Rabu, 08 Februari 2012

Cinta Kasih Kaum Selibat

Cinta Kasih Kaum Selibat
Sebuah Refleksi
Oleh: Vitalis Letsoin
 
I.    Pendahuluan      
St. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus menegaskan bahwa; “Demikian tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan Kasih, dan yang paling besar diantaranya adalah kasih” (1Kor 13;13). Iman, harapan dan kasih adalah keutamaan Kristiani yang berasal dari kerja sama rahmat Allah dan kebebasan manusia. Dari kutipan perkataan Paulus di atas, Paulus menegaskan bahwa dari ketiga keutamaan itu yang paling besar adalah kasih. Sebab kasih itu sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak memegahkan diri, tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan, tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah, tidak menyimpan kesalahan orang lain, bersukacita dalam kebenaran, menutup segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu dan sabar menanggung segala sesuatu.
Mencintai dan dicintai adalah hak dan kewajiban setiap orang. Cinta adalah emosi manusia yang paling fundamental yang menjadi dasar dan asal bagi perasaan yang lain. Mencintai dan dicintai adalah milik semua orang. Laki-laki, perempuan, anak-anak, orang dewasa, orang kaya, orang miskin, berhak untuk mencintai dan dicintai. Tak terkecuali kaum religius/ Selibater (Imam, Biarawan dan Biarawati), mereka perlu mencintai dan dincintai.
  Cinta perlu untuk diungkapkan. Seorang yang sedang jatuh cinta, tidak akan tinggal diam dan menyimpan semua perkara dalam hatinya, melainkan ia berusaha dengan berbagai cara agar perasaan hatinya bisa diungkapkan. Masing-masing orang berbeda-beda bentuk dan cara mengungkapkan cintanya. Misalnya beberapa orang memberikan coklat, bunga, boneka, atau ada juga yang terang-terangan mengatakan kepada seseorang yang disukainya, “I am falling in love with you”. Bentuk lain dari pengungkapan cinta ialah dengan sentuhan,  memegang, merangkul, saling menasihati, memberikan teguran dan juga peneguhan. Dalam refleksi ini, per tanyaan yang coba dijawab adalah apa itu cinta dan bagaimana bentuk pengungkapan dan ekspresi cinta dari kaum selibater. 
II.       Selibat Sebagai Panggilan Hidup
            Selibat adalah sebuah bentuk panggilan hidup. Dalam konteks ini selibat memiliki makna penyerahan hidup, pembaktian hidup yang murni dan total kepada Tuhan demi Kerajaan Allah. Pembaktian hidup yang murni dan total terwujud dalam hidup tidak menikah demi Kerajaan Allah. “Ada orang yang tidak dapat kawin………………………dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena kerajaan surga” (Mat 19:21).
            Selibat adalah hidup yang dibaktikan. Kanon 573 § 1 menyatakan bahwa “hidup yang dibaktikan dengan pengikraran nasihat-nasihat Injil adalah bentuk hidup yang tetap, dengannya orang beriman, yang atas dorongan Roh Kudus mengikuti Kristus secara lebih dekat, dipersembahkan secara utuh kepada Allah yang paling dicintai…”. Dari pernyataan itu dapatlah ditarik makna selibat pada umumnya merupakan pilihan hidup yang dibaktikan demi Kerajaan Allah.  

III. Pemahaman Tentang Cinta
            P. Yan van Paassen dalam bukunya Membangun Budaya Cinta, menjelaskan bahwa kata cinta, memiliki berbabagai arti dan bobot. Misalnya perasaan, kerinduan untuk dekat, atau rasa saying. Namun arti cinta sebenarnya masih lebih dalam dari sekedar perasaan, yaitu suatu kemauan untuk bersatu, bahkan meniadakan jarak yang ada.[1]
Dalam Perjanjian Lama, cinta kasih dilihat sebagai ungkapan kesetiaan kepada Allah, sebab Allah setia kepada janji-janjinya, dan Allah menepati perjanjian yang telah diucapkanNya (Bdk. Kej 9:8-15). Kesetiaan Allah terhadap janji-jnajiNya tetap bertahan ketika berhadapan dengan ketiaksetiaan umat Israel. Cinta kasih Allah yang setia adalah cinta kasih yang menderita oleh kaena ketidaksetiaan umatNya. Cinta kasih Allah kepada umatNya adalah suatu hubungan afeksi . Relasi cinta antara Allah dan umatNya dilukiskan  sebagai ekspresi-ekspresi dari suatu hubungan cinta kasih timbal balik yang bercorak afektif dan penuh muatan emosi. [2]
Dalam perjanjian baru, cinta kasih langsung menunjuk pada Allah sendiri. Rasul Yohanes dalam suratnya menegaskan bahwa “Allah adalah Kasih” (1Yoh 4:16). Dalam Injil melalui kisah-kisah penyembuhan dan perumpamaan-perumpamaan, ditunjukan secara jelas bahhwa Allah sungguh-sungguh Bapa yang penuh kasih. 

III.       Cinta Kasih Selibater
            Apakah seorang selibat juga perlu mengekspresikan cintanya seperti kebanyakan orang lain, pada umumnya. Selibat merupakan bentuk panggilan hidup yang unik, khas, dan menghadirkan cinta yang merepresentasikan cinta ilahi, cinta yang kudus, kepada manusia. Karna itu kaum selibater juga memiliki cara yang khas dan unik dalam mengungkapkan dan mengekspresikan cintanya.

III.1. Obyek Cinta Selibater
1. Cinta akan Tuhan
Mencintai Tuhan berarti memenuhi kehendak setiap tanggung jawab yang terkandung dalam perjanjian kepadaNya.  Seorang selibater pertama-tama harus mencintai Tuhan yang telah memberikan anugerah yang besar kepadanya. Dengan mencintai Tuhan seorang selibater menunjukan bagaimana sebenarnya ia berterima kasih kepada Tuhan. Cinta akan Tuhan mempunyia efek membangkitkan cinta kepada sesama. Sebab seseorang mengatakan ia mencintai Tuhan, ia juga harus mencintai sesamanya.  Cinta akan Tuhan adalah anugerah ilahi, yang diberikan Bapa surgawi . Anugerah ilahi ini dicurahkan melalui Roh Kudus. Lewat anugerah ini sebenarnya manusia mencapai kebahagiaan yang tertinggi, sebab cinta akan Tuhan tertuju kepada kebaikan.
 Cinta kepada Tuhan terwujud melalui pemeliharaan sabdaNya dan perayaan-perayaan sakramen. Cinta kepada Tuhan ini, diwujudkan dalam kesetiaan mendengar dan merenungkan sabda Tuhan serta merayakan sakramen-sakramen gereja dengan setia. Kesetiaan dalam mendengar dan merenugkan sabda Allah, dan merayakan sakramen-sakramen gereja akan membawa seorang selibater pada kebahagiaan yang sempurna. Kebahagiaan yang tidak didapat dari benda materi yang bersifat fana melainkan kebahagiaan rohani, spiritual yang tetap karena bersumber dari Allah sendiri.

2. Cinta Akan Sesama
            Seperti dikatakan di atas bahwa cinta akan Tuhan akan membangkitkan cinta kepada sesama. Pernyataan cinta kepada Tuhan harus ditampakan dalam cinta kepada sesama. Sesama adalah setiap orang yang menantikan atau memerlukan bantuan dan uluran tangan orang lain. Cinta kasih kepada sesama merupakan ungkapan   hormat kepada orang tersebut dan bertanggung jawab atas kebaikan dan kebahagiaan orang lain. Cinta kasih kepada sesama adalah cinta kasih yang penuh kebaikan, jujur dan suci. Cinta kasih yang demikian tidak didasarkan pada keinginan untuk mencari kepentingan diri sendiri melainkan demi kebaikan orang lain. [3]
            Seorang selibat dipanggil untuk memberikan cinta sehabis-habisnya kepada sesamanya, seperti yang sudah ditunjukan oleh Yesus sendiri. Bukti cinta kepada sesama dapat ditunjukan oleh seorang selibater melalui pergaulan dan kesetiaan serta tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan kepadanya. Seorang selibater dapat menunjukan cinta kepada sesamanya dengan memberikan bantuan kepada mereka. Bantuan dalam hal ini bukan bantuan material, melainkan bantuan spiritual. Misalnya melalui dukungan, memberikan penghiburan, menasihati, memberikan pendampingan, bagi mereka yang mengalami kesulitan dalam hidup.

3. Cinta Pada Diri Sendiri
            Dalam Mat 22:39, dikatakan bahwa “Kasihilah sesmamu manusia seperti diri sendiri”. Cinta akan diri merupakan syarat untuk cinta akan sesama. Cinta akan diri menjadi takaran untuk cinta kepada sesama. Cinta akan diri mencirikan cinta akan sesama. Cinta akan diri ini bukan cinta yang tertutup, melainkan cinta yang terbuka dan merangkul sesama. [4]
            Seorang selibater perlu untuk mencintai dirinya sendiri, supaya ia dapat mencintai orang lain. Cinta akan diri dapat diwujudkan dalam dan melalui merawat dan memelihara rahmat selibat yang sudah dianugerahkan Tuhan kepadanya. Latihan-latihan rohani, renugan dan meditasi, akan membantu seorang selibater dalam mencintai diri dan penggilannya. Dengan demikian seorang selibater akan mampu mencintai orang lain dengan baik, karena cinta yang ia tunjukan mengalir dari kedalaman hatinya, sebagai perwujudan dari cinta akan dirinya sendiri.

III.2. Kekhasan Cinta Selibat
1.   Cinta Selibater Tidak Eksklusif
        Seorang selibater dalam hidup dan karyanya mengikuti model hidup dan karya Yesus sendiri. Yesus Kristus diutus oleh Bapa, untuk memberikan cinta kepada dunia. Yesus tidak diutus oleh Bapa untuk menyelamat sekelompok orang saja, melainkan menyelamatkan seluruh dunia. Yesus mencintai semua orang tanpa batas. Ia mencintai orang miskin, Ia mencintai orang kaya, Ia mencintai orang tua dan anak-anak, Ia mencintai mereka yang sakit dan menderita, Ia mencintai yang berdosa, bahkan Ia mengorbankan nyawa bagi orang berdosa. Yesus menjadi bagian yang tak terpisahkan dari dunia. Ia hadir dimana ada dukacita, Ia hadir dimana ada sakit dan penderitaan, Ia hadir dimana ada kelaparan. Kehadiran dan perhatian dari Yesus adalah kehadiran dan perhatian yang menghidbur, yang menyelamatkan, yang menguatkan, menyembuhkan dan membangkitkan pengharapan.
        Seorang selibater harus memiliki cinta kasih yang sama seperti Yesus. Sering kali terdengar bahawa ada kaum selibat yang hanya dekat dengan orang-orang dari kalangan tertentu saja, (misalnya orang kaya saja, anak-anak saja, dll).  Sebagai orang  yang dipanggil secara khusus oleh Yesus hendaklah menjadi seperti Yesus dalam karya dan pelayanannya.

2.   Cinta Selibater Sebagai Penyerahan Diri
        Banyak orang bisa mengungkapkan cinta, tetapi tidak banyak orang bisa mencintai sampai menyerahkan diri. Beberapa orang mencintai karena kebutuhannya sendiri. Cinta yang seperti ini adalah cinta yang mencari keuntungan sendiri. Ada orang yang memakai orang lain dengan alasan mencintai untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Cinta kasih seperti ini menghendaki kebaikan, perkembangan dan kesempurnaan dirinya sendiri. Dalam rangka cinta diri tersebut ia memakai obyek di luar dirinya sebagai sarana yang menyenangkan dirinya, obyek yang baik dicintai bukan demi obyek itu sendiri melainkan demi orang yang mencintai obyek itu.[5] 
        Seorang selibater harus mengarahkan dirinya pada cinta kasih yang tidak mementingkan diri sendiri. Artinya seorang selibater tidak mengambil keuntungan dari obyek yang dicintainya. Cinta yang tidak mementingkan diri sendiri ini disebut amor benevolentiae, atau cinta kebaikan hati. Cinta kasih seperti ini menghasilkan kebaikan, perkembangan dan kesempurnaan diri dari orang yang dicintai. Obyek yang dicintai tampak sebagai suatu nilai di dalam dirinya sendiri yang pantas untuk didukung dan dikembangkan demi kebaikannya. [6]
        Kaum selibater dapat mengungkapkan cinta ini kepada umat atau kelompok yang dipercayakan kepadanya. Seorang selibater tidak mengambil keuntungan dari umat atau kelompok yang dipercayakan kepadanya melainkan memberikan poerhatian dan dukungan kepada mereka, supaya mereka dapat berkembang dengan baik, dan bisa mencapai kesempurnaannya.

3.   Cinta Kepada Keluarga
Seorang yang dipanggil secara khusus oleh Tuhan, meninggalkan ayah, ibu, istri, anak, ternak dan segala milik kepunyaannya untuk mengikuti Tuhan secara sempurna. Kepada orang-orang yang terpanggil secara khusus ini, dijanjikan oleh Tuhan untuk menerima kembali apa yang sudah ia tinggalkan.
Seorang selibater meninggalkan orang tua, keluarga, saudara dan milik kepunyaanya demi mengikuti Tuhan yang dicintainya. Apakah dengan demikian seorang selibater tidak perlu berhubungan lagi dengan keluarganya. Yesus sebagai model dan teladan hidup seorang selibater juga memiliki keluarga, Ia memiliki ayah, ibu dan saudara-saudara, mungkin juga sebelum Yesus memulai karya pewartaannya Ia sudah memiliki pekerjaan. Minimal mengikuti ayahNya sebagai tukang. Tetapi semua itu ia tinggalkan dan memberi diri sepenuhnya pada pelaksanaan kehendak Allah dalam hidupnya. Walau demikian Yesus tidak meninggalkan keluargaNya begitu saja, dan melupakan  mereka, Yesus masih berhubungan dengan mereka. Misalnya dalam kisah Injil dimana Ibu dan saudara-saudaraNya menemui Dia, ketika Ia sedang mengajar di bait Allah.
Seorang selibater yang sudah meninggalkan keluarga tidak dilarang untuk berhubungan dengan orang tua dan keluarganya. Namun dalam membangun hubungan dengan orang tua dan keluarganya hendaknya seorang selibater, tidak menjadi terikat. Misalnya dia tidak perlu mengatur apa yang menjadi urusan keluarga. Baiklah juga kalau seorang selibater memiliki kelebihan dia dapat membantu  keluarga misalnya kalau orang tua sakit dan sebagainya. Namun seorang selibater harus ingat juga bahwa dia sekarang menjadi milik semua orang bukan lagi menjadi milik keluarganya semata.

4.   Selibat Jatuh Cinta: Boleh atau Tidak?
Suatu hari seorang teman berkata kepada saya, bahwa ia sedang jatuh cinta kepada seseorang. Dia bertanya apakah perasaan itu berlebihan atau tidak, dosa atau tidak, pantas atau tidak bagi seorang calon imam.? Dan pada waktu itu ia belum berani mengungkapkan perasaanya kepada orang tersebut.
Jatuh cinta kepada seseorang adalah hal yang wajar dan normal. Seorang tidak bisa menipu dirinya dengan perasaannya. Dan biasanya seorang yang sedang jatuh cinta itu akan mengikuti apa yang menjadi keinginannya. Bisa saja ia tidak mengungkapkan perasaannya secara langsung melainkan melalui perhatian, bantuan, pemberian hadia dan sebagainya. Sebagai serorang selibater apalagi yang sudah terikat dengan kaul-kaul kebiaraan atau tahbisan, bisa saja jatuh cinta, tetapi pengungkapan cinta itu harus berbeda dengan orang kebanyakan yang sedang jatuh cinta dan punya tujuan tertentu, misalnya akan melanjutkan ke jenjang hidup berkeluarga dengan orang tersebut. Baiklah seorang selibater melihat orang yang dia cintai sebagai orang yang mendukung dan memberi semangat dalam panggilannya.

5.   Cinta Selibater dan Komitmen Kesetiaan Kepada Ketaatan, Kemurnian dan Kemiskinan
Sering kita hanya mengerti ketaatan sebagai kepatuhan terhadap pimpinan, misalnya Uskup atau pemimpin tarekat hidup bakti. Namun baiklah kita melihat dimensi lain dari ketaatan kita. Misalnya ketaatan dalam menjalan kewajiban-kewajiban kita sebagai selibater. Misalnya doa, meditasi, renungan, kegiatan amal kasih dan pelayanan kepada mereka yang memerluka.
Kemurnian  adalah karunia Allah menuju kerajaan Allah. Kemurnian sebagai anugerah Allah tidak dapat dimengerti secara penuh tanpa dalam terang kebangkitan Kristus. Kemurnian adalah suatu karisma yang selalu ada di dalam dan untuk Gereja. Kemurnian menjadi suatu aspek atau lambing karya secara khusus.
Kristus merupakan Imam Agung yang murni. Ia memanggil murid-muridnya untuk kekudusan melalui martabat yang mereka terima (Tahbisan dan Kaul Kebiaraaan). Pantang sempurna seumur hidup demi kerajaan Allah, telah dianjurkan oleh Kristus, dan diterima oleh setiap orang dengan kerelaan dan telah dihayati secara terpuji. Kemurnian yang dianugerahkan itu merupakan dorongan bagi cinta kasih kegembalaan serta sumber istimewa kesuburan rohani di dunia. [7]
Menjadi miskin adalah tuntutan dari keberadaan hidup kita dan seluruh keprcayaan kita kepada pencipta. Jawaban akan kenyataan ini hanya mungkin melalui doa, perayaan korban dan latihan secara terus menerus . Kemiskinan jasmani (materi) berarti mengamalkan kemiskinan Kitab Suci. [8] Penghayatan semangat kemiskinan adalah tugas khusus. Semangat kemiskinan harus bersumber pada semangat kemiskinan Kristus, sebagaimana Kristus adalah miskin dalam semangat dan misteri. “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi anak manusia tidak mempunyia tempat untuk meletakan kepala” (Mat 8:20).
Kemiskinan seorang selibater dapat diungkapkan  melalui karya-karya kerasulan yang dipercayakan kepada setiap pribadi. Sebagai seorang selibater, kita tidak hanya mewartakan berbahagialah mereka yang hidup miskin di hadapan Allah, melainkan kita juiga harus melaksanakan dalam kehidupan kita setiap hari. Gereja menasihati para selibater supaya “senantiasa bersyukur atas segala sesuatu yang sudah mereka terima dari Allah Bapa untuk hidup layak. Selayaknyalah hal duniawi digunakan demi tujuan yang halal menurut ajaran Kristus Tuhan dan tugas perutusan Gereja. Harta yang diperoleh selama menunaikan masa jabatan gerejawi kehendaknya digunakan untuk hidup secara layak dan untuk menjalankan kewajiban-kewajiban sesuai dengan status dan hidup kita. [9]

IV.    Penutup
Kaum religious/selibater diharapkan untuk terus menerus mengusahakan cinta kasih dan mewujudkannya. Perwujudan cinta kasih kaum selibater ini Nampak dalam kerya kerasulan mereka dan dalam perjumpaan dengan orang lain. Semoga cinta kasih yang sudah tertanam dalam diri setiap selibater, menjadi persembahan yang harum semerbak bagi Tuhan, dan bakti kepada sesama. ****
















[1] Yan van Paassen, Membangun Budaya CInta: Himpunan Ceramah dan Permenungan. Bogor: Lembaga Penelitian dan Penerbitan Gapura. 1997. Hlm. 187
[2] Albertus Sujoko, Identitas Yesus dan Misteri Manusia. Yogyakarta: Kanisius. 2009. Hlm. 389

[3] Bdk. Wiliam Chang, Menggali butir-butir Keutamaan. Yogyakarta: Kanisius, 2002. Hlm. 95-97
[4] Bdk. Ibid. Hlm 97-98
            [5] Albertus Sujoko. Hlm. 386
            [6] Ibid
[7] Bdk. Anselmus Leu, Spiritualitas Imam: Menghidupkan Kembali Spiritualitas Tahbisan. Yogyakarta: Pustaka Nusa Tama. 2004. Hlm. 45-48
[8] Bdk. Ibid. Hlm. 41
[9] Bdk.Ibid. 42-43

Tidak ada komentar:

Posting Komentar