran dan juga peneguhan. Dalam refleksi ini, per tanyaan yang coba dijawab adalah apa itu cinta dan bagaimana bentuk pengungkapan
dan ekspresi cinta dari kaum selibater.
II. Selibat
Sebagai Panggilan Hidup
Selibat adalah sebuah bentuk panggilan hidup. Dalam
konteks ini selibat memiliki makna penyerahan hidup, pembaktian hidup yang
murni dan total kepada Tuhan demi Kerajaan Allah. Pembaktian hidup yang murni
dan total terwujud dalam hidup tidak menikah demi Kerajaan Allah. “Ada orang
yang tidak dapat kawin………………………dan ada orang yang membuat dirinya demikian
karena kemauannya sendiri oleh karena kerajaan surga” (Mat 19:21).
Selibat adalah hidup yang dibaktikan. Kanon 573 § 1
menyatakan bahwa “hidup yang dibaktikan dengan pengikraran nasihat-nasihat
Injil adalah bentuk hidup yang tetap, dengannya orang beriman, yang atas
dorongan Roh Kudus mengikuti Kristus secara lebih dekat, dipersembahkan secara
utuh kepada Allah yang paling dicintai…”. Dari pernyataan itu dapatlah ditarik
makna selibat pada umumnya merupakan pilihan hidup yang dibaktikan demi
Kerajaan Allah.
III.
Pemahaman Tentang Cinta
P. Yan van Paassen dalam bukunya Membangun Budaya Cinta,
menjelaskan bahwa kata cinta, memiliki berbabagai arti dan bobot. Misalnya
perasaan, kerinduan untuk dekat, atau rasa saying. Namun arti cinta sebenarnya
masih lebih dalam dari sekedar perasaan, yaitu suatu kemauan untuk bersatu, bahkan
meniadakan jarak yang ada.[1]
Dalam
Perjanjian Lama, cinta kasih dilihat sebagai ungkapan kesetiaan kepada Allah,
sebab Allah setia kepada janji-janjinya, dan Allah menepati perjanjian yang
telah diucapkanNya (Bdk. Kej 9:8-15). Kesetiaan Allah terhadap janji-jnajiNya
tetap bertahan ketika berhadapan dengan ketiaksetiaan umat Israel. Cinta kasih
Allah yang setia adalah cinta kasih yang menderita oleh kaena ketidaksetiaan
umatNya. Cinta kasih Allah kepada umatNya adalah suatu hubungan afeksi . Relasi
cinta antara Allah dan umatNya dilukiskan
sebagai ekspresi-ekspresi dari suatu hubungan cinta kasih timbal balik
yang bercorak afektif dan penuh muatan emosi. [2]
Dalam
perjanjian baru, cinta kasih langsung menunjuk pada Allah sendiri. Rasul
Yohanes dalam suratnya menegaskan bahwa “Allah adalah Kasih” (1Yoh 4:16). Dalam
Injil melalui kisah-kisah penyembuhan dan perumpamaan-perumpamaan, ditunjukan
secara jelas bahhwa Allah sungguh-sungguh Bapa yang penuh kasih.
III. Cinta
Kasih Selibater
Apakah
seorang selibat juga perlu mengekspresikan cintanya seperti kebanyakan orang
lain, pada umumnya. Selibat merupakan bentuk panggilan hidup yang unik, khas,
dan menghadirkan cinta yang merepresentasikan cinta ilahi, cinta yang kudus,
kepada manusia. Karna itu kaum selibater juga memiliki cara yang khas dan unik
dalam mengungkapkan dan mengekspresikan cintanya.
III.1. Obyek Cinta Selibater
1.
Cinta akan Tuhan
Mencintai Tuhan
berarti memenuhi kehendak setiap tanggung jawab yang terkandung dalam perjanjian
kepadaNya. Seorang selibater
pertama-tama harus mencintai Tuhan yang telah memberikan anugerah yang besar
kepadanya. Dengan mencintai Tuhan seorang selibater menunjukan bagaimana
sebenarnya ia berterima kasih kepada Tuhan. Cinta akan Tuhan mempunyia efek
membangkitkan cinta kepada sesama. Sebab seseorang mengatakan ia mencintai
Tuhan, ia juga harus mencintai sesamanya.
Cinta akan Tuhan adalah anugerah ilahi, yang diberikan Bapa surgawi .
Anugerah ilahi ini dicurahkan melalui Roh Kudus. Lewat anugerah ini sebenarnya
manusia mencapai kebahagiaan yang tertinggi, sebab cinta akan Tuhan tertuju
kepada kebaikan.
Cinta kepada Tuhan terwujud melalui
pemeliharaan sabdaNya dan perayaan-perayaan sakramen. Cinta kepada Tuhan ini,
diwujudkan dalam kesetiaan mendengar dan merenungkan sabda Tuhan serta
merayakan sakramen-sakramen gereja dengan setia. Kesetiaan dalam mendengar dan
merenugkan sabda Allah, dan merayakan sakramen-sakramen gereja akan membawa
seorang selibater pada kebahagiaan yang sempurna. Kebahagiaan yang tidak didapat
dari benda materi yang bersifat fana melainkan kebahagiaan rohani, spiritual
yang tetap karena bersumber dari Allah sendiri.
2.
Cinta Akan Sesama
Seperti dikatakan di atas bahwa
cinta akan Tuhan akan membangkitkan cinta kepada sesama. Pernyataan cinta
kepada Tuhan harus ditampakan dalam cinta kepada sesama. Sesama adalah setiap
orang yang menantikan atau memerlukan bantuan dan uluran tangan orang lain.
Cinta kasih kepada sesama merupakan ungkapan
hormat kepada orang tersebut dan bertanggung jawab atas kebaikan dan
kebahagiaan orang lain. Cinta kasih kepada sesama adalah cinta kasih yang penuh
kebaikan, jujur dan suci. Cinta kasih yang demikian tidak didasarkan pada
keinginan untuk mencari kepentingan diri sendiri melainkan demi kebaikan orang
lain. [3]
Seorang
selibat dipanggil untuk memberikan cinta sehabis-habisnya kepada sesamanya,
seperti yang sudah ditunjukan oleh Yesus sendiri. Bukti cinta kepada sesama
dapat ditunjukan oleh seorang selibater melalui pergaulan dan kesetiaan serta
tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan kepadanya. Seorang selibater dapat
menunjukan cinta kepada sesamanya dengan memberikan bantuan kepada mereka.
Bantuan dalam hal ini bukan bantuan material, melainkan bantuan spiritual.
Misalnya melalui dukungan, memberikan penghiburan, menasihati, memberikan pendampingan,
bagi mereka yang mengalami kesulitan dalam hidup.
3.
Cinta Pada Diri Sendiri
Dalam
Mat 22:39, dikatakan bahwa “Kasihilah sesmamu manusia seperti diri sendiri”.
Cinta akan diri merupakan syarat untuk cinta akan sesama. Cinta akan diri
menjadi takaran untuk cinta kepada sesama. Cinta akan diri mencirikan cinta
akan sesama. Cinta akan diri ini bukan cinta yang tertutup, melainkan cinta
yang terbuka dan merangkul sesama. [4]
Seorang selibater perlu untuk mencintai dirinya sendiri,
supaya ia dapat mencintai orang lain. Cinta akan diri dapat diwujudkan dalam
dan melalui merawat dan memelihara rahmat selibat yang sudah dianugerahkan
Tuhan kepadanya. Latihan-latihan rohani, renugan dan meditasi, akan membantu
seorang selibater dalam mencintai diri dan penggilannya. Dengan demikian seorang
selibater akan mampu mencintai orang lain dengan baik, karena cinta yang ia
tunjukan mengalir dari kedalaman hatinya, sebagai perwujudan dari cinta akan
dirinya sendiri.
III.2.
Kekhasan Cinta Selibat
1. Cinta
Selibater Tidak Eksklusif
Seorang
selibater dalam hidup dan karyanya mengikuti model hidup dan karya Yesus
sendiri. Yesus Kristus diutus oleh Bapa, untuk memberikan cinta kepada dunia.
Yesus tidak diutus oleh Bapa untuk menyelamat sekelompok orang saja, melainkan
menyelamatkan seluruh dunia. Yesus mencintai semua orang tanpa batas. Ia
mencintai orang miskin, Ia mencintai orang kaya, Ia mencintai orang tua dan anak-anak,
Ia mencintai mereka yang sakit dan menderita, Ia mencintai yang berdosa, bahkan
Ia mengorbankan nyawa bagi orang berdosa. Yesus menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari dunia. Ia hadir dimana ada dukacita, Ia hadir dimana ada sakit
dan penderitaan, Ia hadir dimana ada kelaparan. Kehadiran dan perhatian dari
Yesus adalah kehadiran dan perhatian yang menghidbur, yang menyelamatkan, yang
menguatkan, menyembuhkan dan membangkitkan pengharapan.
Seorang
selibater harus memiliki cinta kasih yang sama seperti Yesus. Sering kali
terdengar bahawa ada kaum selibat yang hanya dekat dengan orang-orang dari
kalangan tertentu saja, (misalnya orang kaya saja, anak-anak saja, dll). Sebagai orang
yang dipanggil secara khusus oleh Yesus hendaklah menjadi seperti Yesus
dalam karya dan pelayanannya.
2. Cinta
Selibater Sebagai Penyerahan Diri
Banyak
orang bisa mengungkapkan cinta, tetapi tidak banyak orang bisa mencintai sampai
menyerahkan diri. Beberapa orang mencintai karena kebutuhannya sendiri. Cinta
yang seperti ini adalah cinta yang mencari keuntungan sendiri. Ada orang yang
memakai orang lain dengan alasan mencintai untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Cinta kasih seperti ini menghendaki kebaikan, perkembangan dan kesempurnaan dirinya
sendiri. Dalam rangka cinta diri tersebut ia memakai obyek di luar dirinya
sebagai sarana yang menyenangkan dirinya, obyek yang baik dicintai bukan demi
obyek itu sendiri melainkan demi orang yang mencintai obyek itu.[5]
Seorang
selibater harus mengarahkan dirinya pada cinta kasih yang tidak mementingkan
diri sendiri. Artinya seorang selibater tidak mengambil keuntungan dari obyek
yang dicintainya. Cinta yang tidak mementingkan diri sendiri ini disebut amor benevolentiae, atau cinta kebaikan
hati. Cinta kasih seperti ini menghasilkan kebaikan, perkembangan dan
kesempurnaan diri dari orang yang dicintai. Obyek yang dicintai tampak sebagai
suatu nilai di dalam dirinya sendiri yang pantas untuk didukung dan
dikembangkan demi kebaikannya. [6]
Kaum
selibater dapat mengungkapkan cinta ini kepada umat atau kelompok yang
dipercayakan kepadanya. Seorang selibater tidak mengambil keuntungan dari umat
atau kelompok yang dipercayakan kepadanya melainkan memberikan poerhatian dan
dukungan kepada mereka, supaya mereka dapat berkembang dengan baik, dan bisa
mencapai kesempurnaannya.
3. Cinta
Kepada Keluarga
Seorang
yang dipanggil secara khusus oleh Tuhan, meninggalkan ayah, ibu, istri, anak,
ternak dan segala milik kepunyaannya untuk mengikuti Tuhan secara sempurna.
Kepada orang-orang yang terpanggil secara khusus ini, dijanjikan oleh Tuhan
untuk menerima kembali apa yang sudah ia tinggalkan.
Seorang
selibater meninggalkan orang tua, keluarga, saudara dan milik kepunyaanya demi
mengikuti Tuhan yang dicintainya. Apakah dengan demikian seorang selibater
tidak perlu berhubungan lagi dengan keluarganya. Yesus sebagai model dan
teladan hidup seorang selibater juga memiliki keluarga, Ia memiliki ayah, ibu
dan saudara-saudara, mungkin juga sebelum Yesus memulai karya pewartaannya Ia
sudah memiliki pekerjaan. Minimal mengikuti ayahNya sebagai tukang. Tetapi
semua itu ia tinggalkan dan memberi diri sepenuhnya pada pelaksanaan kehendak
Allah dalam hidupnya. Walau demikian Yesus tidak meninggalkan keluargaNya begitu
saja, dan melupakan mereka, Yesus masih
berhubungan dengan mereka. Misalnya dalam kisah Injil dimana Ibu dan
saudara-saudaraNya menemui Dia, ketika Ia sedang mengajar di bait Allah.
Seorang
selibater yang sudah meninggalkan keluarga tidak dilarang untuk berhubungan
dengan orang tua dan keluarganya. Namun dalam membangun hubungan dengan orang
tua dan keluarganya hendaknya seorang selibater, tidak menjadi terikat.
Misalnya dia tidak perlu mengatur apa yang menjadi urusan keluarga. Baiklah
juga kalau seorang selibater memiliki kelebihan dia dapat membantu keluarga misalnya kalau orang tua sakit dan
sebagainya. Namun seorang selibater harus ingat juga bahwa dia sekarang menjadi
milik semua orang bukan lagi menjadi milik keluarganya semata.
4. Selibat
Jatuh Cinta: Boleh atau Tidak?
Suatu
hari seorang teman berkata kepada saya, bahwa ia sedang jatuh cinta kepada
seseorang. Dia bertanya apakah perasaan itu berlebihan atau tidak, dosa atau
tidak, pantas atau tidak bagi seorang calon imam.? Dan pada waktu itu ia belum
berani mengungkapkan perasaanya kepada orang tersebut.
Jatuh
cinta kepada seseorang adalah hal yang wajar dan normal. Seorang tidak bisa
menipu dirinya dengan perasaannya. Dan biasanya seorang yang sedang jatuh cinta
itu akan mengikuti apa yang menjadi keinginannya. Bisa saja ia tidak
mengungkapkan perasaannya secara langsung melainkan melalui perhatian, bantuan,
pemberian hadia dan sebagainya. Sebagai serorang selibater apalagi yang sudah
terikat dengan kaul-kaul kebiaraan atau tahbisan, bisa saja jatuh cinta, tetapi
pengungkapan cinta itu harus berbeda dengan orang kebanyakan yang sedang jatuh
cinta dan punya tujuan tertentu, misalnya akan melanjutkan ke jenjang hidup
berkeluarga dengan orang tersebut. Baiklah seorang selibater melihat orang yang
dia cintai sebagai orang yang mendukung dan memberi semangat dalam
panggilannya.
5. Cinta
Selibater dan Komitmen Kesetiaan Kepada Ketaatan, Kemurnian dan Kemiskinan
Sering
kita hanya mengerti ketaatan sebagai kepatuhan terhadap pimpinan, misalnya
Uskup atau pemimpin tarekat hidup bakti. Namun baiklah kita melihat dimensi
lain dari ketaatan kita. Misalnya ketaatan dalam menjalan kewajiban-kewajiban
kita sebagai selibater. Misalnya doa, meditasi, renungan, kegiatan amal kasih
dan pelayanan kepada mereka yang memerluka.
Kemurnian adalah karunia Allah menuju kerajaan Allah. Kemurnian
sebagai anugerah Allah tidak dapat dimengerti secara penuh tanpa dalam terang
kebangkitan Kristus. Kemurnian adalah suatu karisma yang selalu ada di dalam
dan untuk Gereja. Kemurnian menjadi suatu aspek atau lambing karya secara
khusus.
Kristus
merupakan Imam Agung yang murni. Ia memanggil murid-muridnya untuk kekudusan
melalui martabat yang mereka terima (Tahbisan dan Kaul Kebiaraaan). Pantang
sempurna seumur hidup demi kerajaan Allah, telah dianjurkan oleh Kristus, dan
diterima oleh setiap orang dengan kerelaan dan telah dihayati secara terpuji.
Kemurnian yang dianugerahkan itu merupakan dorongan bagi cinta kasih
kegembalaan serta sumber istimewa kesuburan rohani di dunia. [7]
Menjadi
miskin adalah tuntutan dari keberadaan hidup kita dan seluruh keprcayaan kita
kepada pencipta. Jawaban akan kenyataan ini hanya mungkin melalui doa, perayaan
korban dan latihan secara terus menerus . Kemiskinan jasmani (materi) berarti
mengamalkan kemiskinan Kitab Suci. [8]
Penghayatan semangat kemiskinan adalah tugas khusus. Semangat kemiskinan harus
bersumber pada semangat kemiskinan Kristus, sebagaimana Kristus adalah miskin
dalam semangat dan misteri. “Serigala
mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi anak manusia tidak
mempunyia tempat untuk meletakan kepala” (Mat 8:20).
Kemiskinan
seorang selibater dapat diungkapkan
melalui karya-karya kerasulan yang dipercayakan kepada setiap pribadi. Sebagai
seorang selibater, kita tidak hanya mewartakan berbahagialah mereka yang hidup
miskin di hadapan Allah, melainkan kita juiga harus melaksanakan dalam
kehidupan kita setiap hari. Gereja menasihati para selibater supaya “senantiasa
bersyukur atas segala sesuatu yang sudah mereka terima dari Allah Bapa untuk
hidup layak. Selayaknyalah hal duniawi digunakan demi tujuan yang halal menurut
ajaran Kristus Tuhan dan tugas perutusan Gereja. Harta yang diperoleh selama
menunaikan masa jabatan gerejawi kehendaknya digunakan untuk hidup secara layak
dan untuk menjalankan kewajiban-kewajiban sesuai dengan status dan hidup kita. [9]
IV. Penutup
Kaum
religious/selibater diharapkan untuk terus menerus mengusahakan cinta kasih dan
mewujudkannya. Perwujudan cinta kasih kaum selibater ini Nampak dalam kerya
kerasulan mereka dan dalam perjumpaan dengan orang lain. Semoga cinta kasih
yang sudah tertanam dalam diri setiap selibater, menjadi persembahan yang harum
semerbak bagi Tuhan, dan bakti kepada sesama. ****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar